“Jangan gila, Chelsea!” sergah Christian, meski tidak terlalu nyaring. “Aku tidak suka kau memanfaatkan kehamilanmu untuk mengikatku!” tegas pria itu dengan tatapan tajam.
“Suka atau tidak, kau memang sudah terikat denganku. Janin dalam kandunganku ini buktinya, Christian,” balas Chelsea tak kalah tegas. “Jika kau tak mengizinkanku tinggal di sini, biarkan aku pergi sekarang juga. Aku akan ke Skotlandia dan tinggal bersama ibuku di sana. Namun, jangan harap kau bisa bertemu dengan anakmu kelak,” gertak wanita itu serius.
Mendengar ucapan bernada ancaman dari Chelsea, membuat Christian terdiam beberapa saat. Dia tak boleh bertindak gegabah lagi. Namun, dirinya pun tak bisa membiarkan Chelsea berbuat sesuka hati. “Jangan main-main denganku, Chelsea!” balas Christian penuh penekanan. Ekspresin
“Apa? Dia ingin tinggal di rumahmu?” Laura menatap tak percaya. Sesaat kemudian, wanita itu menggeleng pelan. “Yang benar saja, Christian.” Christian mengembuskan napas pelan dan dalam. “Aku menolaknya. Aku berjanji akan bertanggung jawab dalam bentuk lain. Akan tetapi, Chelsea memilih pergi. Dia mengatakan bahwa aku tak akan pernah melihat anak yang dilahirkan nanti karena dirinya akan pindah ke Skotlandia. Bagaimana menurutmu?” Christian membalas tatapan sang istri. “Apa?” Laura menopang sebelah tangan, yang digunakan untuk memijat kening. Kepalanya terasa pusing lagi. Padahal, tadi dia sudah mulai lupa dengan masalah di rumah. “Kau akan menjadi ayah paling buruk karena tak dikenali oleh anakmu, Christian. Itu akan sangat menyakitkan,” ucap Laura, diiringi keluhan pendek. “Lalu?” Christian menaikkan sebelah alisnya. “Aku tak mungkin membawa Chelsea tinggal seatap denganmu. Itu hanya akan menempatkanku dalam masalah setiap saat. Hari ini saja kau tidak
“Apa?” Christian menatap tak percaya mendengar ucapan Laura. “Jangan main-main dengan keputusan yang kau ambil. Sebaiknya, pikirkan dulu matang-matang.” “Kau bisa memberikan syarat kepada Chelsea. Aku tak ingin jika kau sampai tidak dipertemukan dengan anakmu nanti. Itu pasti sangat buruk, Christian. Kau pun akan dihantui rasa bersalah.” Christian berdecak pelan. Pria itu berkali-kali mengembuskan napas berat dan dalam. “Ya, Tuhan,” keluhnya. “Aku … aku selalu berusaha untuk tidak membuat kesalahan, yang akan membuat diriku terlihat bodoh. Namun, lihatlah sekarang. Segalanya bahkan membuatku menjadi seperti orang paling konyol dan menyedihkan. Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Kau tahu kenapa?” Christian menatap lekat Laura. “Kau jauh lebih memahami dirimu,” jawab Laura. “Aku tak ingin menghakimi atau mengatakan sesuatu yang membuatmu merasa tak nyaman. Dalam beberapa waktu terakhir, kau bersikap baik dan membuatku merasa berbeda. Aku men
“Apa maksudmu, Laura?” Chelsea menatap tajam istri kekasihnya. “Seperti yang kau dengar tadi, Nona Wright. Sebagai nyonya besar di Kediaman Lynch, aku mengizinkanmu tinggal bersama kami hingga waktu persalinan tiba. Setelah itu, kami akan merawat bayi yang kau lahirkan. Jangan khawatir. Aku akan memberiahukan siapa ibu kandungnya."“Kenapa kau ingin mengambil dan merawat anak yang kulahirkan?” tanya Chelsea penuh selidik. Laura tetap terlihat tenang. Dia berusaha menjaga imagenya. “Sebenarnya, aku tidak mau melakukan itu. Akan tetapi, anak yang kau lahirkan merupakan darah daging suamiku. Artinya, aku harus memberikan kasih sayang dan menganggapnya sebagai anakku. Namun, tidak dengan kehadiranmu di antara kami,” jawab Laura lugas. Christian terkejut mendengar pernyataan Laura. Dia tak menyangka bahwa istrinya akan berpikir sejauh itu. Laura begitu lembut dan seperti wanita tidak berdaya. Akan tetapi, dia justru lebih kuat dari yang terlihat di
“Apa bedanya dengan makan sendiri? Kau akan tetap merasa mual,” ujar Christian datar. Dia seperti memberikan penolakan secara halus pada Chelsea. “Setidaknya, aku tahu bahwa kau masih memiliki kepedulian terhadapku,” balas Chelsea enteng, seraya menyibakkan rambut panjangnya yang sedikit acak-acakan. Tanpa banyak berdebat, Christian menuruti keinginan Chelsea. Dia menyuapi wanita yang tengah mengandung benihnya tersebut. Akan tetapi, baru bebrapa suapan, Chelsea langsung menunjukkan raut aneh. Dia bergerak cepat menyibakkan selimut, kemudian turun dari tempat tidur dan berlari menuju kamar mandi. Chelsea berlutut di depan closet. Dia memuntahkan semua makanan yang masuk ke perutnya. “Ya, Tuhan.” Christian langsung mengikuti ke dalam ke kamar mandi, kemudian disusul Laura. Dia membantu Chelsea, dengan cara memijat tengkuk wanita itu. “Ini yang paling kubenci, Christian,” keluh Chelsea, sebelum kembali muntah di dalam closet.
