“Apa maksudmu, Laura?” Chelsea menatap tajam istri kekasihnya.
“Seperti yang kau dengar tadi, Nona Wright. Sebagai nyonya besar di Kediaman Lynch, aku mengizinkanmu tinggal bersama kami hingga waktu persalinan tiba. Setelah itu, kami akan merawat bayi yang kau lahirkan. Jangan khawatir. Aku akan memberiahukan siapa ibu kandungnya."“Kenapa kau ingin mengambil dan merawat anak yang kulahirkan?” tanya Chelsea penuh selidik.Laura tetap terlihat tenang. Dia berusaha menjaga imagenya. “Sebenarnya, aku tidak mau melakukan itu. Akan tetapi, anak yang kau lahirkan merupakan darah daging suamiku. Artinya, aku harus memberikan kasih sayang dan menganggapnya sebagai anakku. Namun, tidak dengan kehadiranmu di antara kami,” jawab Laura lugas.Christian terkejut mendengar pernyataan Laura. Dia tak menyangka bahwa istrinya akan berpikir sejauh itu. Laura begitu lembut dan seperti wanita tidak berdaya. Akan tetapi, dia justru lebih kuat dari yang terlihat di“Apa bedanya dengan makan sendiri? Kau akan tetap merasa mual,” ujar Christian datar. Dia seperti memberikan penolakan secara halus pada Chelsea. “Setidaknya, aku tahu bahwa kau masih memiliki kepedulian terhadapku,” balas Chelsea enteng, seraya menyibakkan rambut panjangnya yang sedikit acak-acakan. Tanpa banyak berdebat, Christian menuruti keinginan Chelsea. Dia menyuapi wanita yang tengah mengandung benihnya tersebut. Akan tetapi, baru bebrapa suapan, Chelsea langsung menunjukkan raut aneh. Dia bergerak cepat menyibakkan selimut, kemudian turun dari tempat tidur dan berlari menuju kamar mandi. Chelsea berlutut di depan closet. Dia memuntahkan semua makanan yang masuk ke perutnya. “Ya, Tuhan.” Christian langsung mengikuti ke dalam ke kamar mandi, kemudian disusul Laura. Dia membantu Chelsea, dengan cara memijat tengkuk wanita itu. “Ini yang paling kubenci, Christian,” keluh Chelsea, sebelum kembali muntah di dalam closet.
“SRC Company?” ulang Christian, seakan mengingat-ingat nama perusahaan yang disebutkan Laura. Dia berusaha keras menggali kembali memori beberapa waktu lalu.“Kenapa? Apa kau tahu?” tanya Laura lagi. “Namanya tidak terlalu familiar di telingaku. Kupikir kau mengetahui sesuatu tentang perusahaan itu."Christian menggeleng. “Alfred pernah mengatakan bahwa perusahaan itu telah berpindah tangan dari pemilik lamanya,” jelas Christian, yang mulai dapat mengingat. “SRC Company merupakan milik pengusaha bernama Samuel Reiss Carson. Namun, kudengar yang memegang tampuk kepemimpinan saat ini adalah putranya. Jeremy Carson,” jelas Christian lagi."Oh, begitu." Laura menanggapi. “Kau Terima saja dulu. Buat janji untuk bertemu dan membahas masalah kerja sama. Tenang saja, akan kubantu nanti.” Christian menatap Laura dengan sorot penuh arti. “Ya, sudah. Masuklah. Aku harus menemui Tuan Bellingham sekarang.” Christian menyalakan kembali mesin mobil. Dia bersi
