Natalie mengira, Dietrich sudah pergi. Namun, perkiraannya itu jelas salah.Jantung Natalie kembali berulah, berdentum-dentum menghantam dadanya pada saat ia menyadari ada yang berbeda dalam pengaturan tempat duduk makan malam kali ini. Semuanya salah, salah besar.Seharusnya Dietrich duduk di kepala meja, bukan tepat di seberangnya seperti ini!Oh, sial! Benar-benar sial. Bagaimana lelaki itu bisa berada di sana—lengkap dengan sebuah setelan malam formal yang membuatnya tampak luar biasa tampan di bawah kristal-kristal kandelir yang menyorot dari atas? Natalie tidak siap dengan ini. Gadis cantik itu menjadi teramat gelisah sekarang.Apalagi Dietrich tak pernah melepaskan pandangan darinya sepanjang acara makan malam berlangsung."Julien ...." Natalie berpaling ke samping. Berusaha mengalihkan perhatiannya sendiri pada orang lain.Julien menoleh dan tersenyum manis. "Ya, Nat?""Errr—jika kita akan menikah, di mana kau ingin kita tinggal?" Natalie hanya mengucapkan apa yang terlintas d
Dietrich mengharapkan perpustakaan akan sepi di jam-jam seperti ini. Akan tetapi, Dewi Fortuna sepertinya memang sangat jarang berpihak padanya, karena ruangan besar beratap kubah tinggi itu kini telah ditempati oleh Vladimir Alexandrov dan Axel Junior.Vladimir bangkit berdiri sambil menenteng sebuah botol vodka baru saat melihat kedatangan Dietrich. Senyuman lebar di wajah sang mafia tampan membuat wajahnya tampak seperti bocah—bukannya lelaki matang di usia tiga puluh enam. "Dietrich! Kakak iparku! Mengapa mukamu kusut begitu? Kemarilah dan bergabung dengan kami!"Dietrich memutar bola mata. Namun, tak urung bergabung juga dengan kedua pria itu.Axel Junior menoleh dan mengernyit. "Di. Pipimu merah sebelah. Seseorang menamparmu?""Natalie." Dietrich menjawab masam.Axel merapatkan bibir untuk menahan tawa, sedangkan Vladimir berkebalikan. Lelaki yang satu itu langsung menyemburkan tawanya tanpa peduli hal lainnya. "Kau ditampar oleh Natalie? Memangnya hal buruk apa yang sudah kau l
Pada bulan berikutnya, Natalie Casiraghi duduk termenung lama di sebuah kafe di Paris. Masa pendekatan dengan Julien seolah menemui jalan buntu. Bukannya Jules lelaki yang buruk. Justru sebaliknya, Julien Toussaint telah membuktikan diri sebagai seorang pejuang.Pesan-pesannya datang secara terjadwal di ponsel Natalie. Setelah rangkaian pesta musim gugur berakhir pun, Julien terkadang menyempatkan diri main ke Paris untuk mengunjungi Natalie.Namun, herannya semua yang dilakukan Julien tak pernah menimbulkan apa pun di dalam hati Natalie."Pesanan Anda, Nona. Cokelat panas tanpa kopi." Seorang pelayan kafe mengantarkan pesanan Natalie.Natalie mendongak dan berterima kasih ringan, tepat di saat kedua teman dekatnya datang. Chiara Brignone dan Achilleas Konstantinos.Achi mencibir gemas. "Cokelat panas tanpa kopi? Di sebuah kafe? Nat, kau bisa membuat yang seperti itu di kantor saja."Chiara mengambil tempat duduk di depan Natalie. "Dan kau sudah punya banyak sekali cokelat."Natalie m
