"Kalau begitu jangan berhenti."Dietrich membatu di tempat saat mendengar kalimat itu. Seluruh dunia seolah berguncang. Kalimat itu merupakan undangan secara tersirat atau justru terang-terangan?Natalie nyaris menggigit bibir malu. Gadis cantik itu tidak berpengalaman. Well, tidak terlalu. Namun, yang jelas, ini adalah kali pertamanya mengungkapkan sebuah persetujuan untuk melakukan hal itu.Jantung Nat berdebar-debar. Tubuhnya berubah menjadi panas sekaligus dingin. Sebuah sensasi yang selalu menderanya apabila berdekatan dengan Dietrich. Jika mereka tanpa sengaja menjadi terlalu dekat. Natalie menjilat bibirnya yang mendadak kering. Apakah ini sebuah kesalahan? Dietrich tampak sangat ... shock. Sepertinya bahkan lebih terkejut daripada saat melihat Natalie dipukul oleh Julien."Natalie ...." Dietrich menoleh. Wajahnya dipenuhi berbagai emosi sekaligus. "Kau baru saja mengalami sebuah kejadian yang teramat buruk. Ini bukan benar-benar keinginanmu."Natalie membuka mulut. Tercengang
Natalie memejamkan mata erat-erat ketika malam telah semakin pekat. Dietrich pergi ke ruangan lain untuk minum sampanye—lelaki itu tadinya mengajak Nat dan berkata bahwa alkohol bisa menenangkan sarafnya yang tegang. Akan tetapi, Natalie menolak.Gadis cantik itu berdiri di pinggiran jendela yang mengarah ke Place Vendôme. Ia telah berganti pakaian. Gaun yang tadi dipakainya sungguh tidak nyaman dikenakan, apalagi untuk tidur. Jadi, Natalie memilih untuk memakai bathrobe.Omong-omong, gadis cantik itu merasa malu. Malu sekali. Hari ini dia tidak bersikap seperti dirinya sendiri. Keinginan untuk terus didekap oleh Dietrich menjadi semakin tak tertahankan dan Natalie dengan begitu sembrononya justru meminta Dietrich untuk melakukan apa yang pria tampan itu inginkan.Namun, Dietrich menolak.Menolak!Natalie menghela napas panjang. Rasa malunya menjadi dua kali lipat sekarang dan saat ini yang ia inginkan hanya menghilang ditelan bumi.Mengapa tidak ada yang pernah memberikan peringatan
"Aahhh ... Dietrich." Natalie mulai membusungkan dadanya. Tubuhnya gemetar karena hasrat. Natalie agak bingung. Haruskah ia menyerahkan segala sesuatunya pada Dietrich atau menarik diri? Remasan tangan lelaki itu pada dadanya membuat Natalie tersentak. Ada badai yang mengumpul di bagian bawah perut ... dan itu membuat Nat menjadi khawatir. "J-Jangan ...."Dietrich kembali ke atas untuk membungkam keberatan Natalie dengan sebuah ciuman lain. Sebuah lumatan yang mampu membuat Natalie melemas dan gemetar penuh antisipasi."Nnggghh ... mmmhhh ... mhhh ...." Nat menggeliat tak tentu arah ketika remasan tangan Dietrich di dada berubah menjadi permainan di tunas-tunas merah mudanya.Mon Dieu. Natalie melayang ke langit ketujuh tepat pada saat Dietrich menggoda puncak payudaranya sekaligus memagut bibirnya. Ketika salah satu tangan Dietrich bergerak ke bawah untuk memainkan bagian terintim yang kini lembap, seluruh tubuh Natalie berkelojotan hebat. Perempuan cantik itu meledak dalam ledakan o
