"Sekali lagi maafkan aku, Rafael," seru Alba saat ia dan Rafael sudah masuk ke kamar mereka di rumahnya. Mereka tidak banyak bicara sepanjang perjalanan pulang karena rasanya masih canggung membahas tentang kemarin malam lagi. "Itu sudah terjadi, Alba! Minta maaf juga percuma. Yang perlu kau ingat adalah lain kali jangan terlalu menanggapi klien pria secara berlebihan." "Aku tidak merasa berlebihan, Rafael." "Itu menurutmu! Aku pria, Alba, dan kalau kau terus menuruti aku, akan ada banyak pikiran di otakku. Kau tahu pria itu mempunyai hasrat yang jauh lebih tinggi dibanding wanita kan? Bayangkan saja kalau aku tidak mencarimu kemarin, kau pasti sekarang sudah ...." Alba menunduk malu. Rafael pun terdiam sejenak sebelum ia mengembuskan napas panjangnya. "Sudahlah! Tidak usah dibahas lagi, Alba. Yang sudah berlalu ya sudah, sekarang mari kita pikirkan bagaimana cara menyelesaikannya saja," imbuh Rafael lagi. Alba pun masih merasa bersalah, tapi ia juga canggung. Bahkan, saat meli
"Kami meminta maaf yang sebesar-besarnya pada semuanya, Pak Robert dan Pak Rafael."Tuan dan Nyonya Yamada mendadak mengunjungi Williams Grup pagi itu sampai Robert pun buru-buru ikut datang ke kantor. Tuan dan Nyonya Yamada pun meminta maaf atas apa yang dilakukan oleh Kenji pada Alba. "Walaupun Kenji terus bersikeras dia tidak salah, tapi kami sangat memahami anak kami. Kejadian serupa pernah terjadi di Jepang. Kami kira dia sudah berubah. Sekali lagi maafkan kami!" Tuan dan Nyonya Yamada menunduk sampai begitu rendah. Semua orang yang melihatnya sampai sungkan sendiri. "Ah, tidak apa, Tuan Yamada. Yang penting semuanya sudah selesai," seru Robert bijak. "Tapi kami masih terlalu malu. Sekali lagi maafkan kami. Tidak perlu mengurus tuntutan itu karena kami sudah mengurusnya dan mengirimkan Kenji kembali ke Jepang. Sekali lagi kami minta maaf lagi!" Tuan dan Nyonya Yamada menunduk lagi dengan sangat tulus. "Sudah, Tuan dan Nyonya Yamada. Kami baik-baik saja. Maafkan Rafael juga
Rafael sudah berusaha keras menahan hasratnya selama beberapa hari ini. Sejak menikmati istri kontraknya, tidak dapat dipungkiri, hasrat Rafael terus bangkit. Namun, Rafael tahu untuk yang pertama kalinya pasti sangat tidak nyaman bagi Alba. Mungkin akan bengkak, mungkin akan perih, mungkin akan cidera, entahlah, Rafael juga tidak pernah membahasnya. Sungguh, kalau bukan karena tangan Alba mendadak memegangi tangan Rafael yang sudah memegang celananya, Rafael pasti benar-benar membuka celananya yang sudah sesak karena sesuatu di dalam sana sudah memberontak minta dipuaskan. "Aku serius, Alba. Kalau kau sudah tidak sakit, kita sudah bisa melakukannya lagi kan?" goda Rafael yang saat ini sudah menundukkan wajahnya mendekati wajah Alba. Alba menahan napasnya sejenak, apalagi saat wajah Rafael sudah begitu dekat dengan wajahnya. "Rafael ...." Rafael tidak menjawabnya, tapi malah langsung membungkam bibir Alba dengan bibirnya. Awalnya kedua bibir itu hanya menempel, tapi saat Alba ti
"Kau yakin kau sudah baik-baik saja, Alba?"Rafael terus melirik Alba saat ia sudah melajukan mobilnya lagi ke menuju ke resort. Mereka sempat pergi ke minimarket dan Alba beristirahat di sana sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. "Aku baik-baik saja, Rafael," jawab Alba yang wajahnya masih sangat pucat. "Baiklah, kalau kau sudah baik-baik saja, kau sudah bisa bercerita kan apa yang terjadi tadi? Mengapa mendadak kau melakukannya? Aku benar-benar terkejut dan kita bisa saja menabrak mobil lain, Alba." Rafael sempat marah tadi, tapi melihat Alba yang lemas dan pucat, alih-alih makin marah, Rafael malah mendadak panik. "Maafkan aku, Rafael. Aku juga tidak tahu apa yang terjadi, aku hanya tiba-tiba pusing dan mengira truck itu akan menabrak mobil kita, karena itu aku ... aku langsung refleks melakukannya." "Itu berbahaya, Alba!" "Aku tahu! Maafkan aku lagi, Rafael!" "Ya, tidak apa. Tapi begini saja, lebih baik kau tidur dulu saja karena perjalanan ke puncak masih lumayan lama. I
