Rupanya, Dietrich membawa Natalie ke sebuah ruangan favorit mereka di masa kecil. Di quartier khusus anak-anak. Natalie awalnya tidak menyukai pengaturan seperti ini—anak-anak memiliki tempat bermainnya sendiri yang terpisah dengan orang dewasa. Akan tetapi, di kastil Toussaint, semuanya berbeda. Ada banyak anak-anak. Jadi, tidak ada yang kesepian, dan justru bagus untuk mendekatkan antar sepupu.Yang paling penting, Nat baru menyadarinya saat ia sudah berumur dua puluh enam seperti ini, adalah tidak ada anak-anak Toussaint yang menyelesaikan masalah mereka dengan teman sebayanya bertameng ayah atau ibu mereka. Mereka bebas bertengkar lalu berbaikan lagi dengan saudara mereka sendiri tanpa campur tangan orang tua, kecuali jika masalahnya menimbulkan luka fisik pada anak.Di antara semua anak-anak Toussaint, Dietrich adalah yang paling besar. Tidak hanya usianya, tapi juga badannya—meski sebetulnya usianya tidak berbeda terlalu jauh dengan Axel Junior, Julien, Pieter, Luc, dan Leroux.
Natalie mengangguk paham. Dietrich memang begitu, ‘kan? Sebetulnya, di balik cangkang ketidakpedulian yang dipasangnya sebagai tameng, Natalie tahu Dietrich adalah seseorang yang penuh perhatian. Terutama pada orang-orang yang sudah dianggap sebagai keluarga dan Natalie tahu dia seharusnya tidak berharap lebih dari kebaikan Dietrich yang seperti ini.Saudara perempuan Dietrich satu-satunya sudah menikah dengan lelaki yang mencintainya. Natalie menduga, Dietrich merasa bahwa beban berat di pundaknya untuk menjaga Catherine sudah terangkat. Oleh karena itu, enam tahun belakangan Dietrich jadi lebih memerhatikan Natalie.Karena Natalie dianggap sebagai saudara perempuan yang masih perlu dilindungi.Mon Dieu, Nat jadi ingin lebih cepat menemukan pria lain untuk menikah dengannya agar Dietrich tidak perlu terbebani olehnya.Benar. Kata-kata ibunya selalu saja benar. Perempuan yang menikah punya pelindung. Punya posisi yang lebih kuat dalam masyarakat. Itu sudah bukan merupakan sesuatu yang
Dada Nat naik turun dengan tempo lebih cepat. "Dietrich." Gadis itu merintih pelan. "Aahhh!" Ia mengejang sekilas saat lelaki tampan itu menggigit lehernya sekaligus mendaratkan tangan besar nan hangat di atas salah satu payudaranya.Natalie memiliki payudara yang indah di mata Dietrich. Tepat satu genggaman tangan penuh. Bulat dan kencang dengan puncak yang selalu mengacung tegak di bawah sentuhannya. Seolah menantang Dietrich untuk melakukan hal-hal yang tidak seharusnya.Hal-hal seperti mulai menyentuh mereka dalam gerakan memutar yang membuat desahan Natalie semakin keras atau menarik dan memilin agar pucuk-pucuk merah jambu tersebut memanjang dan seluruh tubuh Natalie mengejang."Ahhhh ... Dietrich ... aaahhh ...." Nat membusungkan dada berkali-kali. Matanya memejam dan jemari kakinya menekuk—tak sanggup menahan seluruh sensasi ini.Pada saat kehangatan dan kelembapan mulut Dietrich melingkupi payudaranya, Nat merasa seolah baru saja dilemparkan dari tebing. Kepalanya terkulai ke
