Sophia tahu apa yang ia lakukan. Ya, walaupun Sophia sudah setengah mabuk, tapi Sophia yakin ia masih sangat sadar dan secara sadar juga, ia mencium Rafael, sebuah ciuman panjang yang penuh kerinduan. Dan entah mengapa, mencium Rafael membuat Sophia benar-benar terhanyut hingga Sophia menginginkannya terus. Malahan, Sophia yang terus mendesak Rafael dan menangkup wajah pria itu. "Sophia ...," bisik Rafael saat bibir Sophia terus mendesaknya. "Aku mau melupakan segalanya, Rafael. Aku mau melupakan segalanya," sahut Sophia dengan napas yang berbau alkohol, tapi entah mengapa aroma alkohol yang manis dan memabukkan itu membuat hasrat Rafael pun menggila. Apalagi tubuh Sophia begitu lemas dan menempel erat di tubuh Rafael, seolah pasrah dan menyerahkan dirinya. "Bawa aku ke kamar, Rafael. Bawa aku ...," bisik Sophia lagi. Rafael yang mengira Sophia sudah benar-benar mabuk pun melepaskan tautan bibir wanita itu. "Sophia, kau sudah mabuk, Sayang." "Aku tidak mabuk, Rafael. Bawa aku
Dering ponsel mengejutkan Sophia pagi itu. Sontak Sophia membuka matanya dan ia mengernyit melihat cahaya matahari yang sudah menyusup dari celah jendelanya.Perlahan Sophia pun bergerak dan ternyata Rafael benar-benar masih memeluknya hingga pagi. Sophia pun hanya menatap wajah tampan itu seperti dulu saat mereka masih suami istri, sebelum Sophia tersenyum simpul. Sungguh, bangun di pelukan Rafael seperti dulu rasanya bahkan lebih melegakan dibanding bangun di pelukan Jackson. Entah sejak kapan Sophia merasakannya, tapi ya, hati Sophia tidak bisa berbohong. Sophia pun masih menatap wajah tampan itu saat ponselnya kembali berdering dan Sophia pun segera mencari sumber suara itu."Ya ampun, apa itu ponselku? Mana ponselku? Ck, kepalaku masih pusing," gumam Sophia yang perlahan turun dari ranjang dan terus mencari ponselnya. Hingga akhirnya Sophia pun menemukan ponselnya yang berada di kantong celana Rafael. Memang Sophia tidak membawa tas tangan dan apa pun, selain ponsel di tangann
"Ibu tidak mengerti, Sophia. Sama sekali tidak mengerti. Sebenarnya apa yang dokter itu katakan? Apa maksudnya dengan obat ilegal yang bisa memperberat kerja jantung?""Obat itu adalah obat yang diberikan oleh Gemma. Ayahmu sudah menghabiskan beberapa botol. Ayahmu mulai meminumnya sejak kau hilang dan sampai sekarang sudah habis dua botol obat." "Katakan, Sophia! Apa yang salah? Mana mungkin obatnya ilegal? Ibu ... Ibu tidak pernah memeriksa tentang obat itu karena Ibu percaya pada Gemma. Gemma dan Jackson sudah memeriksa obatnya dan semuanya benar. Apa yang dokter itu katakan? Apa itu salah kita yang memberinya obat sampai ayahmu menjadi seperti ini?" Jenni tidak berhenti bicara dengan air mata yang terburai. Suaranya sudah sesenggukan dan bergetar, seperti tubuh Jenni yang juga gemetar. Tangan Jenni dingin dan Jenni sangat panik sampai ia hampir sesak napas. Namun, Sophia hanya mematung di hadapan Jenni, melihat bagaimana Jenni terus menangis sambil terus berbicara membuat dada
Proyek fiktif yang dikepalai langsung oleh Jackson. Rasanya kepala Sophia langsung berputar mendengarnya. Belum habis rasa syok Sophia karena perselingkuhan Jackson, karena ayahnya kolaps, dan sekarang proyek fiktif. Mengapa takdir begitu tega padanya sampai Sophia harus mengetahui semuanya beruntun seperti ini. Mungkin, kalau Sophia mempunyai sakit jantung, Sophia akan meninggal seketika. Air mata Sophia pun kembali mengalir deras sampai Sophia tidak bisa bicara lagi dan langsung tergagap. "Sophia, kau kenapa? Sophia?" Rafael benar-benar cemas dan memeluk Sophia yang tubuhnya sangat lemas itu. Jenni sendiri yang tadinya masih mencoba menelepon Gemma pun akhirnya berhenti mencoba karena melihat Sophia yang oleng. "Ada apa, Sophia? Ada apa, Nak? Siapa yang menelepon? Kantor? Ada apa, Sophia?" seru Jenni yang ikut cemas. Namun, Sophia hanya menggeleng dengan sambungan telepon yang belum putus, tapi tangan Sophia sudah gemetar memegang ponselnya. "Onad, Yola, apa yang kalian laku
