"Aku masih tidak tega meninggalkanmu, Sayang." Jackson dan Sophia sudah duduk berdua di atas ranjang mereka malam itu dan Jackson terus menggenggam tangan Sophia."Ini perjalanan bisnis biasa, Jackson. Aku tahu kau sibuk dan aku baik-baik saja. Di rumah kan ada Ayah dan Ibu yang menemaniku, jadi jangan khawatir. Lagipula aku juga akan sibuk karena harus melakukan kunjungan ke resort kan? Jadi mari kita nikmati pekerjaan kita." Jackson dan Gemma akan pergi ke luar negeri bersama besok, meninggalkan Sophia sendirian bersama kedua orang tuanya. Sementara Sophia sendiri juga ada jadwal kunjungan proyek ke sebuah resort sehingga ia tidak bisa menemani suaminya. Tentu saja Jackson dan Gemma senang dengan kepergian mereka kali ini karena waktu untuk bersama menjadi lebih panjang dan lebih bebas. Namun, Sophia yang tidak mengetahuinya lagi-lagi merasa suaminya itu terlalu mencintainya sampai tidak tega meninggalkannya."Jangan lupa video call aku ya, Sayang. Sebisa mungkin, aku juga akan m
Sophia masih mematung dengan jantung yang berdebar kencang menatap pria yang sedang melangkah mendekatinya. Itu Rafael. Demi Tuhan, itu Rafael. Bagaimana pria itu bisa ada di resort ini dan bagaimana Sophia harus menghadapinya. Sophia pun masih tetap tegang sampai akhirnya Rafael makin mendekat ke arahnya dan Sophia pun buru-buru membalikkan tubuhnya seolah tidak mengenali Rafael. Namun, Rafael sudah tiba duluan tepat dibelakang Sophia dan menyapanya."Apa kabar, Sophia?"Sudah sejak tadi Rafael tiba di resort dan Rafael terus mencari sosok Sophia, sampai akhirnya ia menemukannya. Cukup lama Rafael hanya menunggu Sophia sampai selesai mengobrol dengan pemilik resort, sebelum saat ini, giliran Rafael yang bicara dengan wanita itu. Sophia yang disapa oleh Rafael pun begitu tegang dan ia tidak tahu harus bersikap seperti apa. Seluruh tulang Sophia seolah lemas dan Sophia mendadak sesak napas. Dengan sangat berat, Sophia pun menoleh perlahan dan memaksakan senyumnya menatap Rafael. "A
"Sophia, awas!" Rafael masih sempat memekik kaget saat melihat baki yang dibawa pelayan di depan Sophia hampir terjatuh. Tanpa berpikir panjang, Rafael pun langsung saja mengalungkan lengannya ke pinggang Sophia dan menarik Sophia ke belakang. Namun, kejadiannya begitu cepat dan sup itu jatuh lebih cepat daripada gerakan Rafael. Seketika Rafael pun menahan napasnya sejenak saat lengannya tersiram kuah sup yang sangat panas itu."Akhh!" pekik Rafael kaget dan kepanasan sampai perih. Tidak lama kemudian, terdengar suara pecahan mangkuk yang terjatuh ke lantai sampai sang pelayan pun makin panik sendiri. "Astaga, maaf, Pak, Bu. Maaf, aku tidak sengaja. Anda tidak apa, Pak?" Beberapa tamu langsung menoleh melihatnya, sedangkan koordinator pelayan di sana pun lengang mendekati Rafael untuk melihat keadaannya. Sophia sendiri juga sudah begitu panik melihat lengan Rafael yang mulai memerah, tapi Rafael malah tetap lebih memperhatikan Sophia. "Kau tidak apa, Sophia?" "Aku tidak apa, t
Sophia tidak tahu keputusannya menemani Rafael ini benar atau salah, tapi sungguh, rasa bersalah dan tidak tega masih melingkupi perasaan Sophia sampai akhirnya ia ada di sini, duduk berdua bersama Rafael di restoran resort. "Aku tidak bisa memotong steaknya, Sophia. Tolong potong untukku!" pinta Rafael. Lengan Rafael masih diperban sebagian di posisi yang paling parah, tapi telapak tangan dan jarinya bebas, walaupun rasanya masih sangat kaku dan perih. Sophia yang duduk di hadapan Rafael pun hanya mengembuskan napas panjangnya dan akhirnya memotongkan steak untuk Rafael. "Aku sudah memotong semuanya, kau bisa menusuknya dengan garpu memakai tangan kananmu." Rafael mengangguk patuh dan langsung melahap steaknya sambil tidak berhenti menatap Sophia. Bermimpi pun tidak, Rafael bisa kembali duduk berdua bersama wanita itu. Sungguh, Sophia yang sekarang memancarkan aura yang berbeda dibanding Alba, tapi keduanya tetap positif dan Rafael menyukai keduanya. "Kau sendiri tidak makan,
