Alba memulai harinya pagi itu dengan sakit kepala yang cukup menyiksa. Alba yang sudah mulai kembali bekerja itu pun sama sekali tidak bisa fokus dan ia terus gelisah tidak jelas, walaupun ia juga tidak berani menceritakan kegelisahannya pada siapa pun. "Apa yang sedang kau pikirkan, Alba?" tanya Yola yang sejak tadi melihat keanehan Alba. "Sepertinya sejak tadi dahimu berkerut dan kau terus bicara sendiri, apa kau mau menceritakannya padaku?" Alba mengerjapkan matanya menatap Yola. "Eh, itu ... tidak ada, Yola. Tidak ada apa-apa." "Lalu apa yang membuatmu gelisah, hah? Padahal semuanya baik-baik saja, kau sudah berhasil menyingkirkan Louisa, bahkan kau dan Bos Rafael juga sudah begitu mesra. Eh, tapi kupikir ada baiknya kau meminta pembatalan kontrak waktu itu. Kalian lebih cocok menjadi suami istri sungguhan daripada suami istri kontrak." "Sstt, suaramu terlalu keras, Yola. Tapi sebenarnya aku juga sudah berpikir begitu. Kami harus menyobek surat kontrak itu bersama," sahut Alba
Alba masih gelisah memikirkan nama yang begitu mengusik hatinya, Sophia dan Gemma. Alba pun mencoba mengingat-ngingat wajah wanita yang menyapanya tadi, tapi sungguh, sampai Alba berusaha sekuat tenaga pun, Alba tidak ingat siapa wanita itu. Mungkin memang Alba tidak pernah bertemu wanita itu sebelumnya atau bisa saja wanita itu hanya modus karena berniat menipu Alba saja. Untung saja Alba bisa segera pergi dengan alasan menerima telepon, tapi entah mengapa kedua nama itu seolah tersangkut dan tidak mau pergi. Rafael sendiri yang masih menyetir mobilnya pulang ke rumah pun terus melirik Alba yang sejak keluar dari supermarket hanya terus diam. "Kau kenapa, Alba? Apa yang kau pikirkan? Kau terus diam sejak tadi." Namun, Alba nampak tidak mendengar pertanyaan Rafael dan masih berpikir keras sampai Rafael pun mengernyit dan memanggil Alba lagi."Alba! Alba!" Sontak Alba tersentak dan menoleh. "Ya, Rafael? Kau memanggilku?" "Ya, aku bicara denganmu tapi kau malah melamun. Ada apa,
Rafael terbangun pagi itu dengan lengan yang pegal karena tidur sambil memeluk Alba semalaman, tapi Rafael tidak keberatan dan malah tersenyum. Sungguh, sebenarnya Rafael ingin kembali berolahraga pagi itu, tapi momen ini masih terlalu menyenangkan untuknya sampai Rafael pun akhirnya memeluk Alba makin erat. Alba sendiri yang dipeluk erat mendadak bergerak dan membuka matanya sampai Rafael kembali memejamkan mata berpura-pura tidur. Alba tersenyum karena mengira suaminya benar-benar tidur dan Alba pun mencium mesra pipi pria itu sambil terus membelainya. Ada rasa sayang yang begitu besar di hatinya sampai Alba mencium pipi Rafael beberapa kali sebelum ia kembali memeluknya. Rafael pun akhirnya tidak bisa menahan senyumannya. Bahkan, sampai saat mereka sudah duduk berdua di mobil pagi itu, Rafael masih terus tersenyum sambil menatap istri cantiknya. "Berhenti menatapku seperti itu, Rafael! Kau membuatku malu saja," omel Alba. "Hmm, pernahkah aku bilang kalau kau cantik, Alba?"Alb
Alba akhirnya membuka matanya hari itu dan untuk sesaat ia pun merasa bingung di mana dirinya berada. Dinding putih dan tirai serta bau obat yang menusuk membuat Alba akhirnya sadar kalau ia sedang berada di rumah sakit. "Alba, akhirnya kau sadar." Rafael langsung tersenyum cerah melihat Alba yang akhirnya sadar. Onad dan Yola pun begitu lega melihat Alba sadar. "Hmm, apa ini di rumah sakit? Apa yang terjadi, Rafael?" "Kau pingsan, Alba. Kau tidak ingat kalau kau pingsan tadi?"Rafael pun menjelaskan kejadian tadi pagi dan Alba pun terdiam, sejenak merasa seperti orang linglung, sebelum akhirnya ia mengingatnya. "Ah, ya, aku ingat, mendadak kepalaku sakit sekali dan semuanya terasa berputar," sahut Alba tanpa menceritakan tentang gambaran yang muncul di kepalanya karena ia tidak mau membuat semua orang cemas. "Untunglah semuanya masih stabil, Alba, tapi kau harus melakukan pemeriksaan menyeluruh." Alba mengernyit mendengarnya. "Pemeriksaan apa, Rafael? Aku tidak sakit, aku tidak
