Warning : Adegan keras, selamat membaca~~“Eughh eughhh...”Milik Frank sudah mengisi full mulut Alea dengan kejantanannya. Membuat air mata Alea keluar karena Frank menusuknya terlalu dalam hingga ke tenggorokannya.Deen dan Cale terus bergerak memberikan kenikmatan di setiap gesekan mereka di masing—masing liang Alea.Jesper yang tidak tahan ikut berpindah posisi dan naik ke atas sofa.Deen bergeser dan menunggu hingga Jesper memasukkan miliknya ke dalam liang intim Alea.“Akh....” Alea membelalakkan matanya.Sesudah Jesper berhasil memasuki liang tersebut, Deen tersenyum menyeringai dan memaksa masuk di bagian tengah—tengah.“Oughh shitt!” maki Alea tertahan. Dia dapat merasakan robekan—robekan kecil di bagian kewanitaannya.“Ssssttt, tahan Alea....” bisik Frank dan menutup mulut Alea dengan batangnya.“Damn! This is fucking shit! Miliknya mampu menampung milik kita bertiga!” seru Deen dengan puas. Dirinya mulai bergerak, sehingga Jesper dan Cale ikut bergerak.Alea terus mendesah
"Hai Ge’!" panggilan kecil Alea hanya untuk Gerald seorang. Dan Gerald sangat menyukainya, dirinya merasa benar-benar spesial setiap Alea memanggilnya dengan nama kecilnya itu."Kenapa kamu sendiri?" tanya Gerald sambil tersenyum."Ah itu..." Alea kesulitan mencari alasan, berusaha menutupi lehernya dengan rambut panjangnya."Hey ada apa?" tanya Gerlad khawatir, dan dia mendapati sesuatu di leher Alea. Serta di rambut Alea ada sesuatu yang begitu dia kenal, dan aromanya masih begitu tercium meskipun dari jarak jauh.Gerald sangat tahu aroma menyengat ini. "Alea, katakan padaku ada apa?!!!" seru Gerald yang kini menepis rambut Alea untuk melihat leher Alea. Seketika matanya membelalak.Gerald langsung meraih tangan Alea dan menariknya kembali naik ke dalam kamarnya di lantai 10. Sedangkan Alea mengikutinya dalam diam."Mampus... alasan apa yang harus aku jelaskan ke Gerald?" Alea mencoba berpikir dengan keras.Bip bip bipGerald menarik Alea masuk ke dalam kamar dan menyuruhnya duduk d
Ting tongAustin membantu Bella berdiri dari duduknya. Dengan menggunakan dress chiffon warna hitam bermotif bunga-bunga Bella terlihat begitu anggun."Kamu selalu menawan sayang," bisik Austin dengan mesra.Bella tersenyum manis dan mengedipkan matanya, "Biar kamu semakin cinta," ucapnya sambil tertawa kecil.Austin tertawa mendengar kekasih hatinya itu, "Hmm, kamu benar..Karena aku tiap detik, tiap menit, tiap jam semakin cinta sama kamu love," sahut Austin yang sudah meraih pinggul Bella dan mendekapnya.Di kecupnya bibir manis itu dengan mesra. "Aku mencintaimu di setiap helaan nafasku," bisik Austin dengan mesra."Me too..." jawab Bella pelan sambil mengusap pipi kekasihnya dengan mesra.Austin meraih tangan Bella dan menuntunya keluar dari Apartment.Ceklek! Terlihat Max sudah berdiri di depan pintu menunggu mereka berdua."Tuan, Nyonya... mobil sudah siap..." ujar Max dengan sedikit membungkuk."Thanks Max,
Bella membiarkan apa yang ingin Giselle lakukan karena banyak mata yang melihat ke arah mereka dan menjawab, "Sangat baik."Setelah memeluk Bella, Giselle kemudian beralih ke arah Austin dan ingin memeluk ala sahabat kepada pria tersebut. Karena itulah tujuan utamanya.Ketika dirinya hendak merangkul Austin, pria itu segera menoleh dan meminta map yang di pegang oleh Ethan."Mana berkasnya?" tanya Austin.Giselle kemudian tersenyum dan mundur perlahan.Ethan memberikan map yang sedari tadi dia pegang, "Ini Tuan.""Jadi, apa keperluan Tuan Austin datang mengunjungiku secara langsung seperti ini ?" ujar Giselle tersenyum manja. Dia tidak akan segan-segan di depan Bella. Kapan lagi dia memiliki kesempatan seperti ini bukan?Austin menaikkan satu alisnya, "Saya mau—"Giselle langsung memotong perkataan Austin, "Ah, atau bagaimana kalau ke ruangan saya saja Tuan? Jadi kita bisa bicara lebih nyaman dan mungkin jauh lebih akrab.”"Tapi kalau memang untuk pembicaraan bisnis, mohon maaf saya ti
