Di penghujung minggu, Natalie meringkuk di atas tempat tidur. Perempuan cantik itu baru saja terbangun dari sebuah mimpi yang buruk sekali. Mimpi itu melibatkan Dietrich Toussaint.Bayangan si pria tampan dengan mata tajam menawannya itu entah mengapa selalu menghantui. Natalie kenal betul siapa dia dan Nat tahu apa yang Dietrich sukai maupun tidak.Yang tidak Dietrich sukai adalah kebebasannya dirampas. Berkali-kali pria itu menegaskan bahwa dia tidak ingin menikah. Tidak ingin terikat. Memiliki istri dan keluarga sendiri adalah hal yang merepotkan karena Dietrich sudah cukup repot mengurus seluruh Toussaint ditambah seluruh Patricia Royal Inn. Lelaki itu tidak punya banyak waktu tersisa untuk hal lain.Tidak ada tempat bagi pernikahan dalam hidup Dietrich dan kenyataan itu menjadikan apa pun yang mereka berdua lalui tidak akan memiliki tujuan akhir. Sekali lagi Natalie mengingatkan dirinya bahwa tidak ada masa depan bersama Dietrich.Perempuan itu tidak ingin Dietrich mengorbankan a
"Aku sudah meneleponmu berkali-kali, Natalie Casiraghi." Suara Dietrich terdengar gusar di seberang sana. "Orangku berkata bahwa kau pergi menemui laki-laki di Café de la Paix! Siapa dia?"Natalie menghela napas. Ia bergabung dengan Chiara dan Achilleas di meja lain yang agak tersembunyi setelah Douglas Kennedy memohon undur diri."Siapa?" Chiara bertanya tanpa suara."Dietrich." Natalie balas menjawab hanya dengan gerakan mulut. "Dia sedang mengomel."" ... Nat? Kau dengar aku atau tidak? Cepat keluar dari kafe sialan itu! Bertemu pria lain yang tidak jelas asal-usulnya setelah membatalkan pendekatan dengan Jules bisa menimbulkan masalah baru! Setidaknya tunggulah sampai tiga bulan lagi. Lagi pula, kau tidak tahu apa yang dipikirkan para lelaki saat bertemu denganmu ...." Dietrich kedengaran seperti siap membanting benda apa pun di sekitar lelaki itu.Natalie hendak menjawab, tetapi Achi sudah menyenggolnya dan berkata lirih, "Gunakan speaker!"Natalie mendelik main-main pada Achi, k
Meski dapat tampil ceria di hadapan teman-temannya, pada saat sendirian Natalie lebih banyak merenung. Hidupnya yang lurus dan datar-datar saja selama ini tiba-tiba digulung tsunami dahsyat yang membuatnya nyaris kehilangan pegangan.Ada bayi.Mon Dieu! Ada bayi di perutnya.Natalie tidak tahu apakah ini merupakan anugerah atau musibah. Di satu sisi, dia menyukai Dietrich. Tidak. Malah, mencintai lelaki itu. Mendapatkan seorang bayi hasil percintaan tak terduga mereka di Brussel sungguh mengejutkan. Moira Toussaint—istri Axel Junior, pernah menegaskan dalam sebuah obrolan ringan dengan kalimat yang kurang lebih berbunyi begini, "Memangnya apa yang kau harapkan sebagai hasil dari sebuah hubungan seks? TV berukuran 21 inci?"Memang benar. Selalu ada kemungkinan itu—maksudnya, mendapatkan bayi dari sebuah hubungan seks. Namun, Natalie tidak tahu bahwa cukup satu kali percobaan sudah dapat menghasilkan!Malam itu benar-benar kacau. Sangat kacau. Nat dan Dietrich begitu larut dalam gairah