Laura tak menyangka Christian akan melakukan itu. Dia yang memang belum tidur, jadi merasa serba salah. Akhirnya, Laura membiarkan sang suami terus mendekap dari belakang. Bagaimanapun juga, dirinya membutuhkan perlakuan manis dari pengusaha tampan tersebut. Tenang dan terasa begitu damai. Laura tersenyum kecil, lalu mencoba memejamkan mata. Tanpa terasa, wanita cantik berambut pirang itu mulai terbang ke alam mimpi. Namun, malam yang seharusnya jauh lebih panjang justru terasa begitu singkat, ketika alarm dari jam digital berbunyi. Laura langsung terjaga. Dia meraba perut. Tangan Christian sudah tak ada lagi di sana. “Haruskah sepagi ini, Christian?” gumam Laura, yang bertanya pada diri sendiri, Si pemilik mata biru itu bangkit, lalu melihat ke sebelah, Christian sudah tak ada di tempat di mana biasa dia tidur. “Ah. Baiklah. Kau yang mengambil keputusan ini, Laura. Kau harus siap dengan segala konsekuensinya.” Laura kembali bicara sendiri. Setelah itu, barulah turun dari tempat t
“Sejak kapan kau melakukan itu?” tanya Laura dengan sorot aneh, yang dilayangkan terhadap sang suami. “Sejak kau terus menyangkal bahwa bukan dirimu yang ada dalam foto,” jawab Christian. “Apakah aku patut disalahkan karena tidak hati-hati, atau Emma memang terlalu licik sehingga mampu mengelabui banyak orang?” Christian mengembuskan napas pelan dan dalam. Laura tak segera menanggapi. Sejujurnya, dia juga tak pernah menyangka bahwa saudara kembarnya tersebut mampu berbuat sejauh itu. Apalagi, setelah kejadian di lorong dengan pria asing, yang juga mengira bahwa dirinya adalah Emma. “Kau tahu kenapa aku mendukungmu untuk menjalin kerja sama dengan SRC Company?” Christian kembali menatap sang istri, yang menanggapi pertanyaannya dengan gelengan pelan. “Aku belum tahu secara pasti. Namun, detektif swasta yang kusewa mengatakan bahwa Emma pernah menemui seorang pria bernama Jeremy Carson. Apa menurutmu ada dua orang dengan nama yang identik?”
“Kita menghadapi situasi berbeda saat ini,” ucap Christian tenang dan penuh wibawa. “Hubunganku dengan Laura perlahan membaik. Harus kuakui bahwa aku mulai merasakan sebuah pernikahan kali ini. Ikatan yang sebenarnya.” Christian mencoba menjelaskan dengan hati-hati. “Kau mencintai wanita itu?” tanya Chelsea dengan bibir bergetar menahan tangis. “Kau tahu aku tidak suka mengakui perasaan terhadap wanita manapun, termasuk dirimu. Namun, kali ini anggap saja aku menemukan kenyamanan di dekat Laura,” jawab Christian, tanpa mengubah sikap serta nada bicaranya. “Apa selama kita berhubungan, kau tak menemukan kenyamanan denganku?” Chelsea menatap kecewa pada pria yang duduk di hadapannya. “Aku menemukan rasa nyaman berbeda dalam diri Laura. Sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya,” jelas Christian lagi. “Aku tidak tahu apakah ini karena adanya ikatan pernikahan di antara kami berdua, atau disebabkan oleh hal lain. Namun, makin lama aku makin
Seusai makan malam, Christian kembali ke ruang kerja untuk melanjutkan sisa pekerjaan yang belum selesai, berhubung ada banyak gangguan. Salah satunya adalah telepon dari Gareth Mount, yang memberikan kabar tentang penyelidikannya terhadap Jeremy Carson. Tak nyaman berkomunikasi lewat telepon, Christian memutuskan membuat janji bertemu langsung dengan sang detektif. Keesokan harinya, Gareth datang memenuhi undangan Christian. “Apa kabar, Tuan Lynch?” sapa sang detektif sopan. “Sangat baik, Detektif Mount,” balas Christian. “Bagaimana? Apa ada perkembangan signifikan?” tanya pengusaha muda itu penasaran. Gareth mengangguk, kemudian membetulkan sikap duduk jadi lebih tegak. “Aku minta maaf sebelumnya, atas kinerjaku yang terlalu lamban.” Gareth memulai pembicaraan serius, yang akan dirinya sampaikan kepada Christian. “Tidak apa-apa, Detektif. Aku bisa memahami dengan baik. Lagi pula, Anda pasti tak akan sembarangan memberikan informas