"Kau senang hari ini, Alba?" Rafael yang sudah di ranjangnya pun begitu sibuk memainkan rambut Alba yang sudah berbaring juga di sana. "Hmm, aku senang sekal, Rafael." "Kau mau ke mana lagi besok? Aku akan menemanimu.""Haha, benarkah kau mau menemaniku lagi? Kau tidak bekerja?""Aku serius, Alba. Aku akan menemanimu ke mana pun yang kau mau." Alba tersenyum senang dan mulai berpikir. "Hmm, besok aku mau ...." Alba masih berpikir sejenak sebelum mendadak ia teringat kalau Rafael ada rapat penting besok. "Eh, besok tidak bisa. Kau kan ada pertemuan dengan rekan bisnis yang baru, kau bilang pertemuan ini sangat penting kan?" Rafael pun mengerjapkan matanya sejenak sebelum ia tersadar dan memeriksa ponselnya. "Sebentar, Alba. Oh, sial, kau benar! Aku sampai tidak melihat ponselku sejak tadi. Onad meneleponku dan mengirimiku pesan tentang pertemuan besok."Rafael yang terlalu antusias memang sengaja mematikan dering ponselnya. Ia sudah berpesan pada Onad untuk menangani semuanya kar
"Ayah dengar kau akan bertemu dengan wakil Lewis Group hari ini, Rafael." Semua anggota keluarga sudah berkumpul untuk sarapan di ruang makan pagi itu dan Alba pun sudah begitu asik menemani Bella makan. Thomas sendiri nampak mengobrol santai dengan Rafael di sela-sela sarapan pagi mereka. "Benar, Ayah. Namanya Pak Jackson. Setelah jam makan siang nanti, dia akan berkunjung ke perusahaan." Thomas mengangguk mendengarnya. "Ini kemajuan pesat, Rafael. Lewis Group adalah perusahaan yang hebat, Ayah berharap kerja sama ini bisa terjalin dengan baik." "Aku juga berharap begitu, Ayah." "Hmm, tapi apa Alba sudah baikan? Ayah dengar kemarin kau sakit." "Aku tidak apa, Ayah. Hanya pusing sedikit saja, aku sudah sehat sekarang.""Syukurlah kalau begitu!" Thomas kembali mengangguk dan tersenyum. Sejak mereka kembali dari liburan dan sejak Ivana mulai membuka diri untuk hubungan Rafael dan Alba, semua terasa lebih indah.Walaupun tetap saja hubungan antara Rafael, Ivana, dan Alba belum bena
Alba masih tersenyum di posisinya berdiri saat menyapa Rafael dan Jackson di sana. Namun, senyum Alba sempat memudar saat melihat pria yang bernama Jackson itu, seolah Alba pernah mengenalnya sebelumnya. Seorang pria yang sangat tampan dengan tatapan mata yang familiar. Pria itu sama gagah dengan Rafael dan membuat jantung Alba yang tadinya sudah berdebar kencang pun menjadi berdebar makin tidak karuan. Tapi Alba pun mencoba menenangkan dirinya dan kembali tersenyum. Sedangkan Jackson sendiri yang melihat Alba, sudah membelalak dengan jantung yang berdebar kencang. Itu Sophia, istrinya yang belum kembali sampai sekarang. Sophia masih hidup dan saat ini Sophia berdiri tepat di hadapan Jackson. "S-Sophia!" lirih Jackson. Asisten Jackson sendiri pun sampai ikut mematung melihat Sophia di sana. Sedangkan Rafael dan Alba yang belum mendengarnya pun masih tersenyum. Rafael menghampiri Alba dan memeluk pinggangnya lalu membawa Alba mendekati Jackson. "Perkenalkan ini Alba istriku." R
"Apa? Kau bertemu dengan siapa, Kak Jackson?" Gemma memekik kaget saat Jackson kembali ke kantor dan memberitahunya tentang ia yang bertemu dengan wanita yang mirip Sophia. Sejak hilangnya Sophia dan Lewis sakit-sakitan, Jackson dan Gemma memang dipercaya mengendalikan perusahaan dan mereka selalu bekerja bersama. "Kau sudah mendengarku kan, Gemma? Aku bertemu dengan wanita yang mirip dengan Sophia, tapi dia bukan Sophia. Namanya Alba dan dia adalah istri dari Rafael Williams." Gemma masih menatap tidak percaya pada kakak iparnya itu. "Sulit kupercaya bisa ada dua orang yang sama persis, tapi mereka adalah orang yang berbeda." "Tapi itu kenyataannya dan akhirnya aku melihatnya.""Ya, kau ingat waktu itu Yessi juga bertemu dengan wanita yang mirip Kak Sophia kan? Mungkin saja wanita yang Yessi lihat waktu itu adalah Alba ini, tidak mungkin kan begitu banyak orang yang mirip dengan kakakku." Saat Yessi menelepon waktu itu, Gemma sedang makan malam dengan seorang pria dan pria itu