"Di mana Natalie?"Semua orang di lantai dua—dengan pengaturan ruangan semi terbuka—kantor Lyubova menoleh ketika Dietrich datang. Chiara dan Achilleas sedang terhubung dengan Catherine lewat rapat virtual. Suatu kebetulan, muka Catherine terpampang nyata sebesar layar proyektor di dinding kantor.Melihat kedatangan kakaknya secara fisik di kantor Lyubova, Catherine tertawa pelan. "Dietrich! Apa yang kau lakukan di sana? Bukankah seharusnya kau berada di Praha?"Dietrich mendengkus pada sang adik. "Aku mencari Nat.""Natalie pergi entah ke mana. Sudah dua jam." Chiara menjawab. "Tas dan barang-barangnya masih di sini. Kalau kau bisa menemukannya, aku akan sangat berterima kasih."Dietrich menggerutu."Kami sedang rapat, Di. Sebaiknya jangan mengganggu." Terdengar suara Catherine lewat speaker.Dietrich nyaris mengumpat saat itu juga. Punya adik perempuan memang sering membuatnya kesal. Dua-duanya. Baik Catherine maupun Natalie. Well, secara teknis Nat bukan benar-benar adiknya tentu s
Natalie dan Dietrich memutuskan untuk kembali ke Lyubova sebelum hujan salju semakin deras. Mereka berdua berpamitan kepada Madame Vernoux dengan senyuman lebar yang senada."Terima kasih banyak atas bantuanmu hari ini, Madame Vernoux. Aku akan berkunjung lagi nanti." Natalie membawa buket pilihannya. Sebuah buket bunga Baby's Breath. Gadis cantik itu berencana menaruhnya di ruangan tempatnya bekerja hanya untuk mempercantik meja.Madame Vernoux tersenyum hangat pada Natalie dan Dietrich. "Berkunjunglah kapan pun kalian suka. Aku dan kedaiku tidak akan pergi ke mana-mana."Natalie tertawa pelan. "Berjanjilah kau akan berada di sini dua ratus tahun lagi, Madame."Madame Vernoux mengedikkan bahu main-main. "Mari kita lihat apakah dunia masih menginginkan keberadaanku saat itu tiba."Natalie tertawa lagi sebelum melambaikan tangan dan berseru, "Au revoir—Selamat tinggal!"Dietrich ikut berpamitan. "Terima kasih sudah membangun kedai yang menakjubkan. Aku mengerti sekarang mengapa Natalie
Dietrich membawa Natalie menuju apartemennya sendiri. Sebuah apartemen bujangan yang tidak penuh pelayan seperti penthouse milik Natalie. Petugas dari pihak cleaning service akan datang dan membersihkan seluruh tempat itu hanya di siang hari. Jadi, pada malam hari seperti ini, apartemen Dietrich dijamin kosong.Mereka kembali berciuman pada saat pintu lift tunggal menuju apartemen Dietrich di tingkat paling atas menutup. Gerakan tangan Dietrich semakin membabi buta. Mereka meraba dan menjelajah setiap jengkal tubuh Natalie tanpa malu-malu lagi.Pada saat lift membuka, ciuman mereka bukannya berakhir, tetapi justru semakin dalam. Keduanya keluar dari lift masih dengan tubuh saling bertaut dan bibir saling memagut.Natalie menganggap kurangnya kontrol pada diri Dietrich sangat erotis. Dietrich membuka mantel yang ia kenakan dan melemparnya sembarangan. Mantel yang dibawa Natalie juga telah dijatuhkan ketika Dietrich melempar gadis ini ke tempat tidur. Natalie terkesiap keras saat merasa
Setelah semuanya selesai dan Natalie hampir tertidur saking lelahnya, Dietrich menggotong perempuan cantik itu ke dalam bathtub yang telah diisi air hangat. Sang presdir tampan memandikan Natalie dengan lembut. Kemudian, membungkus gadis itu dengan sebuah handuk besar.Ketika diletakkan di atas ranjang kembali, Natalie mendesah nikmat. Tubuhnya lunglai sekali …. Namun, kepuasan itu yang sebetulnya membuatnya terus tersenyum meski mengantuk."Nat ... aku akan keluar sebentar untuk membeli makan malam. Kita belum makan. Aku tidak ingin kau sampai sakit lagi." Dietrich berkata lembut di telinga Natalie.Mata gadis cantik itu sudah setengah terpejam. Namun, ia masih sempat mengangguk. Hmm ... terserah apa kata Dietrich saja. Natalie hanya ingin tidur untuk sekarang-sekarang ini.Kemudian, setelah Dietrich menghilang di balik pintu utama apartemen lelaki itu, ponsel Natalie berdenting pelan. Menandakan ada sebuah pesan masuk. Nat buru-buru membukanya.[From: Douglas Kennedy To: Natalie C