"Dia akan datang ke Paris pekan depan. Bisakah kau meluangkan waktu?"Natalie merasa luar biasa pening hari itu. Seperti dugaannya, salah satu klien besar yang merupakan selebriti pendatang baru membatalkan acara pernikahan. Kemudian, tubuhnya juga gagal total diajak bekerjasama—karena cuaca yang semakin dingin membuatnya lebih mudah sakit. Natalie terlalu terbiasa dengan iklim hangat Mediterania. Jadi, semenjak pindah sepenuhnya ke Paris, dia butuh pakaian berlapis.Ditambah lagi, yang satu ini.Nat mendongak dari berkas-berkas contoh dekorasi pernikahan yang dikirimkan oleh berbagai vendor. Gadis cantik tersebut melihat Chiara Brignone—sang sosialita tersohor dengan followers jutaan di Instagram—berdiri di ambang pintu ruangannya sembari membawa sebuah map berwarna merah muda.Natalie mengernyit. "Maaf? Dia siapa yang kau maksud?"Chiara Brignone melangkah masuk sembari memutar bola mata. "Salah satu calon suami yang telah kau setujui. Kau ingat yang ini?"Natalie meneguk ludah nerv
Natalie terdiam. "Paman Arthur ... bagaimana seseorang bisa baik-baik saja setelah dipukul? Putramu melakukan kekerasan padaku."Paman Arthur berdeham sekali lagi. "Pukulan Julien tidak mungkin keras. Dia bukan orang yang kasar pada wanita."Paman Anthony angkat bicara. "Jika pukulan itu tidak keras, maka Natalie tidak mungkin sampai terjatuh, dasar Bodoh!""Itu hanya kata-kata Dietrich untuk membela diri." Arthur membalas sengit. "Dietrich hanya berusaha membuat alibi untuk menutupi kesalahan menghajar putraku sampai Julien masuk rumah sakit!"Natalie memegangi kepalanya sendiri. Ia merasa pusing.Paman Axel menengahi. "Aku sudah meminta CCTV hotel untuk kita lihat kejadian yang sebenarnya bersama-sama. Laurent Raffray pada awalnya menolak. Akan tetapi, karena kasus ini melibatkan Presdir dari Patricia Royal Inn dan putri dari Princess Stéphanie, dia akhirnya mengizinkan. Kita akan melihat siapa yang benar dan siapa yang salah."Paman Axel meminta salah satu asisten pribadinya untuk
Di penghujung minggu, Natalie meringkuk di atas tempat tidur. Perempuan cantik itu baru saja terbangun dari sebuah mimpi yang buruk sekali. Mimpi itu melibatkan Dietrich Toussaint.Bayangan si pria tampan dengan mata tajam menawannya itu entah mengapa selalu menghantui. Natalie kenal betul siapa dia dan Nat tahu apa yang Dietrich sukai maupun tidak.Yang tidak Dietrich sukai adalah kebebasannya dirampas. Berkali-kali pria itu menegaskan bahwa dia tidak ingin menikah. Tidak ingin terikat. Memiliki istri dan keluarga sendiri adalah hal yang merepotkan karena Dietrich sudah cukup repot mengurus seluruh Toussaint ditambah seluruh Patricia Royal Inn. Lelaki itu tidak punya banyak waktu tersisa untuk hal lain.Tidak ada tempat bagi pernikahan dalam hidup Dietrich dan kenyataan itu menjadikan apa pun yang mereka berdua lalui tidak akan memiliki tujuan akhir. Sekali lagi Natalie mengingatkan dirinya bahwa tidak ada masa depan bersama Dietrich.Perempuan itu tidak ingin Dietrich mengorbankan a
"Aku sudah meneleponmu berkali-kali, Natalie Casiraghi." Suara Dietrich terdengar gusar di seberang sana. "Orangku berkata bahwa kau pergi menemui laki-laki di Café de la Paix! Siapa dia?"Natalie menghela napas. Ia bergabung dengan Chiara dan Achilleas di meja lain yang agak tersembunyi setelah Douglas Kennedy memohon undur diri."Siapa?" Chiara bertanya tanpa suara."Dietrich." Natalie balas menjawab hanya dengan gerakan mulut. "Dia sedang mengomel."" ... Nat? Kau dengar aku atau tidak? Cepat keluar dari kafe sialan itu! Bertemu pria lain yang tidak jelas asal-usulnya setelah membatalkan pendekatan dengan Jules bisa menimbulkan masalah baru! Setidaknya tunggulah sampai tiga bulan lagi. Lagi pula, kau tidak tahu apa yang dipikirkan para lelaki saat bertemu denganmu ...." Dietrich kedengaran seperti siap membanting benda apa pun di sekitar lelaki itu.Natalie hendak menjawab, tetapi Achi sudah menyenggolnya dan berkata lirih, "Gunakan speaker!"Natalie mendelik main-main pada Achi, k
