"Sophia, ada apa, Sayang? Kau baik-baik saja?" Jackson langsung keluar dari mobil begitu melihat Sophia membungkuk. Jackson menunjukkan kepeduliannya dan ia langsung memeluk Sophia. "Apa kau tidak enak badan, Sayang? Ayo kita masuk dulu." Jackson mengajak Sophia masuk ke ruang makan tanpa mempedulikan Gemma lagi dan Gemma hanya bisa mendengus kesal. Namun, Gemma memeluk dan menyapa Jenni seolah tidak terjadi apa-apa. Sophia sendiri masih gemetar saat duduk di kursinya, tapi Jackson langsung memberinya minum. "Ada apa, Sayang? Kau kenapa?" "Tidak apa, Jackson. Tidak apa. Aku hanya senang kau pulang dan sepertinya maagku kumat barusan," dusta Sophia. "Benarkah itu? Kau mau aku membelikan obat untukmu?" "Tidak! Tidak perlu. Aku baik-baik saja." "Ah, baiklah. Aku akan menemanimu di sini saja." Jackson menemani Sophia dan menceritakan apa saja yang ia lakukan di luar negeri. Tentu saja tidak semua ceritanya benar karena Jackson menutup rapat kebersamaannya dengan Gemma. Sophia s
Jantung Sophia masih memacu tidak karuan mendengar ajakan Rafael, tapi Sophia sudah bertekad menjauhi pria itu dan semua tentangnya. "Kau gila, Rafael! Kau pikir aku mau pergi denganmu? Tidak akan!" "Kau akan pergi denganku, Sophia!" "Tidak! Jadi jangan gila! Aku tidak punya hubungan apa pun denganmu dan jangan meneleponku lagi!" "Kalau kau tidak mau ikut denganku, aku terpaksa akan mencari ayahmu dan membuat keributan lagi di rumahmu, Sophia. Bagaimana?" Sophia membelalak mendengarnya. "Kau mengancamku, Rafael? Kau benar-benar brengsek! Sebenarnya apa yang kau mau dariku, hah?" "Kau akan tahu nanti setelah aku menjemputmu, Sophia." "Aku tidak akan pergi denganmu, Rafael. Jadi tidak perlu repot-repot ke sini dan ...." Belum sempat Sophia menyelesaikan ucapannya, tapi Rafael sudah menyelanya "Aku akan tiba dalam dua puluh menit, jadi bersiaplah!" Blep!Rafael langsung menutup teleponnya tanpa menunggu jawaban Sophia sampai Sophia pun menganga kesal. "Dasar sinting! Dasar pri
Hancur! Perasaan pertama yang Sophia rasakan saat melihat Jackson dan Gemma berciuman adalah hancur berkeping-keping. Seolah hatinya adalah kepingan yang rapuh dan detik ini, kepingan itu hancur menjadi serpihan kecil. Air mata Sophia langsung meleleh dan tubuhnya gemetar hebat. Giginya gemerutuk dan rasa dingin seketika menjalar di tubuh Sophia. Jackson, suaminya yang pernah sangat ia cintai, dan Gemma, adik angkatnya yang selama ini selalu ia cintai layaknya adik kandungnya. Bahkan, sedetik pun Sophia tidak pernah menganggap Gemma sebagai adik angkat, walaupun saat orang tuanya mengangkat Gemma, Sophia sudah cukup besar untuk mengerti segalanya. Sungguh, sekalipun ada banyak bukti samar yang pernah Sophia lihat dan dapatkan tentang perselingkuhan Jackson dan Gemma, Sophia masih terus berusaha untuk positif. Tapi bagaimana ia bisa positif lagi setelah melihat semuanya dengan begitu jelas saat ini. Sophia tidak bisa menjelaskan perasaannya sampai Sophia hanya bisa menatap scene i
Sophia tahu apa yang ia lakukan. Ya, walaupun Sophia sudah setengah mabuk, tapi Sophia yakin ia masih sangat sadar dan secara sadar juga, ia mencium Rafael, sebuah ciuman panjang yang penuh kerinduan. Dan entah mengapa, mencium Rafael membuat Sophia benar-benar terhanyut hingga Sophia menginginkannya terus. Malahan, Sophia yang terus mendesak Rafael dan menangkup wajah pria itu. "Sophia ...," bisik Rafael saat bibir Sophia terus mendesaknya. "Aku mau melupakan segalanya, Rafael. Aku mau melupakan segalanya," sahut Sophia dengan napas yang berbau alkohol, tapi entah mengapa aroma alkohol yang manis dan memabukkan itu membuat hasrat Rafael pun menggila. Apalagi tubuh Sophia begitu lemas dan menempel erat di tubuh Rafael, seolah pasrah dan menyerahkan dirinya. "Bawa aku ke kamar, Rafael. Bawa aku ...," bisik Sophia lagi. Rafael yang mengira Sophia sudah benar-benar mabuk pun melepaskan tautan bibir wanita itu. "Sophia, kau sudah mabuk, Sayang." "Aku tidak mabuk, Rafael. Bawa aku