"Mendadak kau manja sekali hari ini, Alba." Alba yang sudah duduk di ranjang malam itu pun terlihat salah tingkah mendengar ucapan Rafael. "Aku? Tidak, aku tidak manja." "Kau terus menempel padaku sampai aku susah bergerak, apanya yang tidak manja? Untung saja kita tidak sedang berkerja, karena itu, aku mengijinkanmu menempel padaku. Kalau kita sedang bekerja, pasti aku sudah naik darah." Alba mendadak tidak terima mendengarnya. "Hmm, kalau Louisa yang mendekatimu apa kau lebih suka?" Rafael memicingkan mata mendengarnya. "Apa hubungannya dengan Louisa? Mengapa tiba-tiba kau membahasnya?" Alba mengembuskan napas kesalnya. "Sejak tadi dia tidak berhenti mendekatimu sampai aku kesal melihatnya. Padahal kau sudah punya istri, mengapa dia tidak punya harga diri sebagai wanita?" omel Alba sewot. Rafael pun terdiam sejenak sebelum ia mengulum senyumnya. Beberapa hari yang lalu, pasti Rafael sudah marah melihat sikap Alba yang seperti ini, tapi sekarang, alih-alih marah, mendadak Rafa
"Mengapa saat sedang berlibur, hari itu terasa begitu cepat?" keluh Yola saat ia sedang bersantai bersama Alba. "Mungkin karena isinya hanya bersenang-senang tanpa stres, Yola." "Kau benar, Alba! Semuanya senang, hanya satu yang stres," sahut Yola sambil mengedikkan kepalanya ke arah Louisa yang masih duduk nan jauh di sana dan Alba pun hanya bisa mengulum senyum melihatnya. Louisa sendiri yang masih duduk di tempat yang jauh dari Alba nampak juga sedang menatap Alba dengan rasa kesal yang luar biasa karena sampai hari terakhir liburan, ia tidak bisa mendekati Rafael. Alba bukan hanya menghalanginya, tapi Alba bahkan mulai melakukan perlawanan. Setelah waktu itu Louisa gagal mempertontonkan dirinya pada Rafael di pemandian air panas, Louisa pun kembali mencoba memakai baju minim kurang bahan untuk menggoda Rafael pada malam harinya, tapi dengan kurang ajar, Alba langsung menutup tubuh Louisa dengan jaket besar milik Onad. "Kau bisa masuk angin kalau semua serba terbuka seperti in
"Akhh!" Teriakan Bella dan Alba mendadak membuat semua orang menoleh kaget. Mereka pun langsung membelalak melihat bagaimana Alba memeluk Bella dan mereka terguling jatuh ke bawah dengan posisi yang tidak beraturan dan menyakitkan.Kejadian itu berlangsung begitu cepat, tapi napas semua orang hampir saja berhenti melihatnya. Onad dan Yola yang berdiri di bawah tangga begitu syok sampai mereka hanya bisa berteriak tanpa bergerak, sedangkan refleks Rafael adalah yang paling cepat. "Alba! Bella!" Rafael segera berlari menghampiri Bella dan Alba yang sudah jatuh ke tanah, barulah yang lain ikut menghampiri dan melihat mereka."Alba, Bella, apa yang terjadi? Kalian tidak apa?" Rafael sudah berjongkok untuk membantu Bella berdiri. Bella terlihat sedikit pusing dan oleng, tapi Bella masih bisa berdiri dengan tegak. "Sakit," sahut Bella yang terus memegangi kepala dan kakinya sambil mulai menangis. Thomas pun buru-buru memeluk anak bungsunya itu. Alba sendiri masih tetap sadar, tapi Alb
Beberapa hari berlalu sejak kejadian di resort dan aktivitas semua orang pun kembali normal. Louisa benar-benar sudah tidak pernah datang lagi ke rumah maupun saling menelepon dengan Ivana. Tentu saja sebenarnya Louisa mencoba menelepon sekutunya itu beberapa kali, tapi Ivana tidak pernah mau mengangkat teleponnya. Namun, Louisa juga terlalu malu untuk berkunjung ke rumah itu lagi. Sikap Ivana sendiri berangsur membaik pada Alba. Walaupun Ivana tidak biasa beramah tamah atau berbasa-basi menanyakan kabar Alba setiap hari, tapi Ivana sudah bisa tersenyum menatap Alba dan membiarkan Bella bersama Alba lebih sering daripada biasanya. Hubungan romantis antara Alba dan Rafael sendiri pun menjadi makin dalam walaupun gambaran yang muncul di kepala Alba mulai menggila dan tidak mau pergi. Seperti saat Alba kembali memimpikan scene kecelakaannya malam itu. "Tidak! Ada truk di sana! Tidak! Akhh!" Alba memekik keras sambil membuka matanya kaget saat ia mengalami mimpi yang sama selama tiga