Selamat membaca kesayangan~~ 🔥🔥Sofa Putih yang di tempati oleh Ken Siska"Ugh Ken, sayang!" desahan Siska tertahan menutup mulutnya. Karena tidak ingin membangun putri kecil mereka yang tengah tertidur lelap di atas kasur.Ken yang tengah duduk di atas sofa begitu kuat menghentakkan tubuh Siska yang kini berada di atasnya.Karena tidak ingin menggangu putri kecil itu. Ken menarik sang istri untuk bercinta di atas sofa yang hanya pas untuk satu orang."Kamu suka sayang? Hmm?!" serak Ken setelah melepas hisapan di puting susu Siska."Uhm! Aku suka Ken... Akh!" balas Siska serak.Tubuhnya terus bergerak naik turun seirima dengan hentakkan yang di berikan Ken."Berdiri sayang!" seru Kn menarik tubuh Siska, melepaskan batangnya."Di mana sayang... Hah... Hahh...?" tanya Siska dengan suara memburu.Ken menepuk pegangan sofa sisi kiri dan kanan, "Berdiri di sini," jawabnya."Buka untukku sayang!" titah Ken menatap lapar tubuh istrinya.Kini Siska tengah berdiri tepat di hadapan Ken. Bagia
"Eumh..." Fin melahap bibir kecil itu dengan begitu intim dan mendamba. Bibir Rose seolah akan habis dia lahap.Mulut mungil yang hampir saja meruntuhkan pertahanannya."No hun, Tapi ini sangat enak dan luar biasa. Aku hampir saja keluar kalau aku tidak menghentikannya," jujur Fin yang membuat wajah Rose memerah bak kepiting rebus."Benarkah?" tanya Rose malu-malu.Fin tersenyum dan mengusap bibir mungil tersebut."Hmm, sekarang giliranku..." suara berat Fin dan ketika Rose mendongak untuk melihat wajah suaminya. Dapat dia lihat sorotan mata yang begitu haus.DegFin menurunkan dress kemeja milik istrinya hingga lolos dari kedua kakinya.Dan tidak ketinggalan melepas seluruh kain tipis yang masih menghalangi dirinya.GrepFin mengangkat tubuh Rose dan merebahkan tubuh Rose di sofa bed berukuran besar, yang cukup untuk mereka berdua."Open for me, hun!” seru Fin yang kini berlutut di depan Rose.Deg!Dengan wajah memerah Rose membuka kedua kakinya dengan lebar dan memperlihatkan milik
"Tuan Gerald, aku mendapatkan kabar kalau hari ini Tuan Austin dan Nona Bella berangkat menggunakan Private jet ke Lanai Island." ujar Asistent Gerald yang bernama Victor.Gerald tersenyum senang, "Sepertinya dewi fortuna berpihak padaku..!" serunya.Kemudian dia membuka laci meja dan mengeluarkan map coklat. Lalu melemparnya ke atas meja."Angkat berita ini media tv." seru Gerald sambil menatap map coklat tersebut.Map coklat yang dia dapatkan dari Steve dua hari lalu."Baik Tuan, apa ada lagi..?" jawab dan tanya Victor kemudian.Gerald mendongak dan menatap tajam ke arah asistentnya, "Ingat, tutup rapat sumber berita ini kepada media agar Austin dan para cecunguknya tidak bisa mendapatkan informasi tentang kita,"Victor sedikit membungkuk, "Baik Tuan,"Setelah asistent priabadinya keluar, Gerald mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.Tuut tuutt tuutt"Iya Gerald..?" jawab Steve di balik ponsel."Berita akan turun hari ini, apa kamu yakin foto tersebut saya siarkan ? Ada wajah k
"Uhuk... uhuk..." Della tersedak dengan air minum yang baru saja dia telan begitu mendengar pria di sampingnya memaki dengan suara keras, tentu saja membuat dirinya kaget sekaget-kagetnya."Hey! Apa kamu sedang memakiku!" seru Della dengan wajah kesal. Tapi pria di sampingnya bukannya menjawab pertanyaannya. Melainkan langsung menancapkan gas dan melaju dengan kecepatan yang membuat dirinya harus berpegangan kuat-kuat.Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Ethan melajukan mobilnya menuju Orion Corporation, dia lupa tujuan pertamanya adalah mengantar Della ke kantornya.Della melirik sesekali ke arah Ethan yang hanya menggertakkan gerahamnya dengan keras.Karena penasaran, Della ahirnya memutuskan bertanya. Apalagi saat ini jalan yang mereka lalui bukan menuju ke arah kantornya. Jalan ini berlawanan arah menuju kantor miliknya."Hey, kita mau kemana?!" tanya Della yang tidak seketus tadi. Karena dia cukup khawatir menggangu konsentrasi si pengemudi. Apalagi dengan kecepatan tinggi sepert
Akhirnya setelah menempuh perjalanan yang begitu panjang selama kurang lebih 22 jam. Kini Austin dan Bella masuk ke dalam kamar Hotel mereka. Kamar presidential suite yang sudah di siapkan oleh Keluarga Vladislav.Austin dan Bella langsung berisitrahat begitu mereka tiba. Karena besok pagi adalah acara pernikahan Ivan Barata dan Nabila Putri.Para bawahannya juga sudah menempati kamar dengan pasangan mereka masing-masing.Austin tertawa kecil sambil mengusap perut Bella dengan sesekali menciumnya dengan manja."Ada apa sayang?" tanya Bella."Hmm? Aku hanya tidak menyangka kalau Finley dan Kenan sudah menikah... Dan pasangan mereka benar-benar membuatku terkejut!!" jelas Austin.Bella tersenyum menanggapi perkataan calon suaminya itu. Sambil mengelus dan memainkan rambut Austin, "Dan dari mereka juga aku jadi yakin, kalau jodoh dan cinta akan menemukan tempat mereka pada tempatnya ketika mereka tahu dimana hati ini akan berlabuh."Aust
Ting tong ting tongBella mengerjapkan matanya, lalu melihat jam digital yang ada di atas nakas."Ugh, baru jam 4 pagi?" gumam Bella dengan suara serak khas bangun tidur.Austin yang merasakan pergerakan Bella ikut terbangun. "Ada apa love? Ada yang sakit atau kurang nyaman?”Bella menggeleng pelan, “Tidak sayang, barusan ada yang mencet bell.”Austin tersenyum. Cup! Ia mengecup kening Bella sesaat lalu bangun dari tidur, "Biar aku saja," ujar Austin yang kembali merapikan selimut untuk menutupi tubuh Bella.Kemudian Bella dapat mendengar suara sama-samar dari luar. Karena jarak antara kamar dan pintu utama terhalang dengan pintu lain. Jadi Bella tidak dapat mendengarnya dengan jelas.Ceklek! Pintu terbuka memperlihatkan senyuman hangat dari seorang Mommy Agatha, "Sudah bangun sayang? Sorry mommy bangunin kamu sepagi ini ya."Bella tersenyum dan berusaha bangun melihat Mommy Agatha sudah berjalan mendekat.
