"Akhh!" Teriakan Bella dan Alba mendadak membuat semua orang menoleh kaget. Mereka pun langsung membelalak melihat bagaimana Alba memeluk Bella dan mereka terguling jatuh ke bawah dengan posisi yang tidak beraturan dan menyakitkan.Kejadian itu berlangsung begitu cepat, tapi napas semua orang hampir saja berhenti melihatnya. Onad dan Yola yang berdiri di bawah tangga begitu syok sampai mereka hanya bisa berteriak tanpa bergerak, sedangkan refleks Rafael adalah yang paling cepat. "Alba! Bella!" Rafael segera berlari menghampiri Bella dan Alba yang sudah jatuh ke tanah, barulah yang lain ikut menghampiri dan melihat mereka."Alba, Bella, apa yang terjadi? Kalian tidak apa?" Rafael sudah berjongkok untuk membantu Bella berdiri. Bella terlihat sedikit pusing dan oleng, tapi Bella masih bisa berdiri dengan tegak. "Sakit," sahut Bella yang terus memegangi kepala dan kakinya sambil mulai menangis. Thomas pun buru-buru memeluk anak bungsunya itu. Alba sendiri masih tetap sadar, tapi Alb
Beberapa hari berlalu sejak kejadian di resort dan aktivitas semua orang pun kembali normal. Louisa benar-benar sudah tidak pernah datang lagi ke rumah maupun saling menelepon dengan Ivana. Tentu saja sebenarnya Louisa mencoba menelepon sekutunya itu beberapa kali, tapi Ivana tidak pernah mau mengangkat teleponnya. Namun, Louisa juga terlalu malu untuk berkunjung ke rumah itu lagi. Sikap Ivana sendiri berangsur membaik pada Alba. Walaupun Ivana tidak biasa beramah tamah atau berbasa-basi menanyakan kabar Alba setiap hari, tapi Ivana sudah bisa tersenyum menatap Alba dan membiarkan Bella bersama Alba lebih sering daripada biasanya. Hubungan romantis antara Alba dan Rafael sendiri pun menjadi makin dalam walaupun gambaran yang muncul di kepala Alba mulai menggila dan tidak mau pergi. Seperti saat Alba kembali memimpikan scene kecelakaannya malam itu. "Tidak! Ada truk di sana! Tidak! Akhh!" Alba memekik keras sambil membuka matanya kaget saat ia mengalami mimpi yang sama selama tiga
Alba memulai harinya pagi itu dengan sakit kepala yang cukup menyiksa. Alba yang sudah mulai kembali bekerja itu pun sama sekali tidak bisa fokus dan ia terus gelisah tidak jelas, walaupun ia juga tidak berani menceritakan kegelisahannya pada siapa pun. "Apa yang sedang kau pikirkan, Alba?" tanya Yola yang sejak tadi melihat keanehan Alba. "Sepertinya sejak tadi dahimu berkerut dan kau terus bicara sendiri, apa kau mau menceritakannya padaku?" Alba mengerjapkan matanya menatap Yola. "Eh, itu ... tidak ada, Yola. Tidak ada apa-apa." "Lalu apa yang membuatmu gelisah, hah? Padahal semuanya baik-baik saja, kau sudah berhasil menyingkirkan Louisa, bahkan kau dan Bos Rafael juga sudah begitu mesra. Eh, tapi kupikir ada baiknya kau meminta pembatalan kontrak waktu itu. Kalian lebih cocok menjadi suami istri sungguhan daripada suami istri kontrak." "Sstt, suaramu terlalu keras, Yola. Tapi sebenarnya aku juga sudah berpikir begitu. Kami harus menyobek surat kontrak itu bersama," sahut Alba
Alba masih gelisah memikirkan nama yang begitu mengusik hatinya, Sophia dan Gemma. Alba pun mencoba mengingat-ngingat wajah wanita yang menyapanya tadi, tapi sungguh, sampai Alba berusaha sekuat tenaga pun, Alba tidak ingat siapa wanita itu. Mungkin memang Alba tidak pernah bertemu wanita itu sebelumnya atau bisa saja wanita itu hanya modus karena berniat menipu Alba saja. Untung saja Alba bisa segera pergi dengan alasan menerima telepon, tapi entah mengapa kedua nama itu seolah tersangkut dan tidak mau pergi. Rafael sendiri yang masih menyetir mobilnya pulang ke rumah pun terus melirik Alba yang sejak keluar dari supermarket hanya terus diam. "Kau kenapa, Alba? Apa yang kau pikirkan? Kau terus diam sejak tadi." Namun, Alba nampak tidak mendengar pertanyaan Rafael dan masih berpikir keras sampai Rafael pun mengernyit dan memanggil Alba lagi."Alba! Alba!" Sontak Alba tersentak dan menoleh. "Ya, Rafael? Kau memanggilku?" "Ya, aku bicara denganmu tapi kau malah melamun. Ada apa,
