“Terima kasih, Tuan Bellingham,” balas Laura sopan, dengan nada bicara yang terdengar sangat lembut. “Sebenarnya, aku masih harus banyak belajar karena belum pernah mengelola perusahaan. Semoga aku tidak mengalami banyak tekanan. Apalagi, M&C Factory sudah memiliki nama besar dan reputasi baik di mata masyarakat.”
“Seharusnya Anda tak perlu khawatir secara berlebihan, Nyonya. Tuan Lynch adalah pengusaha hebat. Dia masuk dalam jajaran sepuluh pengusaha muda paling bersinar setiap tahunnya. Kurasa, Tuan Lynch tak akan membiarkan istrinya berada dalam tekanan.”“Tentu saja. Anda benar sekali.” Laura tersenyum, seraya menoleh sekilas kepada Lewis. Namun, dia langsung mengalihkan pandangan ke arah lain karena pria itu tengah menatapnya. Laura menjadi risi.“Aku juga akan melakukan hal sama andai menjadi Tuan Lynch,” ucap Lewis pelan.Laura tak tahu harus menanggapi bagaimana. Dia hanya tersenyum. Sesaat kemudian, wanita cantik tadi seperti teringat“A-apa? Mengandung?” ulang Chelsea tak percaya. Dr. Campbell mengangguk. “Untuk lebih jelas lagi, sebaiknya Anda membuat janji dengan dokter kandungan. Aku akan merekomendasikan untuk Anda. Bagaimana?” tawar pria paruh baya itu sopan. Chelsea yang masih dilanda perasaan tak percaya, hanya menanggapi dengan anggukan lemah. Hingga Dr. Campbell berpamitan, kekasih Christian tersebut masih terlihat kebingungan. “Hamil?” gumam Chelsea seraya menyentuh perut, kemudian mengusap-usapnya pelan. “Apa yang harus kulakukan?” Chelsea memaksakan diri berbaring seraya memejamkan mata. Namun, itu tak berlangsung lama. Beberapa saat kemudian, wanita cantik berambut cokelat tersebut kembali terjaga. Hal seperti tadi terus berlangsung, hingga jam digital menampilkan angka 02.45.“Astaga.” Chelsea terkejut. Dia berusaha memejamkan mata. Bagaimanapun juga, dirinya harus memaksakan diri untuk tidur. Beberapa saat berlalu. Tanpa terasa, malam tela
“Ya, Tuhan!” pekik Laura sambil menutupi mulut karena terkejut.Begitu juga dengan Christian dan Alfred. Kedua pria tadi langsung mendekat kepada Chelsea, yang sudah tergeletak di lantai. Christian bahkan membopong tubuh wanita itu dan memindahkannya ke sofa.“Akan kupanggilkan dokter,” ucap Alfred tanpa diperintah.Christian yang tampak tegang, memberikan tanggapan dengan anggukan. Dia fokus memeriksa denyut nadi Chelsea.“Apa wanita itu baik-baik saja?” tanya Laura ikut tegang.“Entahlah. Semoga tidak ada sesuatu yang serius,” jawab Christian, seraya menoleh sekilas pada Laura yang berdiri di dekatnya, lalu kembali mengalihkan perhatian pada Chels
Setelah panggilan pertama gagal, Christian mencoba menghubungi kembali istrinya. Namun, kali ini pun sama saja. Laura tak juga menjawab telepon darinya. Christian mengembuskan napas berat dan dalam, kemudian beranjak dari tempat duduk.“Permisi, Tuan.” Seorang pelayan wanita datang menghadap dengan sikap tubuh teramat sopan. “Aku sudah menebus resep yang diberikan oleh Nona Wright.” Wanita itu memberikan obat kepada Christian.“Terima kasih. Kau boleh pergi.” Christian memeriksa terlebih dulu obat yang tadi dibeli dari apotek, sebelum dia bawa ke kamar yang ditempati Chelsea. Wanita yang terkulai lemah di tempat tidur.“Ini vitaminmu,” ucap Christian, seraya meletakkan obat tadi di meja sebelah tempat tidur. “Apa kau sudah makan?” tanya pr
“Jangan gila, Chelsea!” sergah Christian, meski tidak terlalu nyaring. “Aku tidak suka kau memanfaatkan kehamilanmu untuk mengikatku!” tegas pria itu dengan tatapan tajam.“Suka atau tidak, kau memang sudah terikat denganku. Janin dalam kandunganku ini buktinya, Christian,” balas Chelsea tak kalah tegas. “Jika kau tak mengizinkanku tinggal di sini, biarkan aku pergi sekarang juga. Aku akan ke Skotlandia dan tinggal bersama ibuku di sana. Namun, jangan harap kau bisa bertemu dengan anakmu kelak,” gertak wanita itu serius.Mendengar ucapan bernada ancaman dari Chelsea, membuat Christian terdiam beberapa saat. Dia tak boleh bertindak gegabah lagi. Namun, dirinya pun tak bisa membiarkan Chelsea berbuat sesuka hati. “Jangan main-main denganku, Chelsea!” balas Christian penuh penekanan. Ekspresin
