“Ke-kenapa?” tanya Sophia gugup.Albert terlihat berpikir. “Tidak ada. Hanya tampak sedikit familiar.”Sophia nyaris menghela napas kecewa. Oh kenapa dia harus kecewa hanya karena Albert tidak mengingat kejadian di kapal? Itu sudah lama. Dan kalau pun Albert ingat, dia pasti akan menganggapnya tidak penting.“Kalau begitu, lepaskan aku,” kata Sophia.“Aku tidak sedang memegangmu,” sahut Albert, setengah menyeringai.Wajah Sophia memerah. “Kalau begitu menjauhlah!” serunya, mendorong dada Albert yang bidang agar lelaki itu menjauh. Tapi Albert justru mengurungnya semakin dekat. “Albert apa kita akan terus kekanak-kanakkan seperti ini sampai pagi?” ucap Sophia dengan nada lelah.“Nah! Aku ke sini untuk memperbaiki itu, Wife. Kita akan bicara. Tapi aku tidak akan beranjak dari sini sebelum kau mengatakan ya.”Sophia menatap mata Albert dan bertanya-tanya apakah lelaki ini serius? Apa yang akan mereka bicarakan? Ada kah hal yang harus dibicarakan di antara mereka? Albert pasti memiliki pik
Pada akhirnya, mereka tidak sampai pada kesepakatan apapun.Sophia terlalu tercengang dengan ucapan Albert. Sedangkan Albert justru menganggap diamnya Sophia itu adalah bentuk sebuah penolakan.Egonya pasti terluka, batin Sophia saat berbaring di ranjang kamarnya, memutar kembali adegan ketika Albert berbalik pergi dengan tatapan kecewa pada malam itu. Sophia tidak ingin berharap terlalu lebih, tapi dia tidak bisa berhenti memikirkan ini… apakah Albert memiliki perasaan padanya?Dan Sophia yakin jawabannya adalah ‘ya’. Namun apapun perasaan yang Albert rasakan padanya yang pasti bukan cinta. Mungkin lelaki itu hanya sekadar peduli? Atau justru kasihan padanya? Sophia lebih memilih dugaan pertama karena yang kedua terdengar terlalu menyedihkan.Tapi rasa peduli pun terasa terlalu berlebihan bagi Sophia. Tanggung jawab kah? Atau itu semua hanyalah egonya sebagai laki-laki dan seorang suami?Karena tidak mungkin bagi Sophia, Albert dapat merasakan perasaan seperti yang dirinya rasakan.Se
Beberapa saat kemudian Sophia sudah sampai di kantor Albert dan lagi-lagi harus berhadapan dengan sekretaris Albert yang menyebalkan, wanita itu sepertinya pernah tidur dengan suaminya, sehingga dia selalu sinis setiap kali berhadapan dengan Sophia. Tapi Sophia tidak pernah menaruh peduli, tepatnya tidak mau peduli pada sesuatu yang berpotensi memperburuk perasaannya.“Sir Raymond sedang kedatangan tamu, Anda bisa menunggu di sini,” kata wanita itu pada Sophia, menunjuk dengan dagu pada kursi tunggu di ruangan itu, dia bahkan tidak bangkit sedikitpun dari kursinya setelah melirik Sophia sekilas.Merasa kesal, Sophia tidak mengindahkan perkataan wanita itu dan langsung saja menerobos masuk. Sophia sudah siap meledak jika yang didapatinya di dalam adalah selingkuhan yang lain, tapi justru Luke Abraham yang berada di sana, duduk di hadapan Albert di sofa.Dua pasang mata langsung tertuju pada Sophia. Ruangan itu menjadi hening dan canggung. “Harus kah aku kembali nanti?” kata Sophia sambi