Meski dapat tampil ceria di hadapan teman-temannya, pada saat sendirian Natalie lebih banyak merenung. Hidupnya yang lurus dan datar-datar saja selama ini tiba-tiba digulung tsunami dahsyat yang membuatnya nyaris kehilangan pegangan.Ada bayi.Mon Dieu! Ada bayi di perutnya.Natalie tidak tahu apakah ini merupakan anugerah atau musibah. Di satu sisi, dia menyukai Dietrich. Tidak. Malah, mencintai lelaki itu. Mendapatkan seorang bayi hasil percintaan tak terduga mereka di Brussel sungguh mengejutkan. Moira Toussaint—istri Axel Junior, pernah menegaskan dalam sebuah obrolan ringan dengan kalimat yang kurang lebih berbunyi begini, "Memangnya apa yang kau harapkan sebagai hasil dari sebuah hubungan seks? TV berukuran 21 inci?"Memang benar. Selalu ada kemungkinan itu—maksudnya, mendapatkan bayi dari sebuah hubungan seks. Namun, Natalie tidak tahu bahwa cukup satu kali percobaan sudah dapat menghasilkan!Malam itu benar-benar kacau. Sangat kacau. Nat dan Dietrich begitu larut dalam gairah
Dietrich kembali ke Brussel sendirian, setelah Natalie dibawa pulang ke Monte Carlo malam itu ... tanpa berpamitan. Seluruh keluarga Toussaint masih berada di istana musim panas Babushka. Vladimir dan Catherine berencana menghentikan pesta yang berlangsung untuk menyambut kelahiran kedua putra mereka—demi menghormati Dietrich dan menyatakan bahwa mereka turut berduka atas kehilangan yang Dietrich dan Natalie rasakan.Namun, Dietrich menolak. Fyodor dan Mykola berhak mendapatkan semua pesta itu. Begitu pula dengan Catherine—yang meski sudah memiliki empat anak, tetapi baru pertama kali merasakan bahwa pengalaman melahirkannya dirayakan. Jadi, malam itu juga Dietrich mengemasi barang-barangnya kemudian bertolak menuju bandara Pulkovo untuk selanjutnya terbang kembali ke rumah.Ke kastil Toussaint.Malam di awal bulan Januari itu gelap dan sungguh tanpa bintang. Membeku ... menggigit hingga ke dalam sukma. Dietrich menatap hampa semuanya melalui jendela pesawat—dan limosin yang dikemudik
"Kau dengar sendiri apa yang dikatakan oleh putriku." Dietrich mendengar Tuan Casiraghi—ayah mertuanya—berjalan mendekat tatkala Natalie tertidur di dalam kamar rawat inapnya.Ya. Dietrich tidak tuli. Tentu saja dia mendengar semuanya."Kami akan membawanya pulang ke Monte Carlo," kata Tuan Casiraghi di depan semua orang. "Urusan perceraian nanti akan diselesaikan oleh tim pengacara yang kami tunjuk."Dietrich termenung. Semua yang terjadi padanya hari ini benar-benar terasa bagai mimpi yang jauh—sebuah mimpi buruk. Lelaki itu mengerling pada Natalie yang masih berada di atas bed pasien, namun sosok cantik itu telah mengalihkan pandangan ke arah lain.Bagaimana semuanya bisa menjadi seperti ini? Bagaimana cintanya dapat menyerah pada hubungan mereka berdua di saat mereka sama-sama kehilangan?Di saat seluruh ruangan hening selama beberapa saat, Dietrich tahu bahwa semua orang sedang menunggu jawabannya. Maka, ia mengangguk. Ia tidak sanggup mengatakan apa pun. Dan ia menahan diri agar