Laura menatap lekat foto yang tergeletak di atas berkas. Sesaat kemudian, wanita itu memejamkan mata. Setelah beberapa hari berlalu, ini adalah kali pertama dia merasakan kembali sang suami dalam dirinya. “Ah, Christian,” desah Laura pelan. Dia menggerakkan tubuh perlahan, seiring dengan irama yang diciptakan Christian. Hingga beberapa saat, posisi seperti itu tidak berubah. Setelah merasa bosan, Christian mengajak Laura berdiri. Dia menurunkan tubuh sang istri, hingga menempel pada permukaan meja. Christian menyingkap bagian bawah midi dress yang Laura kenakan. Dia melanjutkan permainan, sampai berakhir setengah jam kemudian. Tak biasanya, Christian bermain cepat. “Kita lanjutkan nanti malam,” bisik Christian, saat Laura sedang mengenakan kembali celana dalam. “Jika kau tidak sibuk, bisakah kita bicara sebentar?” tanya Laura. Dia sudah selesai merapikan diri. “Tentang apa?” Christian balik bertanya, seraya duduk di balik meja kerja
Laura mempercepat langkah, berharap dapat menyusul Grace yang menuju ke arah lain. Namun, tiba-tiba ada beberapa petugas medis melintas sambil membawa pasien korban kecelakaan, dengan luka yang terlihat sangat mengerikan. Laura segera mundur, lalu memalingkan wajah. Ketika para petugas medis tadi sudah berlalu, Laura kembali mengarahkan pandangan ke arah yang dituju oleh Grace. Namun, wanita itu tidak terlihat lagi. Berhubung akan ke kantin, Laura melanjutkan langkah keluar dari Unit Gawat Darurat. Akan tetapi, tiba-tiba pikirannya mulai berkecamuk. Dia terus bertanya dalam hati. 'Apa yang sedang ibu lakukan di rumah sakit?'“Ayah,” ucap Laura teramat pelan. Dia mengkhawatirkan pria itu. Laura tahu bahwa sejak beberapa bulan terakhir, James kerap mengeluh sakit. “Semoga bukan dia,” harapnya, sambil terus melangkah hingga tiba di kantin. Laura langsung memesan kopi. Tanpa berlama-lama, dia bergegas kembali. “Mereka sudah selesai memeriksa Chel
Semenjak itu, Laura memutuskan kembali menetap di Inggris. Dia membiarkan rumah peninggalan Lewis, meskipun masih sering memantau dengan menghubungi asisten kepercayaannya. Bagaimanapun juga, semua aset peninggalan Lewis merupakan amanat yang harus dijaga. Laura tak ingin mengkhianati pria yang telah begitu baik terhadapnya dan Harper. Dia akan tetap melakukan kewajiban, menjalankan bisnis yang diwariskan Lewis. Setidaknya, itu membuat rasa bersalah sedikit tertutupi karena memilih kembali pada Christian. ********** Waktu terus berlalu. Musim pun, silih berganti. Laura menjalani biduk rumah tangga yang harmonis dengan Christian. Saat ini, dia bahkan tengah mengandung. "Kuharap kau tidak kecewa karena tak jadi memiliki tiga bidadari cantik," ujar Laura, diiringi senyum lembut. Dia menatap penuh cinta pada Christian, yang tengah fokus mengemudi. "Ini sangat menggembirakan. Hidupku terasa begitu sempurna," ucap Christian. Dia tak henti tersenyum. Hasil USG yang sudah dilakukan tadi,