“Apa? Dia ingin tinggal di rumahmu?” Laura menatap tak percaya. Sesaat kemudian, wanita itu menggeleng pelan. “Yang benar saja, Christian.” Christian mengembuskan napas pelan dan dalam. “Aku menolaknya. Aku berjanji akan bertanggung jawab dalam bentuk lain. Akan tetapi, Chelsea memilih pergi. Dia mengatakan bahwa aku tak akan pernah melihat anak yang dilahirkan nanti karena dirinya akan pindah ke Skotlandia. Bagaimana menurutmu?” Christian membalas tatapan sang istri. “Apa?” Laura menopang sebelah tangan, yang digunakan untuk memijat kening. Kepalanya terasa pusing lagi. Padahal, tadi dia sudah mulai lupa dengan masalah di rumah. “Kau akan menjadi ayah paling buruk karena tak dikenali oleh anakmu, Christian. Itu akan sangat menyakitkan,” ucap Laura, diiringi keluhan pendek. “Lalu?” Christian menaikkan sebelah alisnya. “Aku tak mungkin membawa Chelsea tinggal seatap denganmu. Itu hanya akan menempatkanku dalam masalah setiap saat. Hari ini saja kau tidak
“Apa?” Christian menatap tak percaya mendengar ucapan Laura. “Jangan main-main dengan keputusan yang kau ambil. Sebaiknya, pikirkan dulu matang-matang.” “Kau bisa memberikan syarat kepada Chelsea. Aku tak ingin jika kau sampai tidak dipertemukan dengan anakmu nanti. Itu pasti sangat buruk, Christian. Kau pun akan dihantui rasa bersalah.” Christian berdecak pelan. Pria itu berkali-kali mengembuskan napas berat dan dalam. “Ya, Tuhan,” keluhnya. “Aku … aku selalu berusaha untuk tidak membuat kesalahan, yang akan membuat diriku terlihat bodoh. Namun, lihatlah sekarang. Segalanya bahkan membuatku menjadi seperti orang paling konyol dan menyedihkan. Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Kau tahu kenapa?” Christian menatap lekat Laura. “Kau jauh lebih memahami dirimu,” jawab Laura. “Aku tak ingin menghakimi atau mengatakan sesuatu yang membuatmu merasa tak nyaman. Dalam beberapa waktu terakhir, kau bersikap baik dan membuatku merasa berbeda. Aku men
“Apa maksudmu, Laura?” Chelsea menatap tajam istri kekasihnya. “Seperti yang kau dengar tadi, Nona Wright. Sebagai nyonya besar di Kediaman Lynch, aku mengizinkanmu tinggal bersama kami hingga waktu persalinan tiba. Setelah itu, kami akan merawat bayi yang kau lahirkan. Jangan khawatir. Aku akan memberiahukan siapa ibu kandungnya."“Kenapa kau ingin mengambil dan merawat anak yang kulahirkan?” tanya Chelsea penuh selidik. Laura tetap terlihat tenang. Dia berusaha menjaga imagenya. “Sebenarnya, aku tidak mau melakukan itu. Akan tetapi, anak yang kau lahirkan merupakan darah daging suamiku. Artinya, aku harus memberikan kasih sayang dan menganggapnya sebagai anakku. Namun, tidak dengan kehadiranmu di antara kami,” jawab Laura lugas. Christian terkejut mendengar pernyataan Laura. Dia tak menyangka bahwa istrinya akan berpikir sejauh itu. Laura begitu lembut dan seperti wanita tidak berdaya. Akan tetapi, dia justru lebih kuat dari yang terlihat di
“Apa bedanya dengan makan sendiri? Kau akan tetap merasa mual,” ujar Christian datar. Dia seperti memberikan penolakan secara halus pada Chelsea. “Setidaknya, aku tahu bahwa kau masih memiliki kepedulian terhadapku,” balas Chelsea enteng, seraya menyibakkan rambut panjangnya yang sedikit acak-acakan. Tanpa banyak berdebat, Christian menuruti keinginan Chelsea. Dia menyuapi wanita yang tengah mengandung benihnya tersebut. Akan tetapi, baru bebrapa suapan, Chelsea langsung menunjukkan raut aneh. Dia bergerak cepat menyibakkan selimut, kemudian turun dari tempat tidur dan berlari menuju kamar mandi. Chelsea berlutut di depan closet. Dia memuntahkan semua makanan yang masuk ke perutnya. “Ya, Tuhan.” Christian langsung mengikuti ke dalam ke kamar mandi, kemudian disusul Laura. Dia membantu Chelsea, dengan cara memijat tengkuk wanita itu. “Ini yang paling kubenci, Christian,” keluh Chelsea, sebelum kembali muntah di dalam closet.