Derap kaki Dietrich menggema di seluruh lorong rumah sakit, diikuti langkah kedua orang tuanya—Anthony Toussaint dan Lady Louise. Raut penuh kepanikan tampak jelas di wajah pria tampan itu. Tubuhnya yang tinggi dan tegap berpacu lebih dulu dibandingkan dengan siapa pun untuk mencapai ruang operasi tempat istrinya berada.Operasi masih berlangsung. Ruang tunggu di depannya lengang. Sunyi. Seolah mengejek lelaki itu dalam keheningan yang menyakitkan."Duduklah dulu dan tenangkan dirimu, Dietrich," bujuk Anthony Toussaint. "Kita doakan saja agar semuanya berjalan lancar dan Natalie baik-baik saja."Lady Louise sependapat dengan sang suami. "Aku sudah menghubungi Stéphanie. Dia dan keluarganya sudah dalam perjalanan kemari."Kedua tangan Dietrich lari ke kepala untuk meremas rambutnya sendiri. Kemudian, turun ke bagian tengkuk, dan berakhir membentuk sebuah kepalan yang diarahkannya ke mulut pria tampan itu sendiri. Kekalutan melanda dirinya—sampai paru-parunya mulai terasa kesulitan untu
Pada saat mobil telah berhenti di depan ruang gawat darurat rumah sakit, Natalie tidak sempat berpikir lagi. Segalanya terasa bagai mimpi—bagaimana dia diangkat dan diletakkan di sebuah brankar. Brankar tersebut didorong ke dalam, lalu Dokter Özge tampak berbicara dengan beberapa petugas medis dan dalam sekejap Natalie dimasukkan menuju sekat pemeriksaan.Sebuah gelengan pelan yang dilakukan oleh Dokter Özge sesaat setelah pemeriksaan menghancurkan hati Natalie bahkan sebelum sang dokter sempat berbicara."Nyonya Natalie maafkan saya. Saya tidak menemukan detak jantung janin Anda lagi." Dokter Özge berkata gamblang.Penegasan itu membuat Natalie sontak terisak. Tangisannya pecah begitu saja—tanpa bisa ditahan lagi. Ini adalah hal yang menakutkan. Tidak, bukan. Sesungguhnya, ini adalah hal yang paling ia takutkan. Bahkan sejak awal kehamilan, Natalie tidak pernah merasa percaya diri bahwa semua akan baik-baik saja. Seolah dia sudah tahu bahwa ini akan terjadi."Nyonya," Dokter Özge men
"Apa yang Anda rasakan?"Pertanyaan Dokter Özge menyentakkan Natalie kembali pada kenyataan. Wanita itu melarikan tangan ke belakang leher, lalu mengusap keringat dingin yang terus membasahi kerah sweater-nya di sana sembari menelan ludah. "Tidak ada."Dokter Özge mengangguk. "Nyonya .... Sering kali kita tidak memerhatikan. Namun, apa yang kita rasakan tidak selalu itulah yang bayi kita rasakan. Anda mungkin tidak merasa lelah ... atau mungkin tidak sadar bahwa Anda sebenarnya sedang stres. Banyak sekali hal yang bisa memicu timbulnya flek. Pemeriksaan oleh dokter Anda di Venezuela menunjukkan beberapa gejala yang tidak bagus. Namun, jangan khawatir. Bukan berarti sekarang kondisinya belum membaik."Natalie mengangguk, kemudian memejamkan mata. Sebelah tangannya mengusap lembut perutnya. Wanita cantik itu berusaha merasakan. Apa pun—entah itu hingar bingar suara musik di kejauhan, kembang api yang terus memeriahkan langit musim dingin, suhu udara yang semakin menurun seiring bertamba
Pada saat Natalie sampai di kamar tempat Catherine dan anak-anaknya berada, Dokter Özge membuka pintu dan keluar sebelum Natalie sempat menyentuh gagang pintu. Wanita berkacamata tebal itu agak terkejut, tetapi senang melihat kedatangan Natalie."Nyonya Toussaint!" Dokter Özge berseru lalu kedua tangannya meraih pundak Natalie. "Saya mendengar banyak hal tentang pernikahan Anda yang sensasional. Selamat, Nyonya. Semoga pernikahan Anda mendapatkan keberkahan dan langgeng. Anda ingin menjenguk Nyonya Alexandrov?"Natalie tersenyum. "Terima kasih. Ya, Dok. Saya kemari untuk melihat bayi-bayi Catherine."Dokter Özge mengangguk. "Bagaimana dengan kehamilan Anda sendiri? Apakah semuanya baik-baik saja?"Natalie terdiam agak lama."Nyonya? Apakah ada yang bisa saya bantu? Anda tampak ... sedikit pucat." Dokter Özge membantu Natalie untuk duduk di sebuah kursi di lorong. "Apakah ada masalah?"Natalie menelan ludah. "Saya sempat memeriksakan kandungan sebelum terbang kemari, tetapi ... dokter
