"Mmpphh, apa yang kau lakukan?" pekik Sophia sambil mendorong dada Rafael sampai bibir mereka terlepas sejenak. Namun, Rafael malah memeluk pinggang Sophia mendekat sampai tubuh mereka menempel dan Rafael pun berbicara di depan wajah wanita itu. "Kau mungkin bisa melupakanku atau berpura-pura melupakanku, tapi aku akan pastikan kau mengingat sentuhanku, Sophia Lewis," bisik Rafael, sebelum ia kembali membungkam bibir Sophia dan memagutnya dalam. Sophia menolaknya. Tentu saja Sophia menolaknya dan Sophia terus mendorong dada Rafael, walaupun pria itu sekeras batu. Malahan satu tangan Rafael memeluk pinggang Sophia makin erat dan satu tangan lainnya menahan tengkuk Sophia. Rafael bohong. Pria itu bilang lengannya sakit dan seharusnya lengan pria itu memang masih sakit karena lengannya masih diperban. Tapi mengapa pria itu malah tetap kuat sampai Sophia tidak bisa melepaskan dirinya atau mungkin ... tidak ingin melepaskan dirinya. Sungguh, awalnya Sophia berusaha menutup rapat bibirn
"Maafkan aku, tapi aku benar-benar harus pulang, Pak Yoses. Tapi hari ini juga wakilku akan datang untuk membahas kelanjutan kerja sama ini. Sekali lagi aku minta maaf, Pak Yoses."Sophia benar-benar tidak mau berurusan dengan Rafael lagi dan Sophia memutuskan untuk berpamitan pada Pak Yoses begitu pagi hari itu. Sungguh, Sophia sama sekali tidak bisa tidur semalam sampai Sophia berharap hari cepat pagi agar ia bisa pulang. "Tidak masalah, Bu Sophia. Aku paham." "Terima kasih banyak, Pak Yoses, tapi aku akan pergi duluan sekarang." "Tidak mau sarapan dulu, Bu Sophia?" "Tidak perlu. Terima kasih. Permisi!" Dengan cepat, Sophia pun pergi dari kawasan resort sebelum ia melihat Rafael lagi dan Sophia pun bernapas lega saat mobilnya sudah melaju meninggalkan resort. Rafael sendiri yang masih belum tahu apa-apa masih nampak berbaring di ranjangnya pagi itu. Rafael tidak bisa tidur semalaman karena bayangan Sophia, rasa tubuh Sophia, dan aroma wanita itu masih tercium di sekitar Rafae
"Sophia! Sophia! Kau masih di sana?" Suara Sherly masih terus terdengar sampai akhirnya Sophia pun tersentak kaget. "Ah, iya, Sherly. Maafkan aku.""Tidak apa, Sophia. Jadi itu bukan kau? Kau tidak di sini?" Sophia menelan salivanya dan menenangkan tangannya yang masih gemetar tidak jelas. Sophia pun berusaha bersikap setenang mungkin. "Hmm, sepertinya kau salah orang, Sherly." "Ya ampun, maafkan aku kalau begitu, Sophia. Tadi itu persis sekali seperti Jackson, aku hanya tidak bisa melihat jelas wanitanya, tapi kupikir sudah pasti kau karena Jackson kan suamimu. Haha. Sekali lagi maafkan aku ya, Sophia. Tapi sudah lama sekali kita tidak bertemu. Bulan depan aku akan pulang, aku pastikan akan menghampirimu ya." "Ah, iya, Sherly. Sampai bertemu bulan depan dan sampaikan salamku pada suamimu juga." "Tentu, Sophia. Sampaikan salamku pada Jackson juga ya. Aku senang mendengar suaramu lagi, Sophia." "Ya, Sherly." Sophia terus memaksakan senyumnya walaupun hatinya langsung tidak jel
"Sophia, ada apa, Sayang? Kau baik-baik saja?" Jackson langsung keluar dari mobil begitu melihat Sophia membungkuk. Jackson menunjukkan kepeduliannya dan ia langsung memeluk Sophia. "Apa kau tidak enak badan, Sayang? Ayo kita masuk dulu." Jackson mengajak Sophia masuk ke ruang makan tanpa mempedulikan Gemma lagi dan Gemma hanya bisa mendengus kesal. Namun, Gemma memeluk dan menyapa Jenni seolah tidak terjadi apa-apa. Sophia sendiri masih gemetar saat duduk di kursinya, tapi Jackson langsung memberinya minum. "Ada apa, Sayang? Kau kenapa?" "Tidak apa, Jackson. Tidak apa. Aku hanya senang kau pulang dan sepertinya maagku kumat barusan," dusta Sophia. "Benarkah itu? Kau mau aku membelikan obat untukmu?" "Tidak! Tidak perlu. Aku baik-baik saja." "Ah, baiklah. Aku akan menemanimu di sini saja." Jackson menemani Sophia dan menceritakan apa saja yang ia lakukan di luar negeri. Tentu saja tidak semua ceritanya benar karena Jackson menutup rapat kebersamaannya dengan Gemma. Sophia s