Semenjak itu, Laura memutuskan kembali menetap di Inggris. Dia membiarkan rumah peninggalan Lewis, meskipun masih sering memantau dengan menghubungi asisten kepercayaannya. Bagaimanapun juga, semua aset peninggalan Lewis merupakan amanat yang harus dijaga. Laura tak ingin mengkhianati pria yang telah begitu baik terhadapnya dan Harper. Dia akan tetap melakukan kewajiban, menjalankan bisnis yang diwariskan Lewis. Setidaknya, itu membuat rasa bersalah sedikit tertutupi karena memilih kembali pada Christian. ********** Waktu terus berlalu. Musim pun, silih berganti. Laura menjalani biduk rumah tangga yang harmonis dengan Christian. Saat ini, dia bahkan tengah mengandung. "Kuharap kau tidak kecewa karena tak jadi memiliki tiga bidadari cantik," ujar Laura, diiringi senyum lembut. Dia menatap penuh cinta pada Christian, yang tengah fokus mengemudi. "Ini sangat menggembirakan. Hidupku terasa begitu sempurna," ucap Christian. Dia tak henti tersenyum. Hasil USG yang sudah dilakukan tadi,
Semenjak malam itu, hubungan Laura dan Christian mulai menghangat. Christian tak sungkan berkunjung, bertemu dan berbincang dengan Grace. Begitu juga Emma dan Jamie, yang akan melangsungkan pernikahan. Hanya tinggal menghitung hari. Momen istimewa yang sudah Jamie nantikan selama bertahun-tahun akan terwujud. Pria itu sudah tak sabar menantikan dirinya dan Emma berdiri di altar, untuk mengucap janji suci pernikahan. Sementara itu, kedekatan antara Harper dan Mairi kian terjalin erat. Mairi yang mengetahui bahwa Harper belum diperbolehkan menari, selalu mengajak putri Laura tersebut melakukan banyak hal menyenangkan. “Kami sangat sibuk hari ini. Kau sudah tahu besok adalah hari pernikahan Emma dengan Jamie,” ucap Laura, saat menjawab panggilan telepon dari Christian. “Sayang sekali karena aku harus menghadiri acara penting sampai sore,” balas Christian, diiringi embusan napas berat. “Bagaimana Mairi? Kuharap dia tak merepotkanmu.” “Oh, tenang s
“Christian …,” desah Laura pelan, merasakan sentuhan lembut menjalari tubuhnya. Dia membiarkan pengusaha tampan itu menurunkan tali kecil dari pundak, hingga bagian atas slip dress yang dikenakannya terbuka lebar.Christian beranjak dari tempat tidur, lalu menarik dress satin merah marun itu. Dia melemparnya sembarang ke lantai. Pria bermata gelap itu terdiam sejenak, memandangi seonggok daging putih mulus yang dulu sering dinikmati kapan saja dirinya inginkan.Perlahan, Christian mencondongkan tubuh. Dia menarik celana dalam Laura. Pelan tapi pasti, segitiga pengaman dengan pinggiran berbahan lace itu terlepas dari kaki kiri Laura dan berhenti di mata kaki sebelah kanan. Christian seperti sengaja melakukannya.“Kau masih secantik dulu,” ucap Christian pelan dan dalam, sera
Laura tersenyum kikuk. Dia berusaha menyembunyikan rasa gugup karena ucapan Christian tadi. Laura mengalihkan semua itu pada anak-anak, yang tengah berbincang asyik. Wanita itu bergabung dengan mereka berdua.Sementara Christian hanya diam memperhatikan interaksi antara Laura dengan kedua gadis kecil itu. Laura tak membeda-bedakan Harper dengan Mairi.Christian teringat pada waktu Laura menyarankan untuk mengambil bayi Chelsea setelah dilahirkan, seakan-akan bersedia merawatnya. Padahal, saat itu dia mengira bayi dalam kandungan Chelsea merupakan darah daging Christian. Oleh karena itulah, kini Laura bersikap baik terhadap Mairi.Malam terus merayap. Jarum jam di arloji Christian telah menunjuk angka sembilan lewat beberapa menit. Setelah berbagai keseruan yang dilakukan, pengusaha tampan tersebut