Natalie tidak berani banyak bergerak. Dokter kandungan yang diam-diam ia temui di Venezuela meresepkan serangkaian obat penguat kandungan dan beberapa vitamin tambahan, serta memberikan saran untuk beristirahat sebanyak mungkin demi menghindari stres.Yang terakhir adalah yang paling sulit. Natalie tidak merasa stres akan apa pun, tetapi entah mengapa dokter mengatakan itu. Badannya pun tidak terasa lelah bahkan setelah perjalanan panjang dari Brussel ke New York, kawin lari ke Las Vegas, kembali ke Monte Carlo, berbulan madu ke Caracas, kemudian sekarang sedang dalam penerbangan lanjutan dari Brussel menuju St. Petersburg."Selamat datang di Rusia, Tuan-Tuan dan Nyonya-Nyonya sekalian!" Erik—tangan kanan Vladimir Alexandrov—menyambut kedatangan pesawat jet pribadi terbesar milik Alexandrov, Lexstream One, yang ditugaskan khusus menjemput keluarga Toussaint—di bandar udara Pulkovo, dengan senyum ramah yang kini tidak lagi tampak seperti seringaian beruang di mata Natalie.Dietrich men
"Vladimir Alexandrov baru saja memberi tahuku bahwa hari perkiraan lahir anak-anaknya sudah dekat. Keluarga Toussaint sudah akan berangkat ke Rusia. Tapi, aku ingin bertanya padamu dulu sebelum memutuskan apa pun. Bagaimana menurutmu? Apakah kita ikut berangkat ke St. Petersburg? Atau kita masih tinggal di sini untuk beberapa lama lagi?"Dietrich Toussaint kembali pada istrinya setelah memesan makan siang dan menerima telepon lain dari adik iparnya. Lelaki itu tampak riang. Sumringah. Senyumannya teramat lebar menandakan kebahagiaan menyambut calon keponakan-keponakan barunya.Ia menghampiri sisi ranjang istrinya, kemudian menggenggam jemari perempuan cantik itu lembut. "Mereka baru akan lahir, tetapi aku sudah tidak sabar menanti mereka dewasa. Kurasa, mereka akan sama ugal-ugalannya dengan kedua kakak mereka," ucapnya. "Dan mereka akan menjadi sepupu-sepupu yang baik untuk anak kita."Natalie menelan ludah. Sekilas, Dietrich sempat melihat kilau kesedihan di mata wanita cantik itu,
"Natalie! Dieu, ke mana saja kau? Aku sudah selesai meeting—dan hasilnya menakjubkan. Kami akan memperluas jaringan hotel di Venezuela selama setahun ke depan. Apakah saat-saat berbelanjamu menyenangkan?" Dietrich bangkit dari sofa dan menutup laptop saat melihat sang istri datang dengan beberapa bodyguard wanita yang menenteng banyak sekali paperbag hasil belanja.Natalie mendekat dengan cepat. Perempuan cantik itu melemparkan tangan ke sekeliling leher sang suami, sedangkan Dietrich merengkuh dan membenamkan wajah di ceruk lehernya. "Wah, benarkah? Haruskah aku mengucapkan selamat? Kau memang hebat, Di!"Dietrich tampak bangga dengan dirinya sendiri. Ya Tuhan, sudah berapa lama ini berlangsung? Lelaki itu selalu mengharapkan ini setelah melakukan hal-hal yang prestisius—pengakuan dan pujian dari Nat. Seolah ia hidup hanya untuk itu.Mengapa selama ini Dietrich tidak menyadarinya? Dia sungguh bisa gila jika Natalie waktu itu benar-benar menikah dengan orang lain. Membayangkan itu di