Semenjak malam itu, hubungan Laura dan Christian mulai menghangat. Christian tak sungkan berkunjung, bertemu dan berbincang dengan Grace. Begitu juga Emma dan Jamie, yang akan melangsungkan pernikahan. Hanya tinggal menghitung hari. Momen istimewa yang sudah Jamie nantikan selama bertahun-tahun akan terwujud. Pria itu sudah tak sabar menantikan dirinya dan Emma berdiri di altar, untuk mengucap janji suci pernikahan. Sementara itu, kedekatan antara Harper dan Mairi kian terjalin erat. Mairi yang mengetahui bahwa Harper belum diperbolehkan menari, selalu mengajak putri Laura tersebut melakukan banyak hal menyenangkan. “Kami sangat sibuk hari ini. Kau sudah tahu besok adalah hari pernikahan Emma dengan Jamie,” ucap Laura, saat menjawab panggilan telepon dari Christian. “Sayang sekali karena aku harus menghadiri acara penting sampai sore,” balas Christian, diiringi embusan napas berat. “Bagaimana Mairi? Kuharap dia tak merepotkanmu.” “Oh, tenang s
“Christian …,” desah Laura pelan, merasakan sentuhan lembut menjalari tubuhnya. Dia membiarkan pengusaha tampan itu menurunkan tali kecil dari pundak, hingga bagian atas slip dress yang dikenakannya terbuka lebar.Christian beranjak dari tempat tidur, lalu menarik dress satin merah marun itu. Dia melemparnya sembarang ke lantai. Pria bermata gelap itu terdiam sejenak, memandangi seonggok daging putih mulus yang dulu sering dinikmati kapan saja dirinya inginkan.Perlahan, Christian mencondongkan tubuh. Dia menarik celana dalam Laura. Pelan tapi pasti, segitiga pengaman dengan pinggiran berbahan lace itu terlepas dari kaki kiri Laura dan berhenti di mata kaki sebelah kanan. Christian seperti sengaja melakukannya.“Kau masih secantik dulu,” ucap Christian pelan dan dalam, sera
Laura tersenyum kikuk. Dia berusaha menyembunyikan rasa gugup karena ucapan Christian tadi. Laura mengalihkan semua itu pada anak-anak, yang tengah berbincang asyik. Wanita itu bergabung dengan mereka berdua.Sementara Christian hanya diam memperhatikan interaksi antara Laura dengan kedua gadis kecil itu. Laura tak membeda-bedakan Harper dengan Mairi.Christian teringat pada waktu Laura menyarankan untuk mengambil bayi Chelsea setelah dilahirkan, seakan-akan bersedia merawatnya. Padahal, saat itu dia mengira bayi dalam kandungan Chelsea merupakan darah daging Christian. Oleh karena itulah, kini Laura bersikap baik terhadap Mairi.Malam terus merayap. Jarum jam di arloji Christian telah menunjuk angka sembilan lewat beberapa menit. Setelah berbagai keseruan yang dilakukan, pengusaha tampan tersebut
“Apa? Tapi, kau tahu aku sedang sibuk membantu persiapan pesta pernikahan Bibi Emma. Bukankah itu tujuan kita datang kemari?” Laura menolak ajakan itu secara halus. “Kurasa, kau bisa berkemah lain waktu atau … atau kita bisa melakukannya di sini dengan nenek dan —”“Kau tidak mengizinkanku pergi, Bu?” tanya Harper, menyela ucapan Laura. Gadis kecil itu langsung terlihat murung. Dia menundukkan wajah, kemudian berbalik. Tanpa mengatakan apa pun, Harper meninggalkan Laura dan Christian yang berdiri di ambang pintu.“Harper!” panggil Laura.Namun, gadis kecil itu tak menyahut. Dia bahkan sudah menghilang di balik dinding penyekat ruangan.“Bagus, Laura