Jantung Sophia masih memacu tidak karuan mendengar ajakan Rafael, tapi Sophia sudah bertekad menjauhi pria itu dan semua tentangnya. "Kau gila, Rafael! Kau pikir aku mau pergi denganmu? Tidak akan!" "Kau akan pergi denganku, Sophia!" "Tidak! Jadi jangan gila! Aku tidak punya hubungan apa pun denganmu dan jangan meneleponku lagi!" "Kalau kau tidak mau ikut denganku, aku terpaksa akan mencari ayahmu dan membuat keributan lagi di rumahmu, Sophia. Bagaimana?" Sophia membelalak mendengarnya. "Kau mengancamku, Rafael? Kau benar-benar brengsek! Sebenarnya apa yang kau mau dariku, hah?" "Kau akan tahu nanti setelah aku menjemputmu, Sophia." "Aku tidak akan pergi denganmu, Rafael. Jadi tidak perlu repot-repot ke sini dan ...." Belum sempat Sophia menyelesaikan ucapannya, tapi Rafael sudah menyelanya "Aku akan tiba dalam dua puluh menit, jadi bersiaplah!" Blep!Rafael langsung menutup teleponnya tanpa menunggu jawaban Sophia sampai Sophia pun menganga kesal. "Dasar sinting! Dasar pri
Hancur! Perasaan pertama yang Sophia rasakan saat melihat Jackson dan Gemma berciuman adalah hancur berkeping-keping. Seolah hatinya adalah kepingan yang rapuh dan detik ini, kepingan itu hancur menjadi serpihan kecil. Air mata Sophia langsung meleleh dan tubuhnya gemetar hebat. Giginya gemerutuk dan rasa dingin seketika menjalar di tubuh Sophia. Jackson, suaminya yang pernah sangat ia cintai, dan Gemma, adik angkatnya yang selama ini selalu ia cintai layaknya adik kandungnya. Bahkan, sedetik pun Sophia tidak pernah menganggap Gemma sebagai adik angkat, walaupun saat orang tuanya mengangkat Gemma, Sophia sudah cukup besar untuk mengerti segalanya. Sungguh, sekalipun ada banyak bukti samar yang pernah Sophia lihat dan dapatkan tentang perselingkuhan Jackson dan Gemma, Sophia masih terus berusaha untuk positif. Tapi bagaimana ia bisa positif lagi setelah melihat semuanya dengan begitu jelas saat ini. Sophia tidak bisa menjelaskan perasaannya sampai Sophia hanya bisa menatap scene i
Sophia tahu apa yang ia lakukan. Ya, walaupun Sophia sudah setengah mabuk, tapi Sophia yakin ia masih sangat sadar dan secara sadar juga, ia mencium Rafael, sebuah ciuman panjang yang penuh kerinduan. Dan entah mengapa, mencium Rafael membuat Sophia benar-benar terhanyut hingga Sophia menginginkannya terus. Malahan, Sophia yang terus mendesak Rafael dan menangkup wajah pria itu. "Sophia ...," bisik Rafael saat bibir Sophia terus mendesaknya. "Aku mau melupakan segalanya, Rafael. Aku mau melupakan segalanya," sahut Sophia dengan napas yang berbau alkohol, tapi entah mengapa aroma alkohol yang manis dan memabukkan itu membuat hasrat Rafael pun menggila. Apalagi tubuh Sophia begitu lemas dan menempel erat di tubuh Rafael, seolah pasrah dan menyerahkan dirinya. "Bawa aku ke kamar, Rafael. Bawa aku ...," bisik Sophia lagi. Rafael yang mengira Sophia sudah benar-benar mabuk pun melepaskan tautan bibir wanita itu. "Sophia, kau sudah mabuk, Sayang." "Aku tidak mabuk, Rafael. Bawa aku
Dering ponsel mengejutkan Sophia pagi itu. Sontak Sophia membuka matanya dan ia mengernyit melihat cahaya matahari yang sudah menyusup dari celah jendelanya.Perlahan Sophia pun bergerak dan ternyata Rafael benar-benar masih memeluknya hingga pagi. Sophia pun hanya menatap wajah tampan itu seperti dulu saat mereka masih suami istri, sebelum Sophia tersenyum simpul. Sungguh, bangun di pelukan Rafael seperti dulu rasanya bahkan lebih melegakan dibanding bangun di pelukan Jackson. Entah sejak kapan Sophia merasakannya, tapi ya, hati Sophia tidak bisa berbohong. Sophia pun masih menatap wajah tampan itu saat ponselnya kembali berdering dan Sophia pun segera mencari sumber suara itu."Ya ampun, apa itu ponselku? Mana ponselku? Ck, kepalaku masih pusing," gumam Sophia yang perlahan turun dari ranjang dan terus mencari ponselnya. Hingga akhirnya Sophia pun menemukan ponselnya yang berada di kantong celana Rafael. Memang Sophia tidak membawa tas tangan dan apa pun, selain ponsel di tangann