Natalie memaksa tangannya bergerak cepat untuk memakai pakaian dengan benar begitu pintu tertutup dan Dietrich menghilang dari pandangan. Apa yang baru saja terjadi? Mon Dieu, kali ini tidak satu pun dari mereka mabuk. Tidak ada alasan yang masuk akal bagaimana mereka bisa hampir melakukannya di sini. Di ruangan khusus anak-anak—bahkan Natalie tadinya masih menggenggam boneka kepunyaan Nasya dan Tata.Setelah berhasil menguatkan dirinya sendiri, Natalie berpegangan pada sudut meja lalu berdiri. Ia berusaha berjalan dengan normal karena tak hanya hatinya, tubuhnya pun terasa porak poranda setelah yang barusan. Natalie memejamkan mata sekilas. Dietrich memang berengsek. Sangat. Akan tetapi, tidak pernah ada keraguan bahwa pria itu pencium yang hebat.Pecinta yang hebat.Pada saat pintu terbuka dengan panggilan panik dari luar, Nat sudah berdiri tegak."Natalie!" Itu suara Catherine dan sepertinya ada Chiara juga di belakang perempuan itu. Teriakan mereka sampai duluan sebelum pintu bena
"Dietrich!"Demi semesta alam, Dietrich sangat tidak menyukai suara itu sekarang. Bukan, bukan suara paman Axel atau kakek Auguste, melainkan suara paman Arthur—ayah dari Julien—Saat menoleh ke belakang, Dietrich melihat paman Arthur mendatanginya dengan Anthony Toussaint—papanya sendiri—"Sedang apa kau di sini? Kau seharusnya sedang bekerja di Praha!" Paman Arthur mulai berkacak pinggang.Dietrich pusing sekali. Pusing di kepala atas sekaligus kepala bawah. Setelah kebersamaan yang belum tertuntaskan dengan Natalie tadi. "Paman—""Kau benar-benar tidak sopan. Bagaimana bisa kau datang dan pergi sesuka hatimu? Kau ini sedang dihukum, Dietrich!" Paman Arthur sepertinya merasa teramat tidak terima.Anthony Toussaint melambaikan tangan pada putranya. "Dietrich, kemarilah. Apa maksudnya ini? Kau baru sehari di Praha dan sekarang kau kembali ke sini. Memangnya kau pikir hukuman dari Kakek Auguste ini main-main? Hmm?"Dietrich menghela napas. "Tidak. Tentu saja aku sangat menghormati Kake
Natalie mengira, Dietrich sudah pergi. Namun, perkiraannya itu jelas salah.Jantung Natalie kembali berulah, berdentum-dentum menghantam dadanya pada saat ia menyadari ada yang berbeda dalam pengaturan tempat duduk makan malam kali ini. Semuanya salah, salah besar.Seharusnya Dietrich duduk di kepala meja, bukan tepat di seberangnya seperti ini!Oh, sial! Benar-benar sial. Bagaimana lelaki itu bisa berada di sana—lengkap dengan sebuah setelan malam formal yang membuatnya tampak luar biasa tampan di bawah kristal-kristal kandelir yang menyorot dari atas? Natalie tidak siap dengan ini. Gadis cantik itu menjadi teramat gelisah sekarang.Apalagi Dietrich tak pernah melepaskan pandangan darinya sepanjang acara makan malam berlangsung."Julien ...." Natalie berpaling ke samping. Berusaha mengalihkan perhatiannya sendiri pada orang lain.Julien menoleh dan tersenyum manis. "Ya, Nat?""Errr—jika kita akan menikah, di mana kau ingin kita tinggal?" Natalie hanya mengucapkan apa yang terlintas d
Dietrich mengharapkan perpustakaan akan sepi di jam-jam seperti ini. Akan tetapi, Dewi Fortuna sepertinya memang sangat jarang berpihak padanya, karena ruangan besar beratap kubah tinggi itu kini telah ditempati oleh Vladimir Alexandrov dan Axel Junior.Vladimir bangkit berdiri sambil menenteng sebuah botol vodka baru saat melihat kedatangan Dietrich. Senyuman lebar di wajah sang mafia tampan membuat wajahnya tampak seperti bocah—bukannya lelaki matang di usia tiga puluh enam. "Dietrich! Kakak iparku! Mengapa mukamu kusut begitu? Kemarilah dan bergabung dengan kami!"Dietrich memutar bola mata. Namun, tak urung bergabung juga dengan kedua pria itu.Axel Junior menoleh dan mengernyit. "Di. Pipimu merah sebelah. Seseorang menamparmu?""Natalie." Dietrich menjawab masam.Axel merapatkan bibir untuk menahan tawa, sedangkan Vladimir berkebalikan. Lelaki yang satu itu langsung menyemburkan tawanya tanpa peduli hal lainnya. "Kau ditampar oleh Natalie? Memangnya hal buruk apa yang sudah kau l
