“Sejak kapan kau melakukan itu?” tanya Laura dengan sorot aneh, yang dilayangkan terhadap sang suami. “Sejak kau terus menyangkal bahwa bukan dirimu yang ada dalam foto,” jawab Christian. “Apakah aku patut disalahkan karena tidak hati-hati, atau Emma memang terlalu licik sehingga mampu mengelabui banyak orang?” Christian mengembuskan napas pelan dan dalam. Laura tak segera menanggapi. Sejujurnya, dia juga tak pernah menyangka bahwa saudara kembarnya tersebut mampu berbuat sejauh itu. Apalagi, setelah kejadian di lorong dengan pria asing, yang juga mengira bahwa dirinya adalah Emma. “Kau tahu kenapa aku mendukungmu untuk menjalin kerja sama dengan SRC Company?” Christian kembali menatap sang istri, yang menanggapi pertanyaannya dengan gelengan pelan. “Aku belum tahu secara pasti. Namun, detektif swasta yang kusewa mengatakan bahwa Emma pernah menemui seorang pria bernama Jeremy Carson. Apa menurutmu ada dua orang dengan nama yang identik?”
“Kita menghadapi situasi berbeda saat ini,” ucap Christian tenang dan penuh wibawa. “Hubunganku dengan Laura perlahan membaik. Harus kuakui bahwa aku mulai merasakan sebuah pernikahan kali ini. Ikatan yang sebenarnya.” Christian mencoba menjelaskan dengan hati-hati. “Kau mencintai wanita itu?” tanya Chelsea dengan bibir bergetar menahan tangis. “Kau tahu aku tidak suka mengakui perasaan terhadap wanita manapun, termasuk dirimu. Namun, kali ini anggap saja aku menemukan kenyamanan di dekat Laura,” jawab Christian, tanpa mengubah sikap serta nada bicaranya. “Apa selama kita berhubungan, kau tak menemukan kenyamanan denganku?” Chelsea menatap kecewa pada pria yang duduk di hadapannya. “Aku menemukan rasa nyaman berbeda dalam diri Laura. Sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya,” jelas Christian lagi. “Aku tidak tahu apakah ini karena adanya ikatan pernikahan di antara kami berdua, atau disebabkan oleh hal lain. Namun, makin lama aku makin
Seusai makan malam, Christian kembali ke ruang kerja untuk melanjutkan sisa pekerjaan yang belum selesai, berhubung ada banyak gangguan. Salah satunya adalah telepon dari Gareth Mount, yang memberikan kabar tentang penyelidikannya terhadap Jeremy Carson. Tak nyaman berkomunikasi lewat telepon, Christian memutuskan membuat janji bertemu langsung dengan sang detektif. Keesokan harinya, Gareth datang memenuhi undangan Christian. “Apa kabar, Tuan Lynch?” sapa sang detektif sopan. “Sangat baik, Detektif Mount,” balas Christian. “Bagaimana? Apa ada perkembangan signifikan?” tanya pengusaha muda itu penasaran. Gareth mengangguk, kemudian membetulkan sikap duduk jadi lebih tegak. “Aku minta maaf sebelumnya, atas kinerjaku yang terlalu lamban.” Gareth memulai pembicaraan serius, yang akan dirinya sampaikan kepada Christian. “Tidak apa-apa, Detektif. Aku bisa memahami dengan baik. Lagi pula, Anda pasti tak akan sembarangan memberikan informas
Laura menatap lekat foto yang tergeletak di atas berkas. Sesaat kemudian, wanita itu memejamkan mata. Setelah beberapa hari berlalu, ini adalah kali pertama dia merasakan kembali sang suami dalam dirinya. “Ah, Christian,” desah Laura pelan. Dia menggerakkan tubuh perlahan, seiring dengan irama yang diciptakan Christian. Hingga beberapa saat, posisi seperti itu tidak berubah. Setelah merasa bosan, Christian mengajak Laura berdiri. Dia menurunkan tubuh sang istri, hingga menempel pada permukaan meja. Christian menyingkap bagian bawah midi dress yang Laura kenakan. Dia melanjutkan permainan, sampai berakhir setengah jam kemudian. Tak biasanya, Christian bermain cepat. “Kita lanjutkan nanti malam,” bisik Christian, saat Laura sedang mengenakan kembali celana dalam. “Jika kau tidak sibuk, bisakah kita bicara sebentar?” tanya Laura. Dia sudah selesai merapikan diri. “Tentang apa?” Christian balik bertanya, seraya duduk di balik meja kerja