Ketika langit mulai berubah warna menjadi gelap, Natalie duduk di kursinya di dalam kantor Lyubova. Kursi Catherine, sebetulnya. Di atas mejanya, tertumpuk rapi cokelat-cokelat favorit dalam kemasan dan di hadapan Natalie, ada sepucuk surat.Tangan Natalie terulur untuk menyentuh kertas tebal berwarna keemasan tersebut. Namun, kemudian terhenti di udara. Logika gadis cantik itu memerintahkan untuk jangan menerima pemberian apa pun lagi dari pria b*jingan tidak tahu diri ini. Akan tetapi, hati Natalie berkata lain.Lantas hatilah yang kali ini memenangkan pertempuran.[Nat, ini aku Dietrich.Mon Dieu. Sulit sekali bicara denganmu belakangan ini. Rasanya ... kau pergi begitu jauh, padahal aku tahu di mana kau berada. Kau tidak memblokir nomorku atau mematikan ponsel, tapi mengapa kau membuatku mengira bahwa kau sedang memberikan tembok pembatas—yang membuatku berpikir jutaan kali lagi sebelum mengetik apa pun dan mengirimkannya padamu?Nat. Maafkan aku. Aku bersalah padamu. Tindakanku m
Julien Toussaint sudah sebulan lebih berkenalan lebih dekat dengan Natalie Casiraghi. Ini aneh. Biasanya, dia cepat bosan dengan perempuan. Akan tetapi, rekomendasi paman Axel memang jempolan. Top tier.Natalie merupakan wanita istimewa yang jarang sekali ditemukan di tahun-tahun belakangan. Tutur katanya lembut dan santun. Cara bergeraknya anggun. Julien tidak pernah melihat Natalie marah—kecuali pada saat Dietrich mengganggu gadis itu. Well. To be fair—Untuk keadilan, Dietrich kan memang menyebalkan. Julien saja sering jengkel setengah mati pada pria itu.Yang paling penting, Natalie sangat cantik. Kecantikannya klasik—jenis yang cocok sekali untuk melengkapi deretan trophy wife dalam keluarga Toussaint. Garis keturunannya yang tak perlu diragukan lagi menambah poin plus. Julien tersenyum perlahan-lahan. Kakek Auguste akan sangat bangga padanya. Tidak ada seorang pun—sekali lagi, tidak seorang pun—dalam keluarga Toussaint yang menikah dengan anggota keluarga kerajaan yang masih berk
"Sebelum kami memberimu daftar lelaki yang pantas untuk dijadikan suami, mungkin kau bisa bergegas ke Ritz Hotel terlebih dulu."Suara Achilleas Konstantinos terdengar dari ambang pintu. Lelaki berambut ungu tersebut mengetuk pintu hanya sebagai formalitas, lalu masuk ke dalam ruangan Natalie dan merebahkan diri di sebuah sofa berbahan suede."Julien Toussaint ada di sana. Salah satu temanku melihatnya ada di sana." Achi menjelaskan. "Aku tidak akan memberikan nama-nama lelaki potensial untuk dijadikan suami jika kau masih punya calon tunangan."Chiara mengangguk membenarkan. "Itu akan menimbulkan masalah lain."Achilleas menimpali. "Selesaikan dulu dengan Julien."Natalie menyingkirkan surat Dietrich ke dalam laci, lalu bangkit berdiri perlahan-lahan agar kepalanya tidak terkena serangan pusing mendadak akibat gerakan yang terlalu tiba-tiba."Achi. Kau yakin Julien ada di sana?" Perempuan cantik itu bertanya sekali lagi untuk memastikan.Achilleas mengangguk. "Positif."Natalie menga
“Kami terus melihat hasil yang kuat pada kuartal ketiga, melebihi ekspektasi kami terhadap pertumbuhan RevPAR di seluruh sistem, dengan pertumbuhan di seluruh segmen pelanggan. Kami juga terus memanfaatkan portofolio merek-merek terkemuka di industri untuk mendorong pertumbuhan lebih lanjut jaringan global kami." Sigismund, pria paruh baya botak keturunan Bohemia yang kini menjadi orang kepercayaan Dietrich berkata.Namun, dia tidak yakin bahwa bosnya benar-benar mendengarkan."Kami yakin kami telah berhasil, titik perubahan dan mengharapkan peningkatan yang berarti dalam pembukaan pada kuartal keempat dengan momentum positif yang berkelanjutan hingga kuartal berikutnya kami akan dapat menggerakkan pipeline terbesar dalam sejarah kami. Dengan catatan, kami harus mempercepat net unit growth dari 5.5% ke 6% tahun depan."Dietrich Toussaint membereskan pekerjaannya lebih cepat hari itu. Entah mengapa, perasaannya tidak menentu seolah ada yang salah. Sesuatu mengusik hatinya. Tidak, ini b