Empat jam sebelumnya...Ting tongAustin dari dalam kamar keluar hanya dengan menggunakan kimono untuk membuka pintu Apartmentnya, sedangkan kekasih hatinya itu masih dalam tertidur pulas."Pagi Tuan," sapa Max yang sudah berdiri sopan."Ada apa Max?"Max menyerahkan satu map tebal berbahan kulit. "Ini ada kiriman dari Tuan Gerald," jawab Max."Masuk, kita bicarakan di kantorku."Austin dan Max segera masuk menuju kantor Austin yang berada di dalam Apartment.Pria tampan itu segera duduk di kursinya dan Max ikut duduk di kursi lainnya. Berhadapan dengan Tuannya itu."Apa dia sudah menerima kiriman dariku ?" Austin membuka percakapan."Sudah Tuan, anak buahku yang menyerahkannya secara langsung ke Asistent Tuan Gerald," imbuh Max."Hmm, baguslah. Semoga matanya bisa terbuka lebar! Dan otaknya bekerja dengan baik!! Dasar pria bodoh!" sungut Austin mengingat temannya itu yang berhasil di bodohi oleh Alea.Wanita rubah yang selalu bersikap manis dan polos di depan dirinya dan Gerald. Beru
Di dalam mobil Rolls Royce Phantom Limousin terlihat wanita cantik dengan perut sedikit membuncit di kehamilannya yang memasuki usia dua bulan."Love?" gumam Austin memanggil kekasih hatinya."Hmm..." jawab Bella singkat."Oh my, apa lagi salahku saat ini?" gumam Austin dalam hati. Melihati situasi tidak baik-baik saja. Austin memilih menutup sekat antara mereka berdua dan Max. "Max langsung ke Rumah Sakit," seru Austin sebelum sekat tersebut tertutup dengan sempurna."Baik Tuan," sahut Max bertepatan dengan tertutup dengan sempurnanya sekat tersebut.Austin kemudian berbalik ke arah wanitanya itu. Wajah manis yang mengalihkan dunia seorang Austin Harold."Sayang, jangan diam seperti ini please," bujuk Austin sambil menggenggam kedua tangan kekasih hatinya."Aku tidak apa-apa," jawab Bella singkat.Austin menghela nafas. Karena kata 'Aku tidak apa-apa' lebih terdengar menakutkan dari pada di marahi secara langsung. Dan diamnya
"Oh my! Sayang, please jangan hancurkan pertahananku untuk tidak melahapmu sekarang juga. Katakan padaku sekarang juga apa kesalahanku atau aku suruh Max putar kembali ke rumah dan benar-benar memakanmu. Apa kamu tahu, hari ini kamu terus membuatku pangling dengan sikap menggemaskanmu ini... Argh!"Deg!!Bella sontak berbalik, "Sa-sayang... Kamu! Masa ancamannya seperti itu. Lalu kenapa kamu yang sepe—Euhmm... Umpht!" Austin langsung melahap kembali bibir ranum yang terus berceloteh dengan menggemaskan.Bagaikan magnet yang kuat. Austin tidak akan pernah bisa menahan diri untuk satu hal itu.Dua menit mereka berpagutan. Meskipun Bella kesal kepada kekasihnya, dia tidak akan mampu menolak ciuman dan sentuhan lembut yang begitu memabukkan.Dengan menangkup wajah Bella, Austin berkata dengan lembut. "Jadi katakan sayang, apa salahku? Aku bukan cenayang yang bisa tahu di mana letak kesalahan yang sampai membuatmu kesal seperti ini."Bella
Sesaat Della masuk menyusul ke dalam ruangan Steve, ada pria yang tampak gelisah di ruang CCTV."Cepat alihkan ke ruangan Steve," seru Ethan memerintah.Petugas CCTV sedikit ragu karena petugas tersebut masih di bawah naungan Steve, setahunya.Melihat layar yang belum terganti, Ethan menatap tajam ke arah petugas tersebut."Lakukan tugasmu sesuai apa yang aku katakan, apa kamu tidak tahu kalau—""Maaf Pak Ethan, dia tidak tahu keadaan sebenarnya, biar saya yang ambil alih dari sini," sela seorang petugas CCTV senior."Hahh!!" Ethan menghela nafas dengan kasar dan kembali fokus ke layar tersebut.Di dalam ruangan Steve, Della duduk sambil memegang sebuah map berwarna merah."Duduk Della," titah Steve."Baik Pak," Della duduk tepat di hadapan Steve yang sudah melepaskan topi dan maskernya."Apa kamu sudah siapkan rapat bersama klien yang lain?" tanya Steve."Sudah pak, tapi para klien tidak ada yang men