Pada bulan berikutnya, Natalie Casiraghi duduk termenung lama di sebuah kafe di Paris. Masa pendekatan dengan Julien seolah menemui jalan buntu. Bukannya Jules lelaki yang buruk. Justru sebaliknya, Julien Toussaint telah membuktikan diri sebagai seorang pejuang.Pesan-pesannya datang secara terjadwal di ponsel Natalie. Setelah rangkaian pesta musim gugur berakhir pun, Julien terkadang menyempatkan diri main ke Paris untuk mengunjungi Natalie.Namun, herannya semua yang dilakukan Julien tak pernah menimbulkan apa pun di dalam hati Natalie."Pesanan Anda, Nona. Cokelat panas tanpa kopi." Seorang pelayan kafe mengantarkan pesanan Natalie.Natalie mendongak dan berterima kasih ringan, tepat di saat kedua teman dekatnya datang. Chiara Brignone dan Achilleas Konstantinos.Achi mencibir gemas. "Cokelat panas tanpa kopi? Di sebuah kafe? Nat, kau bisa membuat yang seperti itu di kantor saja."Chiara mengambil tempat duduk di depan Natalie. "Dan kau sudah punya banyak sekali cokelat."Natalie m
Ruang makan di kastil Toussaint pagi itu ramai sekali. Acara makan pagi kali ini diselenggarakan secara tidak formal. Bahkan, anak-anak juga diizinkan untuk ikut makan bersama."Natalie!" Catherine berseru riang saat melihat sahabat yang kini telah menjadi kakak iparnya itu memasuki ruangan. "Sini! Duduklah bersama kami! Kau juga, Dietrich!"Maka, Natalie dan Dietrich duduk bersama dengan Catherine dan keluarga kecilnya, setelah berkeliling mengucapkan salam pada meja-meja lain yang berisi para tetua."Bonjour—Selamat pagi," sapa Natalie. Wanita itu tampak cerah dengan sebuah senyuman yang sungguh menampilkan kebahagiaan.Catherine kesulitan berdiri untuk menyapa, jadi Natalie merunduk untuk mencium kedua pipi sahabatnya itu."Pagi, Nat. Apakah tidurmu nyenyak?" Catherine bertanya.Natalie melirik Dietrich. Dietrich berdeham dengan wajah merona sedikit.Natalie tergelak ringan. "Well, ya. Kami tidur nyenyak. Bagaimana denganmu?"Catherine menunjuk perutnya. "Tidak senyenyak dirimu, te
Namun, apa yang dilakukan oleh Dietrich selanjutnya justru membuat Nat semakin gelisah. Kepalanya menjadi pening dengan serbuan sensasi yang melandanya bertubi-tubi. Dietrich membisikkan kalimat-kalimat lembut yang nyaris tak terdengar di telinga Nat—di atas perut wanita itu. Sepertinya, Dietrich sedang memberikan salam pada anak mereka dan hal itu membuat Natalie begitu tersentuh hingga hampir menangis. Kemudian ciuman Dietrich bergerak semakin ke selatan menuju area kewanitaannya yang telah basah."Let me kiss you—Biarkan aku menciummu ...." ucap Dietrich di antara paha Natalie yang merapat dengan kaku. "Let me love you, Nat—Biarkan aku mencintaimu, Nat ...."Natalie terisak keras di saat Dietrich benar-benar membuka dirinya. Mulut pria itu terasa panas di bawah sana. Bibirnya lembut dan basah membelai bagian luar labia Natalie hingga kepala perempuan cantik itu terlempar ke kanan dan ke kiri.Cairan kewanitaan Natalie mengalir semakin banyak. Akan tetapi, Dietrich melakukan hal gi
