Share

Part. 8

"Lagi apa, Bang?"

"Punya mata, kan?"

"Iya, tahu lagi masak telor buat sarapan."

"Kalau tahu kenapa nanya?"

Kupejamkan mata sesaat. Sejak kutinggal tidur semalam Tuan Stevan menjadi semakin uring-uringan, entah setan apa yang merasukinya?

"Kok, cuma satu?"

Dia menoleh, lalu mengerutkan kening. "Kamu mau?"

"Enggak. Kalau dua, kan punya kamu." Aku nyengir, tapi dia sama sekali tak bergeming. Bibirnya hanya membentuk satu garis vertikal.

"Nggak lucu!"

"Ya, maaf. Nggak ngelawak juga."

"Kalau nggak ada urusan mending buruan ganti baju! Aku nggak suka nunggu."

"Lah, emangnya kita mau ke mana?"

"Ke rumah orang tuamu!"

Deg!

Oh, tidak. Ini tak boleh terjadi. Apa yang harus kukatakan pada Nyonya Intan bila tubuh kita kembali nanti?

"Jangan begitulah, Bang. Kita bisa bicarain semua ini baik-baik. Masa perkara nolak dipijitin aja mau dipulangkan?"

Terdengar suara napas berat yang diembuskan. Tuan Stevan mematikan kompor, lalu memutar tubuh ke arahku.

"Emangnya kamu nggak denger
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status