"Sophia, awas!" Rafael masih sempat memekik kaget saat melihat baki yang dibawa pelayan di depan Sophia hampir terjatuh. Tanpa berpikir panjang, Rafael pun langsung saja mengalungkan lengannya ke pinggang Sophia dan menarik Sophia ke belakang. Namun, kejadiannya begitu cepat dan sup itu jatuh lebih cepat daripada gerakan Rafael. Seketika Rafael pun menahan napasnya sejenak saat lengannya tersiram kuah sup yang sangat panas itu."Akhh!" pekik Rafael kaget dan kepanasan sampai perih. Tidak lama kemudian, terdengar suara pecahan mangkuk yang terjatuh ke lantai sampai sang pelayan pun makin panik sendiri. "Astaga, maaf, Pak, Bu. Maaf, aku tidak sengaja. Anda tidak apa, Pak?" Beberapa tamu langsung menoleh melihatnya, sedangkan koordinator pelayan di sana pun lengang mendekati Rafael untuk melihat keadaannya. Sophia sendiri juga sudah begitu panik melihat lengan Rafael yang mulai memerah, tapi Rafael malah tetap lebih memperhatikan Sophia. "Kau tidak apa, Sophia?" "Aku tidak apa, t
Sophia tidak tahu keputusannya menemani Rafael ini benar atau salah, tapi sungguh, rasa bersalah dan tidak tega masih melingkupi perasaan Sophia sampai akhirnya ia ada di sini, duduk berdua bersama Rafael di restoran resort. "Aku tidak bisa memotong steaknya, Sophia. Tolong potong untukku!" pinta Rafael. Lengan Rafael masih diperban sebagian di posisi yang paling parah, tapi telapak tangan dan jarinya bebas, walaupun rasanya masih sangat kaku dan perih. Sophia yang duduk di hadapan Rafael pun hanya mengembuskan napas panjangnya dan akhirnya memotongkan steak untuk Rafael. "Aku sudah memotong semuanya, kau bisa menusuknya dengan garpu memakai tangan kananmu." Rafael mengangguk patuh dan langsung melahap steaknya sambil tidak berhenti menatap Sophia. Bermimpi pun tidak, Rafael bisa kembali duduk berdua bersama wanita itu. Sungguh, Sophia yang sekarang memancarkan aura yang berbeda dibanding Alba, tapi keduanya tetap positif dan Rafael menyukai keduanya. "Kau sendiri tidak makan,
Sophia masih membelalak begitu tegang mendengar ucapan Rafael. Tatapan Sophia mendadak goyah, namun ia belum menjawab apa pun. "Itu ... aku tidak mengerti apa yang kau katakan, Rafael. Lepaskan aku! Kode apa aku tidak mengerti." "Jangan berbohong lagi, Sophia! Kau sudah mengingatku kan, Sayang? Kau sudah mengingatku kan?" seru Rafael yang langsung menciumi pipi Sophia. Sumpah demi apa pun, Sophia merindukan ciuman Rafael, tapi Sophia masih sangat waras untuk segera menjauh dari sana. "Tidak, lepaskan aku! Kau tahu tidak sopan menyentuh wanita seperti ini kan?" "Sophia, selama ini aku bertahan karena aku mengira kau tidak mengingatku. Aku takut kau memaksakan diri mengingatku dan itu akan menyakitimu. Tapi ternyata kau sudah mengingatku, jadi aku tidak akan menahan diriku lagi," seru Rafael kukuh.Jantung Sophia sendiri sudah berdebar tidak beraturan sampai napas Sophia tersengal. "Kau gila, Rafael! Aku tidak mengerti dan lepaskan aku!" Sophia menghentakkan dirinya dengan kuat s
Jackson melotot marah pada Gemma yang bisa-bisanya mengeluarkan desahannya. Jackson pun menutup mulut Gemma erat-erat sampai Gemma kesulitan bernapas dan memukul tangan Jackson.Keduanya bertatapan kesal, sebelum akhirnya Jackson kembali harus menghadapi Sophia di telepon."Jackson, kau masih di sana kan?" tanya Sophia yang tidak kunjung mendapat jawaban dari suaminya. "Ah, iya, aku masih di sini, Sayang," sahut Jackson yang akhirnya kembali melepaskan dirinya dari Gemma saking kesalnya. "Kau ... ada di mana dan sedang bersama siapa, Jackson?" ulang Sophia dengan suara yang bergetar. Sophia bersumpah ia mendengar suara wanita yang sedang mendesah sampai perasaan Sophia mendadak tidak karuan. "Apa kau bersama wanita, Jackson? Maksudku ... aku mendengar ...." Sophia sedikit panik, bahkan tangannya juga gemetar sekarang dan tatapannya goyah. Namun, Jackson selalu bisa mengatasi situasi dengan begitu baik. Jackson sendiri sudah melangkah menjauh dari Gemma dan mencoba untuk menenang