Tidak ada percakapan yang terjadi saat Dietrich dan Natalie bergerak menuju kamar mereka di quartier kamar tidur anggota keluarga. Bulan yang tersamarkan oleh awan menggantung rendah di langit Belgia. Sinarnya menembus jendela-jendela kaca kuno besar di salah satu sisi koridor. Membaur layaknya cincin asap besar di kegelapan malam musim dingin.Tangan Dietrich dan Natalie saling bertaut. Sesekali mereka menoleh untuk melemparkan sebuah senyuman satu sama lain. Pipi Dietrich merah sebelah. Rahangnya terasa kaku, dan wajah Natalie masih menampakkan sisa-sisa air mata. Namun, itu semua tidak menghalangi mereka untuk berbahagia.Saat sampai di depan pintu ganda yang menghubungkan dua kamar terbesar di kastil ini, jantung Natalie mengentak cepat. Ini bukan kamar Dietrich yang dulu—jelas bukan kamar yang sama dengan kamar Dietrich yang dimasukinya diam-diam bersama Catherine di masa remaja.Kamar ini ... adalah kamar The Lord and The Lady of The House."Dietrich ...." Tangan Natalie dengan
Dietrich dan Natalie pergi ke Brussel di saat salju turun semakin tebal di akhir tahun. Para paparazzi sudah tidak tampak di sekitar apartemen Dietrich di Paris—sepertinya mereka pulang ke tempat asal masing-masing untuk liburan natal dan tahun baru. Pada saat Dietrich dan Natalie keluar dari gedung apartemen, rasanya sejuk sekali. Seolah mereka berdua baru saja menghirup udara kebebasan.Monsieur Randall mengantarkan mereka berdua menuju Charles de Gaulle. Kemudian, saat mendarat di Brussel, Paman Axel mengirimkan sebuah Rolls Royce yang mengantarkan mereka langsung menuju kastil Toussaint."Dietrich aku gugup sekali ...." Natalie berbisik pelan saat mobil yang mereka berdua tumpangi memasuki pintu gerbang kastil.Dietrich mengangguk pada sang istri. Tangannya meremas tangan Natalie pelan. "Aku juga. Tapi, jangan khawatir. Kita bisa menghadapi ini bersama-sama.""Kuharap mereka tidak terlalu marah.” Natalie balas meremas tangan suaminya.Dietrich tidak menyukai raut cemas di wajah Na
[From: Catherine To: Dietrich Kami semua sudah kembali ke Brussel. Pulanglah, Di, dan bawa istrimu ke rumah. Tunggu. Kau benar-benar sudah menikah dengan Nat?]Dietrich mendapatkan pesan tersebut beberapa hari kemudian. Dia dan Natalie sudah tinggal cukup lama—bersembunyi, meski tempat persembunyian itu tidak dapat dikatakan terpencil—dari semua hal yang memusingkan. Keduanya mematikan ponsel selama berhari-hari. Pun dengan sengaja tidak menyalakan ponsel dan tidak keluar dari apartemen untuk menghindari para pencari berita.Saat dirasa seluruh kontroversi sudah mulai mereda, Dietrich baru membuka ponsel dan menemukan pesan dari sang adik.Jemari lelaki itu dengan cepat mengetikkan balasan.[To: Catherine From: Dietrich Ya. Aku sudah menikah dengan Nat. Apakah Kakek marah besar? Bagaimana dengan suamimu? Kennedy sekarang memusuhi kita? Lalu ... apakah Bibi Stéphanie murka?]Balasan Catherine datang dengan agak terlalu cepat.[From: Catherine To: Dietrich Kakek, Papa, Paman
Natalie tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini, tetapi saat membuka mata dan melihat Dietrich yang tertidur pulas setelah penerbangan panjang belasan jam menuju Paris, perempuan itu baru sadar bahwa dia sekarang sudah menikah. Ini sudah hampir 24 jam berlalu, tetapi Natalie masih belum menyangka bahwa dirinya sekarang sudah berstatus menjadi istri pria yang sejak dulu ia impikan ini.Dia sedang mengandung anak dari Dietrich.Masa depan memang sebuah misteri, tetapi apa yang akhir-akhir ini terjadi benar-benar menjungkirbalikkan dunia Natalie tanpa sisa.Pun tentang pernyataan cinta Dietrich .... Entahlah. Natalie tidak bisa berpikir jernih sekarang. Wanita itu menggigit bibir. Ia ingin memercayai suaminya. Namun, rasanya benar-benar sulit. Benarkah Dietrich merasakan hal yang sama untuknya? Atau ... pria itu hanya ingin sekadar menenangkan dan memaksanya masuk ke dalam jurang pernikahan yang sama-sama tidak mereka inginkan pada awalnya?"Hei, kau tidak tidur?" Suara parau khas