Dering ponsel mengejutkan Sophia pagi itu. Sontak Sophia membuka matanya dan ia mengernyit melihat cahaya matahari yang sudah menyusup dari celah jendelanya.Perlahan Sophia pun bergerak dan ternyata Rafael benar-benar masih memeluknya hingga pagi. Sophia pun hanya menatap wajah tampan itu seperti dulu saat mereka masih suami istri, sebelum Sophia tersenyum simpul. Sungguh, bangun di pelukan Rafael seperti dulu rasanya bahkan lebih melegakan dibanding bangun di pelukan Jackson. Entah sejak kapan Sophia merasakannya, tapi ya, hati Sophia tidak bisa berbohong. Sophia pun masih menatap wajah tampan itu saat ponselnya kembali berdering dan Sophia pun segera mencari sumber suara itu."Ya ampun, apa itu ponselku? Mana ponselku? Ck, kepalaku masih pusing," gumam Sophia yang perlahan turun dari ranjang dan terus mencari ponselnya. Hingga akhirnya Sophia pun menemukan ponselnya yang berada di kantong celana Rafael. Memang Sophia tidak membawa tas tangan dan apa pun, selain ponsel di tangann
"Ibu tidak mengerti, Sophia. Sama sekali tidak mengerti. Sebenarnya apa yang dokter itu katakan? Apa maksudnya dengan obat ilegal yang bisa memperberat kerja jantung?""Obat itu adalah obat yang diberikan oleh Gemma. Ayahmu sudah menghabiskan beberapa botol. Ayahmu mulai meminumnya sejak kau hilang dan sampai sekarang sudah habis dua botol obat." "Katakan, Sophia! Apa yang salah? Mana mungkin obatnya ilegal? Ibu ... Ibu tidak pernah memeriksa tentang obat itu karena Ibu percaya pada Gemma. Gemma dan Jackson sudah memeriksa obatnya dan semuanya benar. Apa yang dokter itu katakan? Apa itu salah kita yang memberinya obat sampai ayahmu menjadi seperti ini?" Jenni tidak berhenti bicara dengan air mata yang terburai. Suaranya sudah sesenggukan dan bergetar, seperti tubuh Jenni yang juga gemetar. Tangan Jenni dingin dan Jenni sangat panik sampai ia hampir sesak napas. Namun, Sophia hanya mematung di hadapan Jenni, melihat bagaimana Jenni terus menangis sambil terus berbicara membuat dada
Proyek fiktif yang dikepalai langsung oleh Jackson. Rasanya kepala Sophia langsung berputar mendengarnya. Belum habis rasa syok Sophia karena perselingkuhan Jackson, karena ayahnya kolaps, dan sekarang proyek fiktif. Mengapa takdir begitu tega padanya sampai Sophia harus mengetahui semuanya beruntun seperti ini. Mungkin, kalau Sophia mempunyai sakit jantung, Sophia akan meninggal seketika. Air mata Sophia pun kembali mengalir deras sampai Sophia tidak bisa bicara lagi dan langsung tergagap. "Sophia, kau kenapa? Sophia?" Rafael benar-benar cemas dan memeluk Sophia yang tubuhnya sangat lemas itu. Jenni sendiri yang tadinya masih mencoba menelepon Gemma pun akhirnya berhenti mencoba karena melihat Sophia yang oleng. "Ada apa, Sophia? Ada apa, Nak? Siapa yang menelepon? Kantor? Ada apa, Sophia?" seru Jenni yang ikut cemas. Namun, Sophia hanya menggeleng dengan sambungan telepon yang belum putus, tapi tangan Sophia sudah gemetar memegang ponselnya. "Onad, Yola, apa yang kalian laku
"Kalau memang terbukti, kita bisa menempuh jalur hukum, Bu Sophia." Sophia segera menemui pengacara sore itu untuk menanyakan kemungkinan jalur hukum yang bisa ditempuh untuk para koruptor dan pencuri. Tentu saja Sophia masih menyimpan rasa tidak tega di hatinya. Apalagi setiap mengingat kenangan bersama Jackson dan Gemma, rasanya benar-benar mengiris hati Sophia. Karena itu, Sophia masih menyimpan nama pelakunya dan hanya sekedar berkonsultasi pada pengacara keluarga sekaligus pengacara perusahaan itu.Namun, Sophia sadar ia harus bertindak cepat karena ia sudah tertinggal jauh. Jackson dan Gemma sudah bergerak duluan untuk mencuri di perusahaan dan entah mereka sudah memulainya sejak kapan. "Kami ... akan mencari buktinya dulu, Pak. Tapi kalau memang terbukti, aku mau semuanya diproses secara hukum." "Tentu saja, Bu Sophia." Sophia mengangguk. "Lalu boleh aku tanya satu hal, Pak Pengacara?" tanya Sophia ragu. "Silakan, Bu Sophia." "Ayahku sedang sakit di rumah sakit." "Ah, a