Natalie selalu ikut dalam perjalanan mamanya untuk bertemu dengan Lady Louise—sang sahabat, sejak kecil. Nat agak pemalu. Awalnya, dia bahkan tidak pernah berpikiran untuk memulai pertemanan dengan Catherine Toussaint.Natalie lebih sering sendirian. Dua kakaknya laki-laki. Sepupunya kebanyakan juga laki-laki. Anak laki-laki malas mengajaknya bermain karena Natalie tidak pintar berolahraga. Dia tipe gadis feminim yang mencintai keindahan. Tubuhnya selalu kurus dan tidak berotot. Gerakannya cenderung lambat—seperti yang selalu diajarkan di sekolah kepribadian.Bangsawan tidak bergerak dengan terburu-buru. Segala sesuatunya harus regal. Perlahan bahkan, di beberapa kasus, ada larangan bergerak. Contohnya saja jika ada garpu jatuh. Akan ada pelayan yang dengan sigap mengambilnya, kemudian pelayan lain akan datang membawa garpu yang baru.Natalie juga dulunya tidak banyak berbicara. Dia gadis yang tenang. Terlalu tenang.Pada hari itu, di usianya yang menginjak empat belas tahun, Dietrich
Ruang makan di kastil Toussaint pagi itu ramai sekali. Acara makan pagi kali ini diselenggarakan secara tidak formal. Bahkan, anak-anak juga diizinkan untuk ikut makan bersama."Natalie!" Catherine berseru riang saat melihat sahabat yang kini telah menjadi kakak iparnya itu memasuki ruangan. "Sini! Duduklah bersama kami! Kau juga, Dietrich!"Maka, Natalie dan Dietrich duduk bersama dengan Catherine dan keluarga kecilnya, setelah berkeliling mengucapkan salam pada meja-meja lain yang berisi para tetua."Bonjour—Selamat pagi," sapa Natalie. Wanita itu tampak cerah dengan sebuah senyuman yang sungguh menampilkan kebahagiaan.Catherine kesulitan berdiri untuk menyapa, jadi Natalie merunduk untuk mencium kedua pipi sahabatnya itu."Pagi, Nat. Apakah tidurmu nyenyak?" Catherine bertanya.Natalie melirik Dietrich. Dietrich berdeham dengan wajah merona sedikit.Natalie tergelak ringan. "Well, ya. Kami tidur nyenyak. Bagaimana denganmu?"Catherine menunjuk perutnya. "Tidak senyenyak dirimu, te
Namun, apa yang dilakukan oleh Dietrich selanjutnya justru membuat Nat semakin gelisah. Kepalanya menjadi pening dengan serbuan sensasi yang melandanya bertubi-tubi. Dietrich membisikkan kalimat-kalimat lembut yang nyaris tak terdengar di telinga Nat—di atas perut wanita itu. Sepertinya, Dietrich sedang memberikan salam pada anak mereka dan hal itu membuat Natalie begitu tersentuh hingga hampir menangis. Kemudian ciuman Dietrich bergerak semakin ke selatan menuju area kewanitaannya yang telah basah."Let me kiss you—Biarkan aku menciummu ...." ucap Dietrich di antara paha Natalie yang merapat dengan kaku. "Let me love you, Nat—Biarkan aku mencintaimu, Nat ...."Natalie terisak keras di saat Dietrich benar-benar membuka dirinya. Mulut pria itu terasa panas di bawah sana. Bibirnya lembut dan basah membelai bagian luar labia Natalie hingga kepala perempuan cantik itu terlempar ke kanan dan ke kiri.Cairan kewanitaan Natalie mengalir semakin banyak. Akan tetapi, Dietrich melakukan hal gi