“Bagaimana kalau malam ini? Kau tidur di kamarku?”Sophia menatap Albert seolah lelaki itu telah kehilangan akal sehatnya. “Kau gila?!”Senyum Albert melebar, lalu dia menggeleng. “Kau sendiri yang menawarkan kompromi ini, kau tidak berhak untuk berkata tidak.” Albert kemudian bangkit berdiri.Mata Sophia bergetar. Membayangkan dirinya berada di satu ruangan yang sama dengan Albert, di atas ranjang, bergelung selimut, itu terlalu… melelahkan. Melelahkan untuk jantungnya.Tidak peduli dengan status mereka yang sudah sah, tetap saja ini adalah hal yang baru.Tapi seperti kata Albert, apakah Sophia berhak untuk mundur sekarang? Sepertinya jawabannya adalah tidak. Sophia pun ikut berdiri dan mendongak menatap suaminya itu.“Baik. Karena pembicaraan kita juga belum selesai, mungkin sebaiknya kita bicarakan di tempat tidur.” Ekspresi di wajah Sophia saat mengatakannya sangat datar.Albert menahan senyum. “Memang… pembicaraan di atas ranjang itu selalu berbobot, ayo kita lakukan.”***Butuh w
“Ya, aku mencintai pria itu.” Sophia akhirnya menjawab, menatap mata terkejut Daniel dia pun menunduk. Sangat disayangkan, batinnya. “Aku jatuh cinta pada pria seperti Albert Raymond.” Dia melanjutkan pada dirinya sendiri, tersenyum kecut.Itu adalah pengakuan pertama Sophia kepada orang lain selain dirinya sendiri. Sophia tidak percaya dia mengatakannya kepada seseorang seperti Daniel, pria yang baru saja ditemuinya tidak lama.“Tapi dia tidak membalas perasaanmu.”Kali ini pernyataan Daniel benar-benar membuatnya tertohok. “Benar,” jawabnya, lalu tersenyum tanpa beban.Namun Daniel dapat melihat kesenduan di mata Sophia. Daniel sudah akan mengganti topik ke lain hal, tapi Sophia justru bertanya.“Apa kau pernah jatuh cinta sebelumnya, Tuan Mateo?”“Pertama-tama, panggil aku Daniel. Dan ya, aku pernah jatuh cinta sebelumnya.”“Benarkah?”“Aku mengerti. Aku mengerti. Penampilanku yang seperti ini memang menunjukkan ketidakseriusanku pada banyak hal, tapi jangan menilai seseorang dari p
“Dari mana saja kau?!” seruan itu adalah suara pertama yang Sophia dengar sesaat setelah dia masuk ke ruang kerja Albert.“Luar,” jawab Sophia singkat dan acuh sambil melangkah menuju sofa dan merebahkan dirinya di sana. Albert tampak sedang menelepon seseorang dengan ekspresi keras saat Sophia datang membuka pintu dan mengalihkan perhatian lelaki itu. Luke Abraham sudah pergi, dia pasti datang untuk membicarakan perihal bisnis.“Luar, katamu?” ekspresi Albert tampak naik pitam. “Kau pikir aku sebodoh itu?”“Albert, maksudku ‘luar’ itu bukanlah kursi tunggu di ruangan sekretarismu.”“Lalu kau pergi ke mana?”“Kenapa aku harus memberitahumu?”Albert menghela napas, memijat pangkal hidungnya dengan jari. “Kakakmu datang secara mendadak untuk membicarakan perihal bisnis, tepatnya proyek hotel kerja sama antara Raymond dan Abraham. Aku tidak tahu kalau kau akan datang secepat itu.”“Kau bilang ‘sekarang’ di pesan singkat yang kau kirim.”“Tapi tetap saja! Kau wanita, seharusnya kau dandan
Dan tepat seperti dugaan Sophia, pertemuan itu memang bukan pertemuan resmi. Mereka bahkan melakukannya di sebuah ruang karaoke. Ruangan itu cukup luas, mungkin memang diperuntukkan untuk pertemuan-pertemuan tidak resmi seperti ini. Layar kaca besar ada di tengah tembok yang menghadap tiga sofa panjang dan lebar di tengah ruangan, meja kayu tebal juga ditelakkan di sana.Lampu di ruangan itu menyala terang, seorang pria sudah lebih dulu berada di sana. Dia menoleh menatap kehadiran Albert dan Sophia.“Akhirnya kau datang juga, Tuan Raymond!” kata pria berambut pirang itu yang Sophia tidak kenal. Pria itu langsung menyambut Albert, menyalaminya dengan gestur sopan.“Rickie,” sapa Albert. “Kau datang terlalu awal,” lanjutnya yang membuat lelaki berambut pirang itu terbahak.Kemudian dia beralih pada Sophia, matanya berkilat-kilat menggoda. “Dan… ini pasti Nyonya Raymond.”“Benar, istriku,” sahut Albert di samping Sophia.Sophia hanya membalas dengan senyuman ramah. Belum apa-apa dia suda