Laura mempercepat langkah, berharap dapat menyusul Grace yang menuju ke arah lain. Namun, tiba-tiba ada beberapa petugas medis melintas sambil membawa pasien korban kecelakaan, dengan luka yang terlihat sangat mengerikan. Laura segera mundur, lalu memalingkan wajah. Ketika para petugas medis tadi sudah berlalu, Laura kembali mengarahkan pandangan ke arah yang dituju oleh Grace. Namun, wanita itu tidak terlihat lagi. Berhubung akan ke kantin, Laura melanjutkan langkah keluar dari Unit Gawat Darurat. Akan tetapi, tiba-tiba pikirannya mulai berkecamuk. Dia terus bertanya dalam hati. 'Apa yang sedang ibu lakukan di rumah sakit?'“Ayah,” ucap Laura teramat pelan. Dia mengkhawatirkan pria itu. Laura tahu bahwa sejak beberapa bulan terakhir, James kerap mengeluh sakit. “Semoga bukan dia,” harapnya, sambil terus melangkah hingga tiba di kantin. Laura langsung memesan kopi. Tanpa berlama-lama, dia bergegas kembali. “Mereka sudah selesai memeriksa Chel
“Sebentar, Tuan Bellingham.” Laura meminta izin untuk menjawab panggilan telepon dari Christian.“Tentu,” sahut Lewis tak masalah. Dia menoleh sekilas, lalu kembali mengarahkan perhatian pada lalu lintas di depannya. Entah benar-benar fokus, atau tetap menyimak obrolan Laura dan Christian secara diam-diam.“Aku sedang di jalan,” sahut Laura pelan, setelah menerima panggilan dari sang suami.“Katakan pada Wayne untuk membawa mobilku ke bengkel pengecekan. Sepertinya, ada yang tak beres —”“Mobilmu mogok di tengah jalan. Wayne sedang menunggu layanan derek datang menjemput, saat aku pergi tadi,” sela Laura, tanpa ada pikiran macam-macam.
Laura menatap tajam wanita, lalu berjalan cepat menghampiri seseorang yang tak lain adalah Emma. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya dengan nada tidak bersahabat.Emma yang tengah duduk tenang, sontak menoleh. Saudara kembar Laura tersebut memasang ekspresi terkejut luar biasa. “La-Laura? Kenapa kau ada di sini?” Bukannya menjawab, dia justru balik bertanya.“Kenapa aku ada di sini?” Laura tersenyum sinis. “Kau lupa siapa pemilik kediaman megah ini? Christian Lynch adalah suamiku. Seharusnya kau meminta izin terlebih dulu, sebelum menginjakkan kakimu di rumahku.” Kekesalan Laura atas segala ulah keterlaluan Emma, sepertinya akan segera terlampiaskan.Ucapan Laura tadi hanya ditanggapi senyum penuh cibiran dari Emma. Tampak jelas jika dia meremehk
“Sakit?” ulang Laura tak percaya. Wanita cantik itu terdiam beberapa saat. Akhirnya, terjawab sudah pertanyaan serta rasa penasaran tentang keberadaan Grace di rumah sakit. “Ayah sakit apa?” tanyanya pelan, dengan bibir bergetar.“Kau benar-benar tidak tahu?” Emma meragukan pertanyaan Laura. “Keterlaluan,” cibirnya.Mendengar ucapan Emma yang seakan memojokkan dirinya, membuat kesabaran Laura kembali diuji. Namun, kali ini wanita cantik itu tak akan membiarkan saudara kembarnya bermain kata-kata lagi. Laura mencekal kedua lengan Emma cukup kencang. “Jangan membuang waktuku! Cepat katakan! Apa penyakit yang diderita ayah sehingga dia harus dirawat di rumah sakit?”“Dari mana kau tahu bahwa ayah dirawat di rumah sakit?” Emma mena