Tidak ada percakapan yang terjadi saat Dietrich dan Natalie bergerak menuju kamar mereka di quartier kamar tidur anggota keluarga. Bulan yang tersamarkan oleh awan menggantung rendah di langit Belgia. Sinarnya menembus jendela-jendela kaca kuno besar di salah satu sisi koridor. Membaur layaknya cincin asap besar di kegelapan malam musim dingin.Tangan Dietrich dan Natalie saling bertaut. Sesekali mereka menoleh untuk melemparkan sebuah senyuman satu sama lain. Pipi Dietrich merah sebelah. Rahangnya terasa kaku, dan wajah Natalie masih menampakkan sisa-sisa air mata. Namun, itu semua tidak menghalangi mereka untuk berbahagia.Saat sampai di depan pintu ganda yang menghubungkan dua kamar terbesar di kastil ini, jantung Natalie mengentak cepat. Ini bukan kamar Dietrich yang dulu—jelas bukan kamar yang sama dengan kamar Dietrich yang dimasukinya diam-diam bersama Catherine di masa remaja.Kamar ini ... adalah kamar The Lord and The Lady of The House."Dietrich ...." Tangan Natalie dengan
Dietrich dan Natalie pergi ke Brussel di saat salju turun semakin tebal di akhir tahun. Para paparazzi sudah tidak tampak di sekitar apartemen Dietrich di Paris—sepertinya mereka pulang ke tempat asal masing-masing untuk liburan natal dan tahun baru. Pada saat Dietrich dan Natalie keluar dari gedung apartemen, rasanya sejuk sekali. Seolah mereka berdua baru saja menghirup udara kebebasan.Monsieur Randall mengantarkan mereka berdua menuju Charles de Gaulle. Kemudian, saat mendarat di Brussel, Paman Axel mengirimkan sebuah Rolls Royce yang mengantarkan mereka langsung menuju kastil Toussaint."Dietrich aku gugup sekali ...." Natalie berbisik pelan saat mobil yang mereka berdua tumpangi memasuki pintu gerbang kastil.Dietrich mengangguk pada sang istri. Tangannya meremas tangan Natalie pelan. "Aku juga. Tapi, jangan khawatir. Kita bisa menghadapi ini bersama-sama.""Kuharap mereka tidak terlalu marah.” Natalie balas meremas tangan suaminya.Dietrich tidak menyukai raut cemas di wajah Na
[From: Catherine To: Dietrich Kami semua sudah kembali ke Brussel. Pulanglah, Di, dan bawa istrimu ke rumah. Tunggu. Kau benar-benar sudah menikah dengan Nat?]Dietrich mendapatkan pesan tersebut beberapa hari kemudian. Dia dan Natalie sudah tinggal cukup lama—bersembunyi, meski tempat persembunyian itu tidak dapat dikatakan terpencil—dari semua hal yang memusingkan. Keduanya mematikan ponsel selama berhari-hari. Pun dengan sengaja tidak menyalakan ponsel dan tidak keluar dari apartemen untuk menghindari para pencari berita.Saat dirasa seluruh kontroversi sudah mulai mereda, Dietrich baru membuka ponsel dan menemukan pesan dari sang adik.Jemari lelaki itu dengan cepat mengetikkan balasan.[To: Catherine From: Dietrich Ya. Aku sudah menikah dengan Nat. Apakah Kakek marah besar? Bagaimana dengan suamimu? Kennedy sekarang memusuhi kita? Lalu ... apakah Bibi Stéphanie murka?]Balasan Catherine datang dengan agak terlalu cepat.[From: Catherine To: Dietrich Kakek, Papa, Paman
Natalie tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini, tetapi saat membuka mata dan melihat Dietrich yang tertidur pulas setelah penerbangan panjang belasan jam menuju Paris, perempuan itu baru sadar bahwa dia sekarang sudah menikah. Ini sudah hampir 24 jam berlalu, tetapi Natalie masih belum menyangka bahwa dirinya sekarang sudah berstatus menjadi istri pria yang sejak dulu ia impikan ini.Dia sedang mengandung anak dari Dietrich.Masa depan memang sebuah misteri, tetapi apa yang akhir-akhir ini terjadi benar-benar menjungkirbalikkan dunia Natalie tanpa sisa.Pun tentang pernyataan cinta Dietrich .... Entahlah. Natalie tidak bisa berpikir jernih sekarang. Wanita itu menggigit bibir. Ia ingin memercayai suaminya. Namun, rasanya benar-benar sulit. Benarkah Dietrich merasakan hal yang sama untuknya? Atau ... pria itu hanya ingin sekadar menenangkan dan memaksanya masuk ke dalam jurang pernikahan yang sama-sama tidak mereka inginkan pada awalnya?"Hei, kau tidak tidur?" Suara parau khas