“Kupikir ini adalah pertemuan bisnis,” bisik Sophia pada Albert. Dia terpaksa duduk berdempetan dengan suaminya itu karena di sampingnya sudah duduk seorang wanita yang Sophia sama sekali tidak kenal selain pernah melihatnya beberapa kali tayang di televisi mengiklankan sebuah produk.“Ya, ini memang pertemuan bisnis, sekaligus early party untuk peluncuran produk kita satu minggu lagi.”“Oh, bagus! Now I’m stuck here,” gumam Sophia pelan.Albert terkekeh mendengarnya.Orang-orang mulai meminum champagne mereka dan berpesta, musik yang keras membuat suara obrolan menyaru. Rickie menyalakan mesin karaoke sambil memeluk seorang model yang tertawa senang akan kecupan goda-godaannya.Sophia tahu bahwa kaum elit menyukai pesta, tapi tidak pesta seperti ini. Ini… ini pesta yang sedikit terlalu liar untuk pertemuan bisnis.Saat Sophia sepenuhnya fokus memperhatikan mereka, sebuah sentuhan di bahunya membuat Sophia berjengit.Kemudian suara Albert terdengar, “Ya, aku juga mulai menyesal mengaja
Albert mengamati wajah sang istri yang tengah mencomoti tomat di keranjang sayur yang Dana bawa. Kemudian Albert tersadar, bahwa sudah lama rasanya dia tidak melihat raut wajah ceria dan tatapan berbinar di mata wanita itu.Apa yang telah para Abraham itu lakukan padanya? batin Albert. Karena tidak pernah sekalipun Albert melihat Sophia yang seperti ini saat berada di kediaman keluarganya. Dan Albert senang, karena hanya dengan berada di rumah mereka saja Sophia bisa menjadi dirinya sendiri seperti ini.“Jefrey? Dia baik-baik saja. Dan oh! Kebetulan dia tengah ada di tamanmu sekarang. Katanya karena hari ini kau akan pulang, dia harus memberi perhatian lebih pada tanaman-tanaman itu,” jawab Dana sembari terkekeh geli pada kelakuan putranya itu.Sedangkan Sophia yang mendengarnya membelalakkan mata lebar penuh semangat. Dia lantas melangkah setengah berlari menuju ke luar.“Sophie!” panggil Albert, mencoba mencegahnya, tapi Sophia bahkan tidak mendengar “Apa dia tidak merasakan jet lag
“Sophie, kau yakin baik-baik saja?” tanya Albert, entah untuk ke berapa kian kali dia bertanya demikian.Dan dalam setiap pertanyaannya, Sophia hanya mengangguk dan mengubah ekspresinya menjadi sedingin mungkin. Saat dia tahu dirinya tidak akan bisa tenang, di situlah es mulai muncul membentuk dinding penghalang untuk apa yang dia rasakan di dalam.Pikiran Sophia cukup kacau saat itu, sampai yang hanya ingin dia lakukan adalah tidur dan melupakan segalanya sejenak, kemudian bangun dengan perasaan yang lebih baik dan pikiran yang lebih jernih.Sophia sudah begitu muak berada di rumah ini, dia ingin cepat-cepat pergi dan kembali ke kamarnya yang sangat dia rindukan di kediaman suaminya. Berada terlalu lama di rumah ini bersama Paula dan keluarganya yang lain akan membuat pikiran Sophia semakin gila. Karena itulah kemudian Sophia bergerak dengan sangat tergesa-gesa merapikan barang-barangnya.Sementara itu, Albert memperhatikan sang istri dari belakang dengan tatapan rumit. Dia ingin ber