"Mmpphh, apa yang kau lakukan?" pekik Sophia sambil mendorong dada Rafael sampai bibir mereka terlepas sejenak. Namun, Rafael malah memeluk pinggang Sophia mendekat sampai tubuh mereka menempel dan Rafael pun berbicara di depan wajah wanita itu. "Kau mungkin bisa melupakanku atau berpura-pura melupakanku, tapi aku akan pastikan kau mengingat sentuhanku, Sophia Lewis," bisik Rafael, sebelum ia kembali membungkam bibir Sophia dan memagutnya dalam. Sophia menolaknya. Tentu saja Sophia menolaknya dan Sophia terus mendorong dada Rafael, walaupun pria itu sekeras batu. Malahan satu tangan Rafael memeluk pinggang Sophia makin erat dan satu tangan lainnya menahan tengkuk Sophia. Rafael bohong. Pria itu bilang lengannya sakit dan seharusnya lengan pria itu memang masih sakit karena lengannya masih diperban. Tapi mengapa pria itu malah tetap kuat sampai Sophia tidak bisa melepaskan dirinya atau mungkin ... tidak ingin melepaskan dirinya. Sungguh, awalnya Sophia berusaha menutup rapat bibirn
"Maafkan aku, tapi aku benar-benar harus pulang, Pak Yoses. Tapi hari ini juga wakilku akan datang untuk membahas kelanjutan kerja sama ini. Sekali lagi aku minta maaf, Pak Yoses."Sophia benar-benar tidak mau berurusan dengan Rafael lagi dan Sophia memutuskan untuk berpamitan pada Pak Yoses begitu pagi hari itu. Sungguh, Sophia sama sekali tidak bisa tidur semalam sampai Sophia berharap hari cepat pagi agar ia bisa pulang. "Tidak masalah, Bu Sophia. Aku paham." "Terima kasih banyak, Pak Yoses, tapi aku akan pergi duluan sekarang." "Tidak mau sarapan dulu, Bu Sophia?" "Tidak perlu. Terima kasih. Permisi!" Dengan cepat, Sophia pun pergi dari kawasan resort sebelum ia melihat Rafael lagi dan Sophia pun bernapas lega saat mobilnya sudah melaju meninggalkan resort. Rafael sendiri yang masih belum tahu apa-apa masih nampak berbaring di ranjangnya pagi itu. Rafael tidak bisa tidur semalaman karena bayangan Sophia, rasa tubuh Sophia, dan aroma wanita itu masih tercium di sekitar Rafae
"Sophia! Sophia! Kau masih di sana?" Suara Sherly masih terus terdengar sampai akhirnya Sophia pun tersentak kaget. "Ah, iya, Sherly. Maafkan aku.""Tidak apa, Sophia. Jadi itu bukan kau? Kau tidak di sini?" Sophia menelan salivanya dan menenangkan tangannya yang masih gemetar tidak jelas. Sophia pun berusaha bersikap setenang mungkin. "Hmm, sepertinya kau salah orang, Sherly." "Ya ampun, maafkan aku kalau begitu, Sophia. Tadi itu persis sekali seperti Jackson, aku hanya tidak bisa melihat jelas wanitanya, tapi kupikir sudah pasti kau karena Jackson kan suamimu. Haha. Sekali lagi maafkan aku ya, Sophia. Tapi sudah lama sekali kita tidak bertemu. Bulan depan aku akan pulang, aku pastikan akan menghampirimu ya." "Ah, iya, Sherly. Sampai bertemu bulan depan dan sampaikan salamku pada suamimu juga." "Tentu, Sophia. Sampaikan salamku pada Jackson juga ya. Aku senang mendengar suaramu lagi, Sophia." "Ya, Sherly." Sophia terus memaksakan senyumnya walaupun hatinya langsung tidak jel
"Sophia, ada apa, Sayang? Kau baik-baik saja?" Jackson langsung keluar dari mobil begitu melihat Sophia membungkuk. Jackson menunjukkan kepeduliannya dan ia langsung memeluk Sophia. "Apa kau tidak enak badan, Sayang? Ayo kita masuk dulu." Jackson mengajak Sophia masuk ke ruang makan tanpa mempedulikan Gemma lagi dan Gemma hanya bisa mendengus kesal. Namun, Gemma memeluk dan menyapa Jenni seolah tidak terjadi apa-apa. Sophia sendiri masih gemetar saat duduk di kursinya, tapi Jackson langsung memberinya minum. "Ada apa, Sayang? Kau kenapa?" "Tidak apa, Jackson. Tidak apa. Aku hanya senang kau pulang dan sepertinya maagku kumat barusan," dusta Sophia. "Benarkah itu? Kau mau aku membelikan obat untukmu?" "Tidak! Tidak perlu. Aku baik-baik saja." "Ah, baiklah. Aku akan menemanimu di sini saja." Jackson menemani Sophia dan menceritakan apa saja yang ia lakukan di luar negeri. Tentu saja tidak semua ceritanya benar karena Jackson menutup rapat kebersamaannya dengan Gemma. Sophia s