Dietrich menyingkirkan Monsieur Randall dan menggantinya dengan dirinya sendiri—untuk menyetir Rolls Royce milik Toussaint dari bandara Charles de Gaulle menuju Ritz Hotel Paris. Monsieur dulunya kehilangan pendengaran dan lumayan kesulitan bicara. Akan tetapi, malam ini pria paruh baya itu sengaja menutup indra penglihatannya. Takut, karena Dietrich menyetir ugal-ugalan dan menyebabkan sebagian besar pengguna jalan di jalanan kota Paris membunyikan klakson mereka bersamaan.Kedatangan Rolls Royce Toussaint sudah terpantau lewat kamera pengintai sejak jauh. Para petinggi Ritz Hotel tergopoh-gopoh mempersiapkan diri dan berlarian menuju lobi. Lengkap dengan pakaian terbaik mereka. Pada saat seseorang keluar dari pintu pengemudi, mereka tidak terlalu memerhatikan pada awalnya.Namun, sang General Manager tanpa sengaja melihat siapa yang baru saja turun. Lelaki tinggi berkacamata itu terkesiap keras. "Tuan Dietrich Toussaint!"Seluruh petinggi Ritz Paris terbelalak, kemudian buru-buru me
Dietrich kembali ke Brussel sendirian, setelah Natalie dibawa pulang ke Monte Carlo malam itu ... tanpa berpamitan. Seluruh keluarga Toussaint masih berada di istana musim panas Babushka. Vladimir dan Catherine berencana menghentikan pesta yang berlangsung untuk menyambut kelahiran kedua putra mereka—demi menghormati Dietrich dan menyatakan bahwa mereka turut berduka atas kehilangan yang Dietrich dan Natalie rasakan.Namun, Dietrich menolak. Fyodor dan Mykola berhak mendapatkan semua pesta itu. Begitu pula dengan Catherine—yang meski sudah memiliki empat anak, tetapi baru pertama kali merasakan bahwa pengalaman melahirkannya dirayakan. Jadi, malam itu juga Dietrich mengemasi barang-barangnya kemudian bertolak menuju bandara Pulkovo untuk selanjutnya terbang kembali ke rumah.Ke kastil Toussaint.Malam di awal bulan Januari itu gelap dan sungguh tanpa bintang. Membeku ... menggigit hingga ke dalam sukma. Dietrich menatap hampa semuanya melalui jendela pesawat—dan limosin yang dikemudik
"Kau dengar sendiri apa yang dikatakan oleh putriku." Dietrich mendengar Tuan Casiraghi—ayah mertuanya—berjalan mendekat tatkala Natalie tertidur di dalam kamar rawat inapnya.Ya. Dietrich tidak tuli. Tentu saja dia mendengar semuanya."Kami akan membawanya pulang ke Monte Carlo," kata Tuan Casiraghi di depan semua orang. "Urusan perceraian nanti akan diselesaikan oleh tim pengacara yang kami tunjuk."Dietrich termenung. Semua yang terjadi padanya hari ini benar-benar terasa bagai mimpi yang jauh—sebuah mimpi buruk. Lelaki itu mengerling pada Natalie yang masih berada di atas bed pasien, namun sosok cantik itu telah mengalihkan pandangan ke arah lain.Bagaimana semuanya bisa menjadi seperti ini? Bagaimana cintanya dapat menyerah pada hubungan mereka berdua di saat mereka sama-sama kehilangan?Di saat seluruh ruangan hening selama beberapa saat, Dietrich tahu bahwa semua orang sedang menunggu jawabannya. Maka, ia mengangguk. Ia tidak sanggup mengatakan apa pun. Dan ia menahan diri agar