Kejadiannya di Miami. Saat Albert tengah dalam urusan bisnis dan Paula tengah pergi berlibur dengan teman-temannya. Mereka kemudian tidak sengaja bertemu di sebuah bar yang terletak di dekat pantai. Saat itu barnya sangat ramai, tapi Albert duduk seorang diri dan itu bukanlah hal yang biasa.Paula mencoba mendekatinya, tapi Albert secara terang-terangan menolak karena dia tengah ingin sendiri saja. Itu adalah momen yang sangat memalukan bagi Paula karena teman-temannya saat itu menonton apa yang tengah dia lakukan. Lalu mereka pun membuat taruhan, kalau Paula berhasil tidur dengan Albert Raymond, maka dia akan mendapat hadiah liburan ke Bahamas saat akhir pekan selanjutnya.Bukan masalah hadiah, tapi juga gengsi dan harga diri. Paula pun menyanggupi taruhan itu, tapi dengan cara yang curang.Dia menjebak Albert untuk tidur dengannya, menggunakan minuman keras dan obat terlarang yang akan membuat pria manapun yang mengkonsumsinya akan merasa bergairah. Paula mendapatkan obat itu dari s
“Kau tidak boleh melakukannya!” sahut Sophia tegas.“Kenapa? Bekerja dengannya tidak akan membuatmu nyaman dan hal itu mungkin akan berpengaruh pada kesepakatan yang akan kalian ambil. Sebaiknya kau ganti editor saja.”Sophia menoleh ke belakang, menatap suaminya itu geli. “Tapi kau baik-baik saja bekerja sama dengan Luke, Daniel, juga Alexander. Apa diam-diam kau sebenarnya nyaman dengan mereka?” tanya Alicia, matanya sengaja menyipit menatap sang suami curiga.Ekspresi Albert berubah kesal.Sophia terkekeh, lalu menyentuh lengan Albert untuk menenangkannya. “Jangan khawatir. Lina bekerja menjadi editor mungkin memang karena dia ahli di dalamnya. Aku pernah mengobrol dengan dia dan aku akui, dia teman ngobrol yang cukup asik dalam bidang sastra,” kata Sophia. Dan dia berencana untuk bertemu dengan Lina Huang sekali lagi untuk melihat bagaimana wanita itu akan bersikap setelah apa yang terjadi pada mereka.Menggoda suami kliennya sendiri, itu benar-benar tidak beretika, tapi Sophia ti
Kulit Sophia merona merah saat dia ke luar dari dalam bak mandi. Asap tipis sedikit menghalangi pandangnya, juga membuat cermin yang ada di hadapan dia sekarang berembun. Sophia mengusapnya dengan tangan lalu menatap pantulan dirinya di sana.Kedua netra coklat itu melebar menatap wajah yang tampak sedikit berbeda di dalam cermin. Sophia menyentuh dahinya, tidak ada kerutan di sana dan dia tampak… rileks? Bahagia? Sophia tidak tahu bagaimana harus menyebutnya.Saat dia sedang sibuk berpikir, tiba-tiba saja seseorang datang dari belakang dan menyampirkan handuk ke tubuhnya.“Apa yang kau pikirkan?” tanya Albert sembari mengelap tubuh bagian belakang istrinya.“Aku bisa sendiri!” kata Sophia panik, buru-buru berbalik.Tapi Albert menahan protesnya dan dengan tenang juga ekspresi datar, dia mengelap tubuh sang istri dengan lihai.Wajah Sophia memerah padam. Mereka pada akhirnya tadi memang mandi bersama, lalu Albert menyuruhnya menunggu selagi dia mengambil handuk baru untuk dikenakan. D
“Bangun!” bisik Albert di belakang telinga istrinya. “Bangun, Sayang, kita belum selesai,” rayu pria itu lagi, dengan suaranya yang rendah dan memikat.Masih dengan mata terpejam rapat, Sophia menggumam pelan. “Jam berapa ini?” tanyanya dengan suara serak yang terdengar aneh. Apa karena dia terlalu banyak berteriak tadi? pikir Sophia yang membuat pipinya merona merah.“Baru pukul tiga sore. Dan kau baru saja tidur selama tiga puluh menit. Ayo bangun!” kata Albert.“Nghm…! Baru tiga puluh menit. Kau tidak lelah?” sahut Sophia rendah.Albert terkekeh, mengecup punggung istrinya itu dengan mesra. “Apa kau lelah?” tanya Albert balik sembari tangannya meraba dan mencari dada istrinya.“Hm,” jawab Sophia. Matanya terpejam rapat, bibirnya kemudian sedikit membuka. Napasnya yang telah normal tadi berangsur kembali cepat. “Sedikit… lelah,” lanjut Sophia.Kekahan di belakangnya terdengar semakin keras. “Aku tahu,” kata Albert, mengecup belekang leher Sophia dan merapatkan tubuh mereka. Keduanya