"Kalau memang terbukti, kita bisa menempuh jalur hukum, Bu Sophia." Sophia segera menemui pengacara sore itu untuk menanyakan kemungkinan jalur hukum yang bisa ditempuh untuk para koruptor dan pencuri. Tentu saja Sophia masih menyimpan rasa tidak tega di hatinya. Apalagi setiap mengingat kenangan bersama Jackson dan Gemma, rasanya benar-benar mengiris hati Sophia. Karena itu, Sophia masih menyimpan nama pelakunya dan hanya sekedar berkonsultasi pada pengacara keluarga sekaligus pengacara perusahaan itu.Namun, Sophia sadar ia harus bertindak cepat karena ia sudah tertinggal jauh. Jackson dan Gemma sudah bergerak duluan untuk mencuri di perusahaan dan entah mereka sudah memulainya sejak kapan. "Kami ... akan mencari buktinya dulu, Pak. Tapi kalau memang terbukti, aku mau semuanya diproses secara hukum." "Tentu saja, Bu Sophia." Sophia mengangguk. "Lalu boleh aku tanya satu hal, Pak Pengacara?" tanya Sophia ragu. "Silakan, Bu Sophia." "Ayahku sedang sakit di rumah sakit." "Ah, a
"Kau yakin dengan apa yang kau ingat, Sophia? Jackson berusaha membunuhmu?" tanya Rafael yang sudah begitu marah. Urat leher Rafael tercetak begitu jelas dan Rafael terus mengumpat mendengar cerita Sophia tentang malam itu. "Aku ingat dengan jelas, Rafael. Aku ingat semua kejadiannya sampai saat aku melihat pria itu. Hotman, pria yang mengaku sebagai ayahku tapi menjualku. Aku sempat melihat wajahnya sebelum aku pingsan. Lalu aku juga ingat semua yang terjadi saat aku tinggal bersama Hotman." Sophia kembali menceritakan semuanya pada Rafael dengan detail. Mulai dari kecelakaan sampai saat Sophia bertemu dengan Rafael. Dan Rafael pun tidak tahan lagi. Dengan emosional, Rafael langsung merengkuh Sophia ke dalam pelukannya dan tangan Rafael pun terkepal. "Jangan menyuruhku sabar lagi, Sophia. Jangan menahanku atau apa pun, karena saat ini, kalau aku bertemu dengan Jackson, mungkin aku bisa membunuhnya dengan tanganku sendiri, Sophia!" Sophia menggeleng mendengarnya. "Tidak, Rafael!
Lewis masih merasa begitu lemah. Napasnya sangat sulit dan ia tidak punya tenaga sama sekali, bahkan untuk membuka matanya. Lewis tahu suster berjalan mondar-mandir di sekitarnya dan Lewis mendengar semua yang mereka katakan. Bahkan, saat tangannya disentuh dan saat keluarganya berbicara padanya, Lewis masih bisa menanggapinya tadi. Namun, Lewis merasa makin lemas dengan debar jantung yang seolah akan meledak. Lewis pun masih berbaring diam dengan sadar saat ia mendengar suara suster di sana, suara Gemma, dan suara Jackson. Ya, Lewis mengenali suara itu dan perasaan Lewis membuncah merasakan semua anggota keluarga yang sangat ia sayangi berkumpul untuknya. Lewis sendiri mulai berusaha mengumpulkan kekuatan untuk membuka matanya dan menyapa mereka saat mendadak suara Gemma terdengar dan Gemma mengatakan sesuatu yang Lewis sama sekali tidak mengerti. Tentang obat jantung yang bisa membunuh Lewis. Semakin Lewis mendengarkan, debar jantung Lewis makin bergejolak dan napasnya makin te
"Aarrgghh!" Suara teriakan Sophia benar-benar terdengar melengking memecah kesunyian subuh itu. Napas Sophia tersengal dan tubuh Sophia terhuyung ke belakang melihat sosok yang sama sekali tidak disangkanya itu. Hotman! Pria itu Hotman, pria yang menyelamatkan Sophia dan menjual Sophia demi melunasi hutangnya. Sungguh, Sophia sampai tidak tahu harus berkata apa saat ini. Wajah mengerikan pria itu menjadi makin mengerikan karena ada bekas luka di mana-mana, di wajah dan di lehernya. Bekas di lehernya terlihat memanjang dan membengkak, seperti bekas luka yang sudah menjadi keloid parah. Sungguh, dulu Hotman tidak seperti ini, tapi Sophia masih bisa mengingat jelas wajah pria itu. "Kau ... kau ...," lirih Sophia dengan suaranya yang gemetar. Hotman masih tidak bicara dan hanya tersenyum, tapi saat Hotman mulai melangkah mendekat, Sophia pun kembali mundur sampai ia tersandung dan duduk di lantai. "Akhh!" Rafael yang mendengar teriakan Sophia pun langsung berlari kencang. Tadiny