“Apa? Tapi, kau tahu aku sedang sibuk membantu persiapan pesta pernikahan Bibi Emma. Bukankah itu tujuan kita datang kemari?” Laura menolak ajakan itu secara halus. “Kurasa, kau bisa berkemah lain waktu atau … atau kita bisa melakukannya di sini dengan nenek dan —”“Kau tidak mengizinkanku pergi, Bu?” tanya Harper, menyela ucapan Laura. Gadis kecil itu langsung terlihat murung. Dia menundukkan wajah, kemudian berbalik. Tanpa mengatakan apa pun, Harper meninggalkan Laura dan Christian yang berdiri di ambang pintu.“Harper!” panggil Laura.Namun, gadis kecil itu tak menyahut. Dia bahkan sudah menghilang di balik dinding penyekat ruangan.“Bagus, Laura
Laura tertegun sejenak, lalu menoleh pada Harper yang terbelalak tak percaya. Setelah itu, dia kembali mengalihkan perhatian pada pria tadi, untuk membubuhkan tanda tangan sebagai bukti penerimaan barang kiriman.Sepeninggal kedua pria yang sudah menyelesaikan pekerjaan mereka, Laura menatap aneh putrinya. Dia tak percaya Christian melakukan sesuatu yang dinilai sangat berlebihan. Namun, Laura tak bisa berkomentar apa-apa, melihat antusiasme Harper yang begitu takjub menghadapi setumpuk hadiah bagus.“Ibu tahu kenapa Paman Christian mengirimkan hadiah ini untukku? Apa hari ini aku berulang tahun?” tanya Harper, seraya menoleh pada Laura.“Tidak, Sayang. Ulang tahunmu masih empat bulan lagi,” jawab Laura, diiringi gelengan pelan. Dia mengalihkan pandangan pada Grace, yang memasang
"Ampuni aku, Christian," ucap Laura, di sela isak tangis pelan. Dia menundukkan wajah, tak berani melawan tatapan penasaran yang dilayangkan pria empat puluh tahun di hadapannya."Untuk apa? Kenapa aku harus mengampunimu?" tanya Christian tak mengerti."Aku ... aku sudah melakukan dosa tak termaafkan," sahut Laura, masih terisak pelan.Christian menatap lekat Laura. Pria itu memicingkan mata, mencoba menerka ke mana arah pembicaraan yang Laura maksud. Sesaat kemudian, pengusaha tampan tersebut seperti memahami sesuatu. "Apa ini ada hubungannya dengan Harper?"Laura menghentikan tangisnya, lalu mengangkat wajah. Dia membalas tatapan sang mantan suami. "Aku sangat marah dan membencimu, Christian," ucapnya lirih. "Saat itu, aku tak ingin melihat apalagi sampai bersinggungan denganmu. Tidak. Kau harus kubuang jauh. Sangat jauh. Penolakanmu membuatku terhina dan sakit. Teramat sakit," tuturnya pilu.Christian diam menyimak, tanpa mengalihkan perhatian s
Christian mengembuskan napas pelan. "Aku ingin memaksamu agar bersedia menerimaku lagi. Namun, entah ini jadi ide baik atau sebaliknya," ucap pria itu, tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun dari paras cantik Laura."Jangan memaksakan kehendak lagi, Christian. Kau tahu itu tak akan berakhir baik," ucap Laura menanggapi."Apakah itu berarti kau bersedia kembali padaku dengan sukarela?"Laura tertawa pelan mendengar pertanyaan konyol Christian. Wanita itu menggeleng, lalu mengalihkan perhatian ke sekeliling. Tatapannya tertuju pada kolam renang berbentuk bulat di ujung ruangan, yang dibatasi kaca tebal di sisi sebelah luar.Laura melangkah ke sana. Dia berdiri di tepi kolam renang, lalu meletakkan gelas berisi anggur yang sedari tadi digenggam. "Apa kau pernah berenang di sini?" tanyanya, seraya menoleh pada Christian.Christian menggeleng, sembari berjalan mendekat. Dia berdiri di sebelah Laura. "Aku ingin kau jadi orang pertama yang berenang
“Apa? Kau memberitahu Paman Christian bahwa kita ada di London?”Harper mengangguk, dengan ekspresi teramat polos. “Aku rindu Mairi, Bu,” ujarnya.Laura tak bisa membantah, bila sudah menyebut nama Mairi. Dia tersenyum lembut. “Memangnya, kapan Mairi akan kemari?” “Terserah Paman Christian,” jawab Harper enteng. Gadis kecil itu merebahkan tubuh. “Selimuti aku, Bu,” pintanya.“Kau mau tidur sekarang?” Laura menaikkan sebelah alis.“Aku lelah dan kekenyangan, Bu,” sahut Harper seraya memejamkan mata.Laura kembali tersenyum. Dia meraih ujung selimut, lalu menariknya hingga me