“A-apa? Mengandung?” ulang Chelsea tak percaya.
Dr. Campbell mengangguk. “Untuk lebih jelas lagi, sebaiknya Anda membuat janji dengan dokter kandungan. Aku akan merekomendasikan untuk Anda. Bagaimana?” tawar pria paruh baya itu sopan.Chelsea yang masih dilanda perasaan tak percaya, hanya menanggapi dengan anggukan lemah. Hingga Dr. Campbell berpamitan, kekasih Christian tersebut masih terlihat kebingungan.“Hamil?” gumam Chelsea seraya menyentuh perut, kemudian mengusap-usapnya pelan. “Apa yang harus kulakukan?”Chelsea memaksakan diri berbaring seraya memejamkan mata. Namun, itu tak berlangsung lama. Beberapa saat kemudian, wanita cantik berambut cokelat tersebut kembali terjaga. Hal seperti tadi terus berlangsung, hingga jam digital menampilkan angka 02.45.“Astaga.” Chelsea terkejut. Dia berusaha memejamkan mata. Bagaimanapun juga, dirinya harus memaksakan diri untuk tidur.Beberapa saat berlalu. Tanpa terasa, malam tela“Ya, Tuhan!” pekik Laura sambil menutupi mulut karena terkejut.Begitu juga dengan Christian dan Alfred. Kedua pria tadi langsung mendekat kepada Chelsea, yang sudah tergeletak di lantai. Christian bahkan membopong tubuh wanita itu dan memindahkannya ke sofa.“Akan kupanggilkan dokter,” ucap Alfred tanpa diperintah.Christian yang tampak tegang, memberikan tanggapan dengan anggukan. Dia fokus memeriksa denyut nadi Chelsea.“Apa wanita itu baik-baik saja?” tanya Laura ikut tegang.“Entahlah. Semoga tidak ada sesuatu yang serius,” jawab Christian, seraya menoleh sekilas pada Laura yang berdiri di dekatnya, lalu kembali mengalihkan perhatian pada Chels
Setelah panggilan pertama gagal, Christian mencoba menghubungi kembali istrinya. Namun, kali ini pun sama saja. Laura tak juga menjawab telepon darinya. Christian mengembuskan napas berat dan dalam, kemudian beranjak dari tempat duduk.“Permisi, Tuan.” Seorang pelayan wanita datang menghadap dengan sikap tubuh teramat sopan. “Aku sudah menebus resep yang diberikan oleh Nona Wright.” Wanita itu memberikan obat kepada Christian.“Terima kasih. Kau boleh pergi.” Christian memeriksa terlebih dulu obat yang tadi dibeli dari apotek, sebelum dia bawa ke kamar yang ditempati Chelsea. Wanita yang terkulai lemah di tempat tidur.“Ini vitaminmu,” ucap Christian, seraya meletakkan obat tadi di meja sebelah tempat tidur. “Apa kau sudah makan?” tanya pr
“Jangan gila, Chelsea!” sergah Christian, meski tidak terlalu nyaring. “Aku tidak suka kau memanfaatkan kehamilanmu untuk mengikatku!” tegas pria itu dengan tatapan tajam.“Suka atau tidak, kau memang sudah terikat denganku. Janin dalam kandunganku ini buktinya, Christian,” balas Chelsea tak kalah tegas. “Jika kau tak mengizinkanku tinggal di sini, biarkan aku pergi sekarang juga. Aku akan ke Skotlandia dan tinggal bersama ibuku di sana. Namun, jangan harap kau bisa bertemu dengan anakmu kelak,” gertak wanita itu serius.Mendengar ucapan bernada ancaman dari Chelsea, membuat Christian terdiam beberapa saat. Dia tak boleh bertindak gegabah lagi. Namun, dirinya pun tak bisa membiarkan Chelsea berbuat sesuka hati. “Jangan main-main denganku, Chelsea!” balas Christian penuh penekanan. Ekspresin
“Apa? Dia ingin tinggal di rumahmu?” Laura menatap tak percaya. Sesaat kemudian, wanita itu menggeleng pelan. “Yang benar saja, Christian.” Christian mengembuskan napas pelan dan dalam. “Aku menolaknya. Aku berjanji akan bertanggung jawab dalam bentuk lain. Akan tetapi, Chelsea memilih pergi. Dia mengatakan bahwa aku tak akan pernah melihat anak yang dilahirkan nanti karena dirinya akan pindah ke Skotlandia. Bagaimana menurutmu?” Christian membalas tatapan sang istri. “Apa?” Laura menopang sebelah tangan, yang digunakan untuk memijat kening. Kepalanya terasa pusing lagi. Padahal, tadi dia sudah mulai lupa dengan masalah di rumah. “Kau akan menjadi ayah paling buruk karena tak dikenali oleh anakmu, Christian. Itu akan sangat menyakitkan,” ucap Laura, diiringi keluhan pendek. “Lalu?” Christian menaikkan sebelah alisnya. “Aku tak mungkin membawa Chelsea tinggal seatap denganmu. Itu hanya akan menempatkanku dalam masalah setiap saat. Hari ini saja kau tidak