Dietrich merasa was-was. “Jangan bilang kau merasa ragu? Kau tidak bisa meninggalkanku di altar, Nat ….”Natalie menelan ludah dan menghindari tatapan Dietrich. “Nat, Pastor Ryan sudah menunggu kita. Dia hampir membeku kedinginan,” ucap Dietrich dengan keputusasaan. “Jangan lakukan ini padaku. Kumohon padamu ….” Natalie menghela napas. Ketika mendongak, matanya berkaca-kaca. “Aku tidak ingin kau menyesal, Dietrich kau bahkan … tidak mencintaiku.” Air mata Natalie menetes. Lalu, tetesan itu berubah menjadi deras. Dietrich tertegun. “Siapa yang mengatakan itu padamu?” Natalie menggeleng cepat. “Bukan siapa yang mengatakan apa. Ini adalah tentang kau tidak mengatakan apa-apa.” Dietrich memandang Natalie tak percaya. “Apakah kau tidak bisa melihat bahwa seumur hidupku, orang yang paling kupedulikan adalah kau? Tidak bisakah kau merasakan bahwa aku menc—“ “Cukup. Jangan membohongi kita berdua, Di. Kau sendiri yang mengatakan bahwa cinta itu omong kosong? Kau tidak mencintaiku. Tidak
Tak lebih dari dua jam kemudian, Natalie dan Dietrich sudah duduk di sebuah penerbangan first class menuju Nevada. Keduanya cekikikan bersama-sama. Meski para pramugari sedang menuangkan anggur—untuk Dietrich dan jus untuk Natalie, mereka berdua tidak bisa berhenti tertawa."Apakah kau bisa membayangkan raut wajah Vladimir saat kita kabur?" Dietrich tertawa tengil. "Malam ini agak gelap. Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas, tetapi aku bisa membayangkannya."Natalie tertawa lagi. "Kau benar-benar nakal, kau tahu?" Dietrich mencolek hidung Natalie sekilas. "Coba tebak, karena siapa aku jadi begini?" Natalie menepuk dada Dietrich main-main. Kebahagiaan membuncah di dadanya. Sebentar lagi. Hanya tinggal sebentar lagi mereka berstatus sebagai suami istri.Seharusnya Natalie malu. Dia bukan hanya mendobrak tradisi agung pernikahan keluarga kerajaan, tetapi juga menurunkan standar pernikahan ke posisi paling bawah. Pernikahan drive-thru. Sekarang bukan hanya makanan cepat saji saja yang
Dietrich mendekatkan wajahnya, memosisikan bibir Natalie sehingga bertaut dengannya. Lidahnya menyusuri bibir manis beraroma mint milik Natalie. Napas Natalie terengah ketika Dietrich menekan lidahnya lebih dalam menjelajahi mulut Natalie. Sedikit terburu-buru didesak hasrat, Dietrich tak bisa menahannya lagi. Natalie adalah miliknya dan ia sudah menginginkan Nat sejak lama. Tubuh Natalie dengan mudah dikuasainya. Tangan Dietrich menurun ke pundak Nat, membelai kulit halus yang terbuka itu. Dietrich menyesap sisi leher Natalie—yang seketika membuat desah wanita cantik itu terlontar begitu saja. Kemudian, si presdir tampan mencium dan menenggelamkan wajahnya di leher Natalie. Suara ciuman yang menggelora berhenti sejenak. Dietrich melepaskan dan menatap wajah Natalie yang sudah memerah. Sementara itu, sorot mata Natalie tampak sayu sekaligus bergairah. Sial. Bagaimana Dietrich dapat berhenti sekarang? Miliknya yang mengeras bergesekan dengan milik Natalie yang terasa basah. Dietr