Albert menghembuskan napas kasar sebelum menjatuhkan tubuhnya menindih tubuh Sophia yang lembut, kemudian menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher istrinya itu.“Aku hanya tidak ingin orang lain melihatmu mengenakan pakaian jahannam ini. Apa kau tahu seberapa cantik dirimu saat melangkah mendekatiku tadi? Dengan tatapan penuh percaya diri bercampur amarah itu… Kau tampak begitu provokatif. Sialan!” Albert lalu mengecup dan menyesap keras leher Sophia yang membuat istrinya itu melenguh pelan.“Tapi kenapa kau begitu marah?” sahut Sophia di sela napasnya yang terpotong.Albert terkekeh rendah. “Kau pikir kenapa? Masih tidak mengerti juga?” dengusnya pendek.Sophia mengerti. Tapi dirinya menolak perasaan yang datang dengan mudah itu. Namun kecupan Albert membuatnya semakin sulit untuk berkonsentrasi. Tidak ada gunanya juga menahan hasrat di antara mereka yang sejak awal sudah ada di sana.Sophia pun menerima semua perlakuan suaminya itu tanpa penolakan sedikitpun. Bahkan ketika tangan Al
Albert mendorong tubuh wanita asing yang dia bahkan tidak tahu namanya itu. Wanita itu tiba-tiba saja mendatangi dirinya dan melemparkan tubuhnya pada Albert seperti ini. Albert awalnya tidak ingin bersikap kasar. Dia sudah menyuruh wanita itu menjauh, tapi wanita itu justru malah mengoceh.Dan apa katanya tadi? Memesannya di Hotel Singapura? Albert berpikir sejenak, sembari menatap wajah wanita itu tajam. Saat itulah kemudian Albert ingat bahwa wanita di hadapannya ini adalah ‘hadiah’ yang diberikan oleh Mr. Harris, rekan kerja Albert di Singapura beberapa saat lalu.Albert hendak berucap, mengatakan hal telak pada wanita itu untuk menolaknya dan agar dia berhenti mengganggu lagi. Kalau perlu, Albert akan memberikannya uang yang lebih banyak dari yang diberikan oleh Mr. Harris untuk membayarnya pada malam itu. Namun, belum sempat Albert mengucapkan apapun, telinganya lebih dulu mendengar suara isakan yang terdengar samar di belakangnya.Albert pun menoleh dan terkejut mendapati istri
Dalam balutan bikini berwarna kuning itu, kulitnya yang pucat tampak semakin terang. Dengan bagian dada yang rendah dan celana dalam bertali tipis, Sophia menjelma menjadi wanita cantik musim panas dengan tubuhnya yang menggoda.Namun, sekalipun begitu, Sophia merasa jauh dari kata percaya diri. Dia hampir menangis melihat seberapa buruk dan menggelikannya bayangan dirinya di dalam cermin itu.Sekali lagi Sophia bertanya, harus kah dia melakukan ini?Bagaimana tanggapan Albert nanti?Sophia seharusnya bisa pulang hari ini bersama Albert, dia tidak perlu menunda-nunda waktu lagi. Tapi Billie dan Paula memutuskan untuk mengadakan pool party di kolam berenang belakang rumah mereka.Mereka seharusnya melakukan ini di musim panas, kenapa sekarang saat udara mulai mendingin begini? Tapi pesta tetaplah pesta, kapan pun waktunya, mereka hanya mencari-cari alasan untuk bersenang-senang.Albert sudah pergi lebih dulu. Sejak semalam, Sophia tidak banyak berbicara dengan suaminya itu. Albert men