"Maaf semua, aku harus keluar menerima telepon penting dulu karena sinyalnya kurang bagus di sini." Rafael berpamitan pada beberapa rekan bisnis yang masih mengobrol dengannya malam itu. Rafael pun memberi kode pada Onad untuk melanjutkan mengobrol, sedangkan Rafael memilih untuk keluar dari gedung ballroom dan menerima teleponnya. Rafael berdiri tidak jauh dari pintu ballroom dan mengobrol bersama rekan bisnisnya yang lain di telepon, tanpa ia tahu bahwa ada seorang wanita yang sedang memperhatikannya di belakang sana. Sampai akhirnya Rafael selesai menelepon, Rafael pun memasukkan ponsel ke kantong celananya dan ia berniat kembali ke dalam ballroom.Namun, saat Rafael membalikkan tubuhnya, dunia Rafael juga seolah berhenti berputar menatap seorang wanita di sana, wanita yang luar biasa cantik yang sedang berdiri tidak jauh darinya. Posisi mereka tidak jauh, tapi juga tidak dekat. Beberapa orang pun melintas di sekitar mereka, bahkan di hadapan mereka juga, tapi tidak ada yang te
Satu minggu berlalu dan perasaan Sophia tidak pernah tenang. Terhitung sudah tiga kali ia menolak Jackson saat pria itu ingin berhubungan dengannya dan satu kali lagi gagal karena Gemma memanggil Jackson untuk membicarakan pekerjaan penting. Dan selebihnya, Sophia selalu tidur duluan sebelum Jackson masuk ke kamar. Sungguh, perasaan Sophia masih tidak jelas dan ia merasa apa yang ia lakukan ini salah, sangat salah. Tapi Sophia juga tidak bisa menerima Jackson seolah dirinya sudah dimiliki pria lain. Ya, itu kenyataannya, Rafael adalah orang pertama yang tidur dengan Sophia dan sampai detik ini, Rafael masih adalah pria terakhir. Mereka sudah berhubungan cukup sering dengan sangat panas dan secara sadar, Sophia belum bisa membiarkan tubuhnya disentuh oleh pria lain, padahal Jackson adalah suaminya. "Ah, perasaan ini menyebalkan sekali. Sial! Apa yang harus aku lakukan? Tidak mungkin aku menolaknya lagi nanti, besok, dan seterusnya." Sophia terus mendesah kesal di dalam ruang kerjan
"Hmm, ini enak sekali, mengisi perut setelah beraktivitas fisik yang hebat selalu terasa lebih nikmat. Benar kan begitu, Kak Jackson?" Gemma mengunyah makanannya sambil terus menatap Jackson dengan tatapan menggoda. Kaki Gemma masih tetap bermain-main di bawah meja dan Jackson juga tambah menikmatinya. "Tentu saja, Gemma. Tapi kau tahu, mendadak hasratku bangkit lagi. Aku tidak pernah puas denganmu, Gemma. Kita masih punya waktu, segeralah selesaikan makanmu dan layani aku lagi!" titah Jackson yang selalu membangkitkan hasrat Gemma juga. Gemma tidak pernah bisa membantah kalau mereka sudah di ranjang. Mereka pun menyelesaikan makan malam mereka dengan cepat, sebelum mereka pun naik lagi ke lift untuk menuju ke kamar mereka. Gemma tidak berhenti bergelayut di lengan Jackson dan saat keduanya sudah berdiri di dalam lift, dari pintu lift yang akan menutup, Onad berhasil mengambil foto keduanya yang sedang berciuman mesra. Jantung Onad pun berdebar kencang saat melakukannya dan tanga
"Aku masih tidak tega meninggalkanmu, Sayang." Jackson dan Sophia sudah duduk berdua di atas ranjang mereka malam itu dan Jackson terus menggenggam tangan Sophia."Ini perjalanan bisnis biasa, Jackson. Aku tahu kau sibuk dan aku baik-baik saja. Di rumah kan ada Ayah dan Ibu yang menemaniku, jadi jangan khawatir. Lagipula aku juga akan sibuk karena harus melakukan kunjungan ke resort kan? Jadi mari kita nikmati pekerjaan kita." Jackson dan Gemma akan pergi ke luar negeri bersama besok, meninggalkan Sophia sendirian bersama kedua orang tuanya. Sementara Sophia sendiri juga ada jadwal kunjungan proyek ke sebuah resort sehingga ia tidak bisa menemani suaminya. Tentu saja Jackson dan Gemma senang dengan kepergian mereka kali ini karena waktu untuk bersama menjadi lebih panjang dan lebih bebas. Namun, Sophia yang tidak mengetahuinya lagi-lagi merasa suaminya itu terlalu mencintainya sampai tidak tega meninggalkannya."Jangan lupa video call aku ya, Sayang. Sebisa mungkin, aku juga akan m
