Seusai makan malam, Christian kembali ke ruang kerja untuk melanjutkan sisa pekerjaan yang belum selesai, berhubung ada banyak gangguan.
Salah satunya adalah telepon dari Gareth Mount, yang memberikan kabar tentang penyelidikannya terhadap Jeremy Carson. Tak nyaman berkomunikasi lewat telepon, Christian memutuskan membuat janji bertemu langsung dengan sang detektif.Keesokan harinya, Gareth datang memenuhi undangan Christian. “Apa kabar, Tuan Lynch?” sapa sang detektif sopan.“Sangat baik, Detektif Mount,” balas Christian. “Bagaimana? Apa ada perkembangan signifikan?” tanya pengusaha muda itu penasaran.Gareth mengangguk, kemudian membetulkan sikap duduk jadi lebih tegak. “Aku minta maaf sebelumnya, atas kinerjaku yang terlalu lamban.” Gareth memulai pembicaraan serius, yang akan dirinya sampaikan kepada Christian.“Tidak apa-apa, Detektif. Aku bisa memahami dengan baik. Lagi pula, Anda pasti tak akan sembarangan memberikan informasLaura menatap lekat foto yang tergeletak di atas berkas. Sesaat kemudian, wanita itu memejamkan mata. Setelah beberapa hari berlalu, ini adalah kali pertama dia merasakan kembali sang suami dalam dirinya. “Ah, Christian,” desah Laura pelan. Dia menggerakkan tubuh perlahan, seiring dengan irama yang diciptakan Christian. Hingga beberapa saat, posisi seperti itu tidak berubah. Setelah merasa bosan, Christian mengajak Laura berdiri. Dia menurunkan tubuh sang istri, hingga menempel pada permukaan meja. Christian menyingkap bagian bawah midi dress yang Laura kenakan. Dia melanjutkan permainan, sampai berakhir setengah jam kemudian. Tak biasanya, Christian bermain cepat. “Kita lanjutkan nanti malam,” bisik Christian, saat Laura sedang mengenakan kembali celana dalam. “Jika kau tidak sibuk, bisakah kita bicara sebentar?” tanya Laura. Dia sudah selesai merapikan diri. “Tentang apa?” Christian balik bertanya, seraya duduk di balik meja kerja
Laura mempercepat langkah, berharap dapat menyusul Grace yang menuju ke arah lain. Namun, tiba-tiba ada beberapa petugas medis melintas sambil membawa pasien korban kecelakaan, dengan luka yang terlihat sangat mengerikan. Laura segera mundur, lalu memalingkan wajah. Ketika para petugas medis tadi sudah berlalu, Laura kembali mengarahkan pandangan ke arah yang dituju oleh Grace. Namun, wanita itu tidak terlihat lagi. Berhubung akan ke kantin, Laura melanjutkan langkah keluar dari Unit Gawat Darurat. Akan tetapi, tiba-tiba pikirannya mulai berkecamuk. Dia terus bertanya dalam hati. 'Apa yang sedang ibu lakukan di rumah sakit?'“Ayah,” ucap Laura teramat pelan. Dia mengkhawatirkan pria itu. Laura tahu bahwa sejak beberapa bulan terakhir, James kerap mengeluh sakit. “Semoga bukan dia,” harapnya, sambil terus melangkah hingga tiba di kantin. Laura langsung memesan kopi. Tanpa berlama-lama, dia bergegas kembali. “Mereka sudah selesai memeriksa Chel
“Sebentar, Tuan Bellingham.” Laura meminta izin untuk menjawab panggilan telepon dari Christian.“Tentu,” sahut Lewis tak masalah. Dia menoleh sekilas, lalu kembali mengarahkan perhatian pada lalu lintas di depannya. Entah benar-benar fokus, atau tetap menyimak obrolan Laura dan Christian secara diam-diam.“Aku sedang di jalan,” sahut Laura pelan, setelah menerima panggilan dari sang suami.“Katakan pada Wayne untuk membawa mobilku ke bengkel pengecekan. Sepertinya, ada yang tak beres —”“Mobilmu mogok di tengah jalan. Wayne sedang menunggu layanan derek datang menjemput, saat aku pergi tadi,” sela Laura, tanpa ada pikiran macam-macam.