“Apa?” Christian menatap tak percaya mendengar ucapan Laura. “Jangan main-main dengan keputusan yang kau ambil. Sebaiknya, pikirkan dulu matang-matang.” “Kau bisa memberikan syarat kepada Chelsea. Aku tak ingin jika kau sampai tidak dipertemukan dengan anakmu nanti. Itu pasti sangat buruk, Christian. Kau pun akan dihantui rasa bersalah.” Christian berdecak pelan. Pria itu berkali-kali mengembuskan napas berat dan dalam. “Ya, Tuhan,” keluhnya. “Aku … aku selalu berusaha untuk tidak membuat kesalahan, yang akan membuat diriku terlihat bodoh. Namun, lihatlah sekarang. Segalanya bahkan membuatku menjadi seperti orang paling konyol dan menyedihkan. Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Kau tahu kenapa?” Christian menatap lekat Laura. “Kau jauh lebih memahami dirimu,” jawab Laura. “Aku tak ingin menghakimi atau mengatakan sesuatu yang membuatmu merasa tak nyaman. Dalam beberapa waktu terakhir, kau bersikap baik dan membuatku merasa berbeda. Aku men
“Apa maksudmu, Laura?” Chelsea menatap tajam istri kekasihnya. “Seperti yang kau dengar tadi, Nona Wright. Sebagai nyonya besar di Kediaman Lynch, aku mengizinkanmu tinggal bersama kami hingga waktu persalinan tiba. Setelah itu, kami akan merawat bayi yang kau lahirkan. Jangan khawatir. Aku akan memberiahukan siapa ibu kandungnya."“Kenapa kau ingin mengambil dan merawat anak yang kulahirkan?” tanya Chelsea penuh selidik. Laura tetap terlihat tenang. Dia berusaha menjaga imagenya. “Sebenarnya, aku tidak mau melakukan itu. Akan tetapi, anak yang kau lahirkan merupakan darah daging suamiku. Artinya, aku harus memberikan kasih sayang dan menganggapnya sebagai anakku. Namun, tidak dengan kehadiranmu di antara kami,” jawab Laura lugas. Christian terkejut mendengar pernyataan Laura. Dia tak menyangka bahwa istrinya akan berpikir sejauh itu. Laura begitu lembut dan seperti wanita tidak berdaya. Akan tetapi, dia justru lebih kuat dari yang terlihat di
“Apa bedanya dengan makan sendiri? Kau akan tetap merasa mual,” ujar Christian datar. Dia seperti memberikan penolakan secara halus pada Chelsea. “Setidaknya, aku tahu bahwa kau masih memiliki kepedulian terhadapku,” balas Chelsea enteng, seraya menyibakkan rambut panjangnya yang sedikit acak-acakan. Tanpa banyak berdebat, Christian menuruti keinginan Chelsea. Dia menyuapi wanita yang tengah mengandung benihnya tersebut. Akan tetapi, baru bebrapa suapan, Chelsea langsung menunjukkan raut aneh. Dia bergerak cepat menyibakkan selimut, kemudian turun dari tempat tidur dan berlari menuju kamar mandi. Chelsea berlutut di depan closet. Dia memuntahkan semua makanan yang masuk ke perutnya. “Ya, Tuhan.” Christian langsung mengikuti ke dalam ke kamar mandi, kemudian disusul Laura. Dia membantu Chelsea, dengan cara memijat tengkuk wanita itu. “Ini yang paling kubenci, Christian,” keluh Chelsea, sebelum kembali muntah di dalam closet.
“SRC Company?” ulang Christian, seakan mengingat-ingat nama perusahaan yang disebutkan Laura. Dia berusaha keras menggali kembali memori beberapa waktu lalu.“Kenapa? Apa kau tahu?” tanya Laura lagi. “Namanya tidak terlalu familiar di telingaku. Kupikir kau mengetahui sesuatu tentang perusahaan itu."Christian menggeleng. “Alfred pernah mengatakan bahwa perusahaan itu telah berpindah tangan dari pemilik lamanya,” jelas Christian, yang mulai dapat mengingat. “SRC Company merupakan milik pengusaha bernama Samuel Reiss Carson. Namun, kudengar yang memegang tampuk kepemimpinan saat ini adalah putranya. Jeremy Carson,” jelas Christian lagi."Oh, begitu." Laura menanggapi. “Kau Terima saja dulu. Buat janji untuk bertemu dan membahas masalah kerja sama. Tenang saja, akan kubantu nanti.” Christian menatap Laura dengan sorot penuh arti. “Ya, sudah. Masuklah. Aku harus menemui Tuan Bellingham sekarang.” Christian menyalakan kembali mesin mobil. Dia bersi