“SRC Company?” ulang Christian, seakan mengingat-ingat nama perusahaan yang disebutkan Laura. Dia berusaha keras menggali kembali memori beberapa waktu lalu.“Kenapa? Apa kau tahu?” tanya Laura lagi. “Namanya tidak terlalu familiar di telingaku. Kupikir kau mengetahui sesuatu tentang perusahaan itu."Christian menggeleng. “Alfred pernah mengatakan bahwa perusahaan itu telah berpindah tangan dari pemilik lamanya,” jelas Christian, yang mulai dapat mengingat. “SRC Company merupakan milik pengusaha bernama Samuel Reiss Carson. Namun, kudengar yang memegang tampuk kepemimpinan saat ini adalah putranya. Jeremy Carson,” jelas Christian lagi."Oh, begitu." Laura menanggapi. “Kau Terima saja dulu. Buat janji untuk bertemu dan membahas masalah kerja sama. Tenang saja, akan kubantu nanti.” Christian menatap Laura dengan sorot penuh arti. “Ya, sudah. Masuklah. Aku harus menemui Tuan Bellingham sekarang.” Christian menyalakan kembali mesin mobil. Dia bersi
Laura tak menyangka Christian akan melakukan itu. Dia yang memang belum tidur, jadi merasa serba salah. Akhirnya, Laura membiarkan sang suami terus mendekap dari belakang. Bagaimanapun juga, dirinya membutuhkan perlakuan manis dari pengusaha tampan tersebut. Tenang dan terasa begitu damai. Laura tersenyum kecil, lalu mencoba memejamkan mata. Tanpa terasa, wanita cantik berambut pirang itu mulai terbang ke alam mimpi. Namun, malam yang seharusnya jauh lebih panjang justru terasa begitu singkat, ketika alarm dari jam digital berbunyi. Laura langsung terjaga. Dia meraba perut. Tangan Christian sudah tak ada lagi di sana. “Haruskah sepagi ini, Christian?” gumam Laura, yang bertanya pada diri sendiri, Si pemilik mata biru itu bangkit, lalu melihat ke sebelah, Christian sudah tak ada di tempat di mana biasa dia tidur. “Ah. Baiklah. Kau yang mengambil keputusan ini, Laura. Kau harus siap dengan segala konsekuensinya.” Laura kembali bicara sendiri. Setelah itu, barulah turun dari tempat t
“Sejak kapan kau melakukan itu?” tanya Laura dengan sorot aneh, yang dilayangkan terhadap sang suami. “Sejak kau terus menyangkal bahwa bukan dirimu yang ada dalam foto,” jawab Christian. “Apakah aku patut disalahkan karena tidak hati-hati, atau Emma memang terlalu licik sehingga mampu mengelabui banyak orang?” Christian mengembuskan napas pelan dan dalam. Laura tak segera menanggapi. Sejujurnya, dia juga tak pernah menyangka bahwa saudara kembarnya tersebut mampu berbuat sejauh itu. Apalagi, setelah kejadian di lorong dengan pria asing, yang juga mengira bahwa dirinya adalah Emma. “Kau tahu kenapa aku mendukungmu untuk menjalin kerja sama dengan SRC Company?” Christian kembali menatap sang istri, yang menanggapi pertanyaannya dengan gelengan pelan. “Aku belum tahu secara pasti. Namun, detektif swasta yang kusewa mengatakan bahwa Emma pernah menemui seorang pria bernama Jeremy Carson. Apa menurutmu ada dua orang dengan nama yang identik?”
“Kita menghadapi situasi berbeda saat ini,” ucap Christian tenang dan penuh wibawa. “Hubunganku dengan Laura perlahan membaik. Harus kuakui bahwa aku mulai merasakan sebuah pernikahan kali ini. Ikatan yang sebenarnya.” Christian mencoba menjelaskan dengan hati-hati. “Kau mencintai wanita itu?” tanya Chelsea dengan bibir bergetar menahan tangis. “Kau tahu aku tidak suka mengakui perasaan terhadap wanita manapun, termasuk dirimu. Namun, kali ini anggap saja aku menemukan kenyamanan di dekat Laura,” jawab Christian, tanpa mengubah sikap serta nada bicaranya. “Apa selama kita berhubungan, kau tak menemukan kenyamanan denganku?” Chelsea menatap kecewa pada pria yang duduk di hadapannya. “Aku menemukan rasa nyaman berbeda dalam diri Laura. Sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya,” jelas Christian lagi. “Aku tidak tahu apakah ini karena adanya ikatan pernikahan di antara kami berdua, atau disebabkan oleh hal lain. Namun, makin lama aku makin