Laura menatap tajam wanita, lalu berjalan cepat menghampiri seseorang yang tak lain adalah Emma. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya dengan nada tidak bersahabat.Emma yang tengah duduk tenang, sontak menoleh. Saudara kembar Laura tersebut memasang ekspresi terkejut luar biasa. “La-Laura? Kenapa kau ada di sini?” Bukannya menjawab, dia justru balik bertanya.“Kenapa aku ada di sini?” Laura tersenyum sinis. “Kau lupa siapa pemilik kediaman megah ini? Christian Lynch adalah suamiku. Seharusnya kau meminta izin terlebih dulu, sebelum menginjakkan kakimu di rumahku.” Kekesalan Laura atas segala ulah keterlaluan Emma, sepertinya akan segera terlampiaskan.Ucapan Laura tadi hanya ditanggapi senyum penuh cibiran dari Emma. Tampak jelas jika dia meremehk
“Sakit?” ulang Laura tak percaya. Wanita cantik itu terdiam beberapa saat. Akhirnya, terjawab sudah pertanyaan serta rasa penasaran tentang keberadaan Grace di rumah sakit. “Ayah sakit apa?” tanyanya pelan, dengan bibir bergetar.“Kau benar-benar tidak tahu?” Emma meragukan pertanyaan Laura. “Keterlaluan,” cibirnya.Mendengar ucapan Emma yang seakan memojokkan dirinya, membuat kesabaran Laura kembali diuji. Namun, kali ini wanita cantik itu tak akan membiarkan saudara kembarnya bermain kata-kata lagi. Laura mencekal kedua lengan Emma cukup kencang. “Jangan membuang waktuku! Cepat katakan! Apa penyakit yang diderita ayah sehingga dia harus dirawat di rumah sakit?”“Dari mana kau tahu bahwa ayah dirawat di rumah sakit?” Emma mena
“Jangan macam-macam, Laura. Kau sudah tahu seperti apa peraturannya,” tegur Christian tegas. Dia tetap tak memberikan izin.“Astaga, Christian! Ayahku dan kekasihmu dirawat di rumah sakit yang sama. Kenapa kau bersikap seperti ini? Kau benar-benar keterlaluan!" “Aku tidak peduli, meskipun mereka dirawat di ruangan yang sama. Intinya adalah aku belum memberimu izin untuk bertemu dengan siapa pun … siapa yang memberitahumu tentang kondisi Tuan Pearson?” tanya Christian tiba-tiba. Dia menatap Laura penuh selidik.“Emma,” jawab Laura segera. “Emma datang kemari untuk menemuimu,” ucap wanita itu sinis.“Emma?” ulang Christian, diiringi gumaman pelan.
“Kau sudah mengambil keputusan?” Christian mengernyitkan kening.Laura mengangguk ragu. “Aku sudah menyetujui untuk melakukan pertemuan besok siang.”“Tanpa meminta pendapatku terlebih dulu?” Christian seolah hendak melakukan protes terhadap Laura.“Aku … aku sedang marah padamu. Jadi, kupikir tak harus meminta pendapat atau —”“Aku tidak menyukai itu, Laura.” Christian beranjak dari tempat tidur. Dia melangkah ke dekat meja khusus, tempat menyimpan minuman. Pria tampan tersebut menuangkan minuman tadi ke dalam gelas. Setelah itu, sang pemilik perusahaan IT Lynch Company berdiri di dekat jendela. Memandang ke luar, dengan tatapan menerawang.
Laura mengembuskan napas pelan, seraya mengalihkan perhatian pada Christian yang berdiri sambil bersandar pada dinding. Sepertinya, dia tak menyimak karena sibuk bermain ponsel. Laura merogoh ke dalam tas. Mengambil telepon genggam, lalu membuka email dari Scarlett. Setelah itu, dia menghampiri sang suami. “Aku harus ke kantor sebentar,” ucapnya pelan.“Kau ingin kuantar?” tanya Christian datar.Laura menatap aneh pria di hadapannya. Dia tak mengira Christian akan melayangkan pertanyaan demikian. “Tidak usah. Aku tahu kau harus menjaga Chelsea,” jawab Laura kesal. Nada bicaranya pun setengah menyindir.Namun, Christian bukan pria bodoh. Dia paham betul dengan makna dari ucapan sang istri. Pria itu memperhatikan Laura yang te