Sophia masih membelalak begitu tegang mendengar ucapan Rafael. Tatapan Sophia mendadak goyah, namun ia belum menjawab apa pun. "Itu ... aku tidak mengerti apa yang kau katakan, Rafael. Lepaskan aku! Kode apa aku tidak mengerti." "Jangan berbohong lagi, Sophia! Kau sudah mengingatku kan, Sayang? Kau sudah mengingatku kan?" seru Rafael yang langsung menciumi pipi Sophia. Sumpah demi apa pun, Sophia merindukan ciuman Rafael, tapi Sophia masih sangat waras untuk segera menjauh dari sana. "Tidak, lepaskan aku! Kau tahu tidak sopan menyentuh wanita seperti ini kan?" "Sophia, selama ini aku bertahan karena aku mengira kau tidak mengingatku. Aku takut kau memaksakan diri mengingatku dan itu akan menyakitimu. Tapi ternyata kau sudah mengingatku, jadi aku tidak akan menahan diriku lagi," seru Rafael kukuh.Jantung Sophia sendiri sudah berdebar tidak beraturan sampai napas Sophia tersengal. "Kau gila, Rafael! Aku tidak mengerti dan lepaskan aku!" Sophia menghentakkan dirinya dengan kuat s
Jackson melotot marah pada Gemma yang bisa-bisanya mengeluarkan desahannya. Jackson pun menutup mulut Gemma erat-erat sampai Gemma kesulitan bernapas dan memukul tangan Jackson.Keduanya bertatapan kesal, sebelum akhirnya Jackson kembali harus menghadapi Sophia di telepon."Jackson, kau masih di sana kan?" tanya Sophia yang tidak kunjung mendapat jawaban dari suaminya. "Ah, iya, aku masih di sini, Sayang," sahut Jackson yang akhirnya kembali melepaskan dirinya dari Gemma saking kesalnya. "Kau ... ada di mana dan sedang bersama siapa, Jackson?" ulang Sophia dengan suara yang bergetar. Sophia bersumpah ia mendengar suara wanita yang sedang mendesah sampai perasaan Sophia mendadak tidak karuan. "Apa kau bersama wanita, Jackson? Maksudku ... aku mendengar ...." Sophia sedikit panik, bahkan tangannya juga gemetar sekarang dan tatapannya goyah. Namun, Jackson selalu bisa mengatasi situasi dengan begitu baik. Jackson sendiri sudah melangkah menjauh dari Gemma dan mencoba untuk menenang
"Mmpphh, apa yang kau lakukan?" pekik Sophia sambil mendorong dada Rafael sampai bibir mereka terlepas sejenak. Namun, Rafael malah memeluk pinggang Sophia mendekat sampai tubuh mereka menempel dan Rafael pun berbicara di depan wajah wanita itu. "Kau mungkin bisa melupakanku atau berpura-pura melupakanku, tapi aku akan pastikan kau mengingat sentuhanku, Sophia Lewis," bisik Rafael, sebelum ia kembali membungkam bibir Sophia dan memagutnya dalam. Sophia menolaknya. Tentu saja Sophia menolaknya dan Sophia terus mendorong dada Rafael, walaupun pria itu sekeras batu. Malahan satu tangan Rafael memeluk pinggang Sophia makin erat dan satu tangan lainnya menahan tengkuk Sophia. Rafael bohong. Pria itu bilang lengannya sakit dan seharusnya lengan pria itu memang masih sakit karena lengannya masih diperban. Tapi mengapa pria itu malah tetap kuat sampai Sophia tidak bisa melepaskan dirinya atau mungkin ... tidak ingin melepaskan dirinya. Sungguh, awalnya Sophia berusaha menutup rapat bibirn
"Maafkan aku, tapi aku benar-benar harus pulang, Pak Yoses. Tapi hari ini juga wakilku akan datang untuk membahas kelanjutan kerja sama ini. Sekali lagi aku minta maaf, Pak Yoses."Sophia benar-benar tidak mau berurusan dengan Rafael lagi dan Sophia memutuskan untuk berpamitan pada Pak Yoses begitu pagi hari itu. Sungguh, Sophia sama sekali tidak bisa tidur semalam sampai Sophia berharap hari cepat pagi agar ia bisa pulang. "Tidak masalah, Bu Sophia. Aku paham." "Terima kasih banyak, Pak Yoses, tapi aku akan pergi duluan sekarang." "Tidak mau sarapan dulu, Bu Sophia?" "Tidak perlu. Terima kasih. Permisi!" Dengan cepat, Sophia pun pergi dari kawasan resort sebelum ia melihat Rafael lagi dan Sophia pun bernapas lega saat mobilnya sudah melaju meninggalkan resort. Rafael sendiri yang masih belum tahu apa-apa masih nampak berbaring di ranjangnya pagi itu. Rafael tidak bisa tidur semalaman karena bayangan Sophia, rasa tubuh Sophia, dan aroma wanita itu masih tercium di sekitar Rafae