Sophia masih mematung dengan jantung yang berdebar kencang menatap pria yang sedang melangkah mendekatinya. Itu Rafael. Demi Tuhan, itu Rafael. Bagaimana pria itu bisa ada di resort ini dan bagaimana Sophia harus menghadapinya. Sophia pun masih tetap tegang sampai akhirnya Rafael makin mendekat ke arahnya dan Sophia pun buru-buru membalikkan tubuhnya seolah tidak mengenali Rafael. Namun, Rafael sudah tiba duluan tepat dibelakang Sophia dan menyapanya."Apa kabar, Sophia?"Sudah sejak tadi Rafael tiba di resort dan Rafael terus mencari sosok Sophia, sampai akhirnya ia menemukannya. Cukup lama Rafael hanya menunggu Sophia sampai selesai mengobrol dengan pemilik resort, sebelum saat ini, giliran Rafael yang bicara dengan wanita itu. Sophia yang disapa oleh Rafael pun begitu tegang dan ia tidak tahu harus bersikap seperti apa. Seluruh tulang Sophia seolah lemas dan Sophia mendadak sesak napas. Dengan sangat berat, Sophia pun menoleh perlahan dan memaksakan senyumnya menatap Rafael. "A
"Sophia, awas!" Rafael masih sempat memekik kaget saat melihat baki yang dibawa pelayan di depan Sophia hampir terjatuh. Tanpa berpikir panjang, Rafael pun langsung saja mengalungkan lengannya ke pinggang Sophia dan menarik Sophia ke belakang. Namun, kejadiannya begitu cepat dan sup itu jatuh lebih cepat daripada gerakan Rafael. Seketika Rafael pun menahan napasnya sejenak saat lengannya tersiram kuah sup yang sangat panas itu."Akhh!" pekik Rafael kaget dan kepanasan sampai perih. Tidak lama kemudian, terdengar suara pecahan mangkuk yang terjatuh ke lantai sampai sang pelayan pun makin panik sendiri. "Astaga, maaf, Pak, Bu. Maaf, aku tidak sengaja. Anda tidak apa, Pak?" Beberapa tamu langsung menoleh melihatnya, sedangkan koordinator pelayan di sana pun lengang mendekati Rafael untuk melihat keadaannya. Sophia sendiri juga sudah begitu panik melihat lengan Rafael yang mulai memerah, tapi Rafael malah tetap lebih memperhatikan Sophia. "Kau tidak apa, Sophia?" "Aku tidak apa, t
Sophia tidak tahu keputusannya menemani Rafael ini benar atau salah, tapi sungguh, rasa bersalah dan tidak tega masih melingkupi perasaan Sophia sampai akhirnya ia ada di sini, duduk berdua bersama Rafael di restoran resort. "Aku tidak bisa memotong steaknya, Sophia. Tolong potong untukku!" pinta Rafael. Lengan Rafael masih diperban sebagian di posisi yang paling parah, tapi telapak tangan dan jarinya bebas, walaupun rasanya masih sangat kaku dan perih. Sophia yang duduk di hadapan Rafael pun hanya mengembuskan napas panjangnya dan akhirnya memotongkan steak untuk Rafael. "Aku sudah memotong semuanya, kau bisa menusuknya dengan garpu memakai tangan kananmu." Rafael mengangguk patuh dan langsung melahap steaknya sambil tidak berhenti menatap Sophia. Bermimpi pun tidak, Rafael bisa kembali duduk berdua bersama wanita itu. Sungguh, Sophia yang sekarang memancarkan aura yang berbeda dibanding Alba, tapi keduanya tetap positif dan Rafael menyukai keduanya. "Kau sendiri tidak makan,
Sophia masih membelalak begitu tegang mendengar ucapan Rafael. Tatapan Sophia mendadak goyah, namun ia belum menjawab apa pun. "Itu ... aku tidak mengerti apa yang kau katakan, Rafael. Lepaskan aku! Kode apa aku tidak mengerti." "Jangan berbohong lagi, Sophia! Kau sudah mengingatku kan, Sayang? Kau sudah mengingatku kan?" seru Rafael yang langsung menciumi pipi Sophia. Sumpah demi apa pun, Sophia merindukan ciuman Rafael, tapi Sophia masih sangat waras untuk segera menjauh dari sana. "Tidak, lepaskan aku! Kau tahu tidak sopan menyentuh wanita seperti ini kan?" "Sophia, selama ini aku bertahan karena aku mengira kau tidak mengingatku. Aku takut kau memaksakan diri mengingatku dan itu akan menyakitimu. Tapi ternyata kau sudah mengingatku, jadi aku tidak akan menahan diriku lagi," seru Rafael kukuh.Jantung Sophia sendiri sudah berdebar tidak beraturan sampai napas Sophia tersengal. "Kau gila, Rafael! Aku tidak mengerti dan lepaskan aku!" Sophia menghentakkan dirinya dengan kuat s