Derap kaki Dietrich menggema di seluruh lorong rumah sakit, diikuti langkah kedua orang tuanya—Anthony Toussaint dan Lady Louise. Raut penuh kepanikan tampak jelas di wajah pria tampan itu. Tubuhnya yang tinggi dan tegap berpacu lebih dulu dibandingkan dengan siapa pun untuk mencapai ruang operasi tempat istrinya berada.Operasi masih berlangsung. Ruang tunggu di depannya lengang. Sunyi. Seolah mengejek lelaki itu dalam keheningan yang menyakitkan."Duduklah dulu dan tenangkan dirimu, Dietrich," bujuk Anthony Toussaint. "Kita doakan saja agar semuanya berjalan lancar dan Natalie baik-baik saja."Lady Louise sependapat dengan sang suami. "Aku sudah menghubungi Stéphanie. Dia dan keluarganya sudah dalam perjalanan kemari."Kedua tangan Dietrich lari ke kepala untuk meremas rambutnya sendiri. Kemudian, turun ke bagian tengkuk, dan berakhir membentuk sebuah kepalan yang diarahkannya ke mulut pria tampan itu sendiri. Kekalutan melanda dirinya—sampai paru-parunya mulai terasa kesulitan untu
Pada saat mobil telah berhenti di depan ruang gawat darurat rumah sakit, Natalie tidak sempat berpikir lagi. Segalanya terasa bagai mimpi—bagaimana dia diangkat dan diletakkan di sebuah brankar. Brankar tersebut didorong ke dalam, lalu Dokter Özge tampak berbicara dengan beberapa petugas medis dan dalam sekejap Natalie dimasukkan menuju sekat pemeriksaan.Sebuah gelengan pelan yang dilakukan oleh Dokter Özge sesaat setelah pemeriksaan menghancurkan hati Natalie bahkan sebelum sang dokter sempat berbicara."Nyonya Natalie maafkan saya. Saya tidak menemukan detak jantung janin Anda lagi." Dokter Özge berkata gamblang.Penegasan itu membuat Natalie sontak terisak. Tangisannya pecah begitu saja—tanpa bisa ditahan lagi. Ini adalah hal yang menakutkan. Tidak, bukan. Sesungguhnya, ini adalah hal yang paling ia takutkan. Bahkan sejak awal kehamilan, Natalie tidak pernah merasa percaya diri bahwa semua akan baik-baik saja. Seolah dia sudah tahu bahwa ini akan terjadi."Nyonya," Dokter Özge men
"Apa yang Anda rasakan?"Pertanyaan Dokter Özge menyentakkan Natalie kembali pada kenyataan. Wanita itu melarikan tangan ke belakang leher, lalu mengusap keringat dingin yang terus membasahi kerah sweater-nya di sana sembari menelan ludah. "Tidak ada."Dokter Özge mengangguk. "Nyonya .... Sering kali kita tidak memerhatikan. Namun, apa yang kita rasakan tidak selalu itulah yang bayi kita rasakan. Anda mungkin tidak merasa lelah ... atau mungkin tidak sadar bahwa Anda sebenarnya sedang stres. Banyak sekali hal yang bisa memicu timbulnya flek. Pemeriksaan oleh dokter Anda di Venezuela menunjukkan beberapa gejala yang tidak bagus. Namun, jangan khawatir. Bukan berarti sekarang kondisinya belum membaik."Natalie mengangguk, kemudian memejamkan mata. Sebelah tangannya mengusap lembut perutnya. Wanita cantik itu berusaha merasakan. Apa pun—entah itu hingar bingar suara musik di kejauhan, kembang api yang terus memeriahkan langit musim dingin, suhu udara yang semakin menurun seiring bertamba
Pada saat Natalie sampai di kamar tempat Catherine dan anak-anaknya berada, Dokter Özge membuka pintu dan keluar sebelum Natalie sempat menyentuh gagang pintu. Wanita berkacamata tebal itu agak terkejut, tetapi senang melihat kedatangan Natalie."Nyonya Toussaint!" Dokter Özge berseru lalu kedua tangannya meraih pundak Natalie. "Saya mendengar banyak hal tentang pernikahan Anda yang sensasional. Selamat, Nyonya. Semoga pernikahan Anda mendapatkan keberkahan dan langgeng. Anda ingin menjenguk Nyonya Alexandrov?"Natalie tersenyum. "Terima kasih. Ya, Dok. Saya kemari untuk melihat bayi-bayi Catherine."Dokter Özge mengangguk. "Bagaimana dengan kehamilan Anda sendiri? Apakah semuanya baik-baik saja?"Natalie terdiam agak lama."Nyonya? Apakah ada yang bisa saya bantu? Anda tampak ... sedikit pucat." Dokter Özge membantu Natalie untuk duduk di sebuah kursi di lorong. "Apakah ada masalah?"Natalie menelan ludah. "Saya sempat memeriksakan kandungan sebelum terbang kemari, tetapi ... dokter