Rafael terbangun pagi itu dengan lengan yang pegal karena tidur sambil memeluk Alba semalaman, tapi Rafael tidak keberatan dan malah tersenyum. Sungguh, sebenarnya Rafael ingin kembali berolahraga pagi itu, tapi momen ini masih terlalu menyenangkan untuknya sampai Rafael pun akhirnya memeluk Alba makin erat. Alba sendiri yang dipeluk erat mendadak bergerak dan membuka matanya sampai Rafael kembali memejamkan mata berpura-pura tidur. Alba tersenyum karena mengira suaminya benar-benar tidur dan Alba pun mencium mesra pipi pria itu sambil terus membelainya. Ada rasa sayang yang begitu besar di hatinya sampai Alba mencium pipi Rafael beberapa kali sebelum ia kembali memeluknya. Rafael pun akhirnya tidak bisa menahan senyumannya. Bahkan, sampai saat mereka sudah duduk berdua di mobil pagi itu, Rafael masih terus tersenyum sambil menatap istri cantiknya. "Berhenti menatapku seperti itu, Rafael! Kau membuatku malu saja," omel Alba. "Hmm, pernahkah aku bilang kalau kau cantik, Alba?"Alb
Alba akhirnya membuka matanya hari itu dan untuk sesaat ia pun merasa bingung di mana dirinya berada. Dinding putih dan tirai serta bau obat yang menusuk membuat Alba akhirnya sadar kalau ia sedang berada di rumah sakit. "Alba, akhirnya kau sadar." Rafael langsung tersenyum cerah melihat Alba yang akhirnya sadar. Onad dan Yola pun begitu lega melihat Alba sadar. "Hmm, apa ini di rumah sakit? Apa yang terjadi, Rafael?" "Kau pingsan, Alba. Kau tidak ingat kalau kau pingsan tadi?"Rafael pun menjelaskan kejadian tadi pagi dan Alba pun terdiam, sejenak merasa seperti orang linglung, sebelum akhirnya ia mengingatnya. "Ah, ya, aku ingat, mendadak kepalaku sakit sekali dan semuanya terasa berputar," sahut Alba tanpa menceritakan tentang gambaran yang muncul di kepalanya karena ia tidak mau membuat semua orang cemas. "Untunglah semuanya masih stabil, Alba, tapi kau harus melakukan pemeriksaan menyeluruh." Alba mengernyit mendengarnya. "Pemeriksaan apa, Rafael? Aku tidak sakit, aku tidak
"Kau senang hari ini, Alba?" Rafael yang sudah di ranjangnya pun begitu sibuk memainkan rambut Alba yang sudah berbaring juga di sana. "Hmm, aku senang sekal, Rafael." "Kau mau ke mana lagi besok? Aku akan menemanimu.""Haha, benarkah kau mau menemaniku lagi? Kau tidak bekerja?""Aku serius, Alba. Aku akan menemanimu ke mana pun yang kau mau." Alba tersenyum senang dan mulai berpikir. "Hmm, besok aku mau ...." Alba masih berpikir sejenak sebelum mendadak ia teringat kalau Rafael ada rapat penting besok. "Eh, besok tidak bisa. Kau kan ada pertemuan dengan rekan bisnis yang baru, kau bilang pertemuan ini sangat penting kan?" Rafael pun mengerjapkan matanya sejenak sebelum ia tersadar dan memeriksa ponselnya. "Sebentar, Alba. Oh, sial, kau benar! Aku sampai tidak melihat ponselku sejak tadi. Onad meneleponku dan mengirimiku pesan tentang pertemuan besok."Rafael yang terlalu antusias memang sengaja mematikan dering ponselnya. Ia sudah berpesan pada Onad untuk menangani semuanya kar
"Ayah dengar kau akan bertemu dengan wakil Lewis Group hari ini, Rafael." Semua anggota keluarga sudah berkumpul untuk sarapan di ruang makan pagi itu dan Alba pun sudah begitu asik menemani Bella makan. Thomas sendiri nampak mengobrol santai dengan Rafael di sela-sela sarapan pagi mereka. "Benar, Ayah. Namanya Pak Jackson. Setelah jam makan siang nanti, dia akan berkunjung ke perusahaan." Thomas mengangguk mendengarnya. "Ini kemajuan pesat, Rafael. Lewis Group adalah perusahaan yang hebat, Ayah berharap kerja sama ini bisa terjalin dengan baik." "Aku juga berharap begitu, Ayah." "Hmm, tapi apa Alba sudah baikan? Ayah dengar kemarin kau sakit." "Aku tidak apa, Ayah. Hanya pusing sedikit saja, aku sudah sehat sekarang.""Syukurlah kalau begitu!" Thomas kembali mengangguk dan tersenyum. Sejak mereka kembali dari liburan dan sejak Ivana mulai membuka diri untuk hubungan Rafael dan Alba, semua terasa lebih indah.Walaupun tetap saja hubungan antara Rafael, Ivana, dan Alba belum bena