Laura tertegun sejenak, lalu menoleh pada Harper yang terbelalak tak percaya. Setelah itu, dia kembali mengalihkan perhatian pada pria tadi, untuk membubuhkan tanda tangan sebagai bukti penerimaan barang kiriman.Sepeninggal kedua pria yang sudah menyelesaikan pekerjaan mereka, Laura menatap aneh putrinya. Dia tak percaya Christian melakukan sesuatu yang dinilai sangat berlebihan. Namun, Laura tak bisa berkomentar apa-apa, melihat antusiasme Harper yang begitu takjub menghadapi setumpuk hadiah bagus.“Ibu tahu kenapa Paman Christian mengirimkan hadiah ini untukku? Apa hari ini aku berulang tahun?” tanya Harper, seraya menoleh pada Laura.“Tidak, Sayang. Ulang tahunmu masih empat bulan lagi,” jawab Laura, diiringi gelengan pelan. Dia mengalihkan pandangan pada Grace, yang memasang
"Ampuni aku, Christian," ucap Laura, di sela isak tangis pelan. Dia menundukkan wajah, tak berani melawan tatapan penasaran yang dilayangkan pria empat puluh tahun di hadapannya."Untuk apa? Kenapa aku harus mengampunimu?" tanya Christian tak mengerti."Aku ... aku sudah melakukan dosa tak termaafkan," sahut Laura, masih terisak pelan.Christian menatap lekat Laura. Pria itu memicingkan mata, mencoba menerka ke mana arah pembicaraan yang Laura maksud. Sesaat kemudian, pengusaha tampan tersebut seperti memahami sesuatu. "Apa ini ada hubungannya dengan Harper?"Laura menghentikan tangisnya, lalu mengangkat wajah. Dia membalas tatapan sang mantan suami. "Aku sangat marah dan membencimu, Christian," ucapnya lirih. "Saat itu, aku tak ingin melihat apalagi sampai bersinggungan denganmu. Tidak. Kau harus kubuang jauh. Sangat jauh. Penolakanmu membuatku terhina dan sakit. Teramat sakit," tuturnya pilu.Christian diam menyimak, tanpa mengalihkan perhatian s
Christian mengembuskan napas pelan. "Aku ingin memaksamu agar bersedia menerimaku lagi. Namun, entah ini jadi ide baik atau sebaliknya," ucap pria itu, tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun dari paras cantik Laura."Jangan memaksakan kehendak lagi, Christian. Kau tahu itu tak akan berakhir baik," ucap Laura menanggapi."Apakah itu berarti kau bersedia kembali padaku dengan sukarela?"Laura tertawa pelan mendengar pertanyaan konyol Christian. Wanita itu menggeleng, lalu mengalihkan perhatian ke sekeliling. Tatapannya tertuju pada kolam renang berbentuk bulat di ujung ruangan, yang dibatasi kaca tebal di sisi sebelah luar.Laura melangkah ke sana. Dia berdiri di tepi kolam renang, lalu meletakkan gelas berisi anggur yang sedari tadi digenggam. "Apa kau pernah berenang di sini?" tanyanya, seraya menoleh pada Christian.Christian menggeleng, sembari berjalan mendekat. Dia berdiri di sebelah Laura. "Aku ingin kau jadi orang pertama yang berenang
“Apa? Kau memberitahu Paman Christian bahwa kita ada di London?”Harper mengangguk, dengan ekspresi teramat polos. “Aku rindu Mairi, Bu,” ujarnya.Laura tak bisa membantah, bila sudah menyebut nama Mairi. Dia tersenyum lembut. “Memangnya, kapan Mairi akan kemari?” “Terserah Paman Christian,” jawab Harper enteng. Gadis kecil itu merebahkan tubuh. “Selimuti aku, Bu,” pintanya.“Kau mau tidur sekarang?” Laura menaikkan sebelah alis.“Aku lelah dan kekenyangan, Bu,” sahut Harper seraya memejamkan mata.Laura kembali tersenyum. Dia meraih ujung selimut, lalu menariknya hingga me