Natalie tidak berani banyak bergerak. Dokter kandungan yang diam-diam ia temui di Venezuela meresepkan serangkaian obat penguat kandungan dan beberapa vitamin tambahan, serta memberikan saran untuk beristirahat sebanyak mungkin demi menghindari stres.Yang terakhir adalah yang paling sulit. Natalie tidak merasa stres akan apa pun, tetapi entah mengapa dokter mengatakan itu. Badannya pun tidak terasa lelah bahkan setelah perjalanan panjang dari Brussel ke New York, kawin lari ke Las Vegas, kembali ke Monte Carlo, berbulan madu ke Caracas, kemudian sekarang sedang dalam penerbangan lanjutan dari Brussel menuju St. Petersburg."Selamat datang di Rusia, Tuan-Tuan dan Nyonya-Nyonya sekalian!" Erik—tangan kanan Vladimir Alexandrov—menyambut kedatangan pesawat jet pribadi terbesar milik Alexandrov, Lexstream One, yang ditugaskan khusus menjemput keluarga Toussaint—di bandar udara Pulkovo, dengan senyum ramah yang kini tidak lagi tampak seperti seringaian beruang di mata Natalie.Dietrich men
"Vladimir Alexandrov baru saja memberi tahuku bahwa hari perkiraan lahir anak-anaknya sudah dekat. Keluarga Toussaint sudah akan berangkat ke Rusia. Tapi, aku ingin bertanya padamu dulu sebelum memutuskan apa pun. Bagaimana menurutmu? Apakah kita ikut berangkat ke St. Petersburg? Atau kita masih tinggal di sini untuk beberapa lama lagi?"Dietrich Toussaint kembali pada istrinya setelah memesan makan siang dan menerima telepon lain dari adik iparnya. Lelaki itu tampak riang. Sumringah. Senyumannya teramat lebar menandakan kebahagiaan menyambut calon keponakan-keponakan barunya.Ia menghampiri sisi ranjang istrinya, kemudian menggenggam jemari perempuan cantik itu lembut. "Mereka baru akan lahir, tetapi aku sudah tidak sabar menanti mereka dewasa. Kurasa, mereka akan sama ugal-ugalannya dengan kedua kakak mereka," ucapnya. "Dan mereka akan menjadi sepupu-sepupu yang baik untuk anak kita."Natalie menelan ludah. Sekilas, Dietrich sempat melihat kilau kesedihan di mata wanita cantik itu,
"Natalie! Dieu, ke mana saja kau? Aku sudah selesai meeting—dan hasilnya menakjubkan. Kami akan memperluas jaringan hotel di Venezuela selama setahun ke depan. Apakah saat-saat berbelanjamu menyenangkan?" Dietrich bangkit dari sofa dan menutup laptop saat melihat sang istri datang dengan beberapa bodyguard wanita yang menenteng banyak sekali paperbag hasil belanja.Natalie mendekat dengan cepat. Perempuan cantik itu melemparkan tangan ke sekeliling leher sang suami, sedangkan Dietrich merengkuh dan membenamkan wajah di ceruk lehernya. "Wah, benarkah? Haruskah aku mengucapkan selamat? Kau memang hebat, Di!"Dietrich tampak bangga dengan dirinya sendiri. Ya Tuhan, sudah berapa lama ini berlangsung? Lelaki itu selalu mengharapkan ini setelah melakukan hal-hal yang prestisius—pengakuan dan pujian dari Nat. Seolah ia hidup hanya untuk itu.Mengapa selama ini Dietrich tidak menyadarinya? Dia sungguh bisa gila jika Natalie waktu itu benar-benar menikah dengan orang lain. Membayangkan itu di