Dietrich merasa was-was. “Jangan bilang kau merasa ragu? Kau tidak bisa meninggalkanku di altar, Nat ….”Natalie menelan ludah dan menghindari tatapan Dietrich. “Nat, Pastor Ryan sudah menunggu kita. Dia hampir membeku kedinginan,” ucap Dietrich dengan keputusasaan. “Jangan lakukan ini padaku. Kumohon padamu ….” Natalie menghela napas. Ketika mendongak, matanya berkaca-kaca. “Aku tidak ingin kau menyesal, Dietrich kau bahkan … tidak mencintaiku.” Air mata Natalie menetes. Lalu, tetesan itu berubah menjadi deras. Dietrich tertegun. “Siapa yang mengatakan itu padamu?” Natalie menggeleng cepat. “Bukan siapa yang mengatakan apa. Ini adalah tentang kau tidak mengatakan apa-apa.” Dietrich memandang Natalie tak percaya. “Apakah kau tidak bisa melihat bahwa seumur hidupku, orang yang paling kupedulikan adalah kau? Tidak bisakah kau merasakan bahwa aku menc—“ “Cukup. Jangan membohongi kita berdua, Di. Kau sendiri yang mengatakan bahwa cinta itu omong kosong? Kau tidak mencintaiku. Tidak
Tak lebih dari dua jam kemudian, Natalie dan Dietrich sudah duduk di sebuah penerbangan first class menuju Nevada. Keduanya cekikikan bersama-sama. Meski para pramugari sedang menuangkan anggur—untuk Dietrich dan jus untuk Natalie, mereka berdua tidak bisa berhenti tertawa."Apakah kau bisa membayangkan raut wajah Vladimir saat kita kabur?" Dietrich tertawa tengil. "Malam ini agak gelap. Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas, tetapi aku bisa membayangkannya."Natalie tertawa lagi. "Kau benar-benar nakal, kau tahu?" Dietrich mencolek hidung Natalie sekilas. "Coba tebak, karena siapa aku jadi begini?" Natalie menepuk dada Dietrich main-main. Kebahagiaan membuncah di dadanya. Sebentar lagi. Hanya tinggal sebentar lagi mereka berstatus sebagai suami istri.Seharusnya Natalie malu. Dia bukan hanya mendobrak tradisi agung pernikahan keluarga kerajaan, tetapi juga menurunkan standar pernikahan ke posisi paling bawah. Pernikahan drive-thru. Sekarang bukan hanya makanan cepat saji saja yang
Dietrich mendekatkan wajahnya, memosisikan bibir Natalie sehingga bertaut dengannya. Lidahnya menyusuri bibir manis beraroma mint milik Natalie. Napas Natalie terengah ketika Dietrich menekan lidahnya lebih dalam menjelajahi mulut Natalie. Sedikit terburu-buru didesak hasrat, Dietrich tak bisa menahannya lagi. Natalie adalah miliknya dan ia sudah menginginkan Nat sejak lama. Tubuh Natalie dengan mudah dikuasainya. Tangan Dietrich menurun ke pundak Nat, membelai kulit halus yang terbuka itu. Dietrich menyesap sisi leher Natalie—yang seketika membuat desah wanita cantik itu terlontar begitu saja. Kemudian, si presdir tampan mencium dan menenggelamkan wajahnya di leher Natalie. Suara ciuman yang menggelora berhenti sejenak. Dietrich melepaskan dan menatap wajah Natalie yang sudah memerah. Sementara itu, sorot mata Natalie tampak sayu sekaligus bergairah. Sial. Bagaimana Dietrich dapat berhenti sekarang? Miliknya yang mengeras bergesekan dengan milik Natalie yang terasa basah. Dietr