"Jadi bagaimana Tuan Max?" tanya Fin kepada Max.Kini Fin, Rose, Ken dan Siska beserta putri kecilnya berada di kamar Max dan Hana.Di saat para pria tengah sibuk di depan laptop mereka, para istri berada di mini dapur kamar ini. Menyiapkan cemilan dan minuman. Sedangkan bayi kecil sedang bermain di baby crib."Kamu selesaikan dari media A!" tukas Max."Aku sudah berhasil menutup artikel dari website jman.com, sekarang masih tersisa 20 website lagi," sambung Ken.Max mengangguk paham, "Jadi apa kamu sudah tahu siapa yang pertama kali menyebarkan rumor ini Ethan?" tanya Max yang berbicara dengan Ethan lewat zoom."Ck! Aku belum tahu siapa yang menyebarkan rumor ini. Tapi aku hanya curiga satu orang!" jawab Ethan di balik layar sambil mengetuk-ngetuk pulpennya ke atas meja tanpa menimbulkan suara.Max menaikkan satu alisnya, "Siapa?""Hah! Siapa lagi kalau bukan pria mata duitan itu!!" ketus Ethan dengan marah mengingat bagaimana waktu Austin menawarkan 500 milyar sebagai syarat percerai
Ring riing riiingggBunyi ponsel Giselle terus berdering, namun si pemilik masih tengah tertidur di bawah selimut hotel dengan nyaman tanpa mengenakan sehelai kain.Semalam, dirinya benar-benar menghabiskan malam yang panas bersama Steve. Sudah satu minggu lebih Steve yang kehausan terus melahap dirinya nonstop dengan ganas.Hingga telpon dari Gerald dia abaikan. Bukan dengan sengaja, tetapi suara desahan dan nafsu mereka tidak lagi membuat kesadaran mereka berdua ada pada tempatnya.Steve yang lebih dahulu bangun, baru saja keluar dari kamar mandi. Dia mendengar suara ponsel Giselle terus berdering. Dengan penasaran, dia mendekat untuk melihat si penelpon yang tidak sabaran itu."Gerald..?" gumam Steve melihat nama Gerald terpampang di layar ponsel tersebut.Senyuman licik terukir di sudut bibirnya. Di lihatnya Giselle yang masih pulas tertidur."Halo?""Dimana Giselle?" balas Gerald to the point yang sudah mengenal suara Steve."Ah, dia masih tertidur Gerald, apa kamu ada perlu?" St
Kembali ke waktu sekarang…“Buruan dong sayang… Nanti siang lagi baru main dengan twins,” gumam Bella mengusap kepala suaminya yang tidak ingin beranjak dari perut nya yang sudah semakin membesar. Bahkan saat ini usia kehamilan Bella baru masuk bulan ke empat tapi ukurannya hampir menyamai saat dia 8 bulan. Semuanya menjadi dua kali lipat.“Heemmm… Kamu istirahat di rumah saja ya? Masalah kerjaan biar Della saja yang tangani.”Pria tampan itu masih enggan untuk beranjak dari kasur sambil memeluk perut Istrinya sambil memberikan kecupan.“Iya iya… Ya udah bangun dong kalau gitu. Jas kamu jadi kusut tuh.”Tapi pria tampan itu masih bergeming dan memperat pelukannya. Hingga terdengar.“Daddy! Buruan… Arion telat ke sekolah!” Tanpa menunggu lama pria tapan itu segera bangkit dari rebahannya dan merapikan jasnya lalu menyahut, “ Ok Boy! Daddy sudah siap dari tadi!” Bella tertawa renyah melihat kelakuan suaminya. Lalu terlihat Arion masuk ke dalam kamar untuk berpamitan kepada Bella.“Mo
Satu hari pun berlalu. Ludwig, Elle, dan rekan – rekannya membantu para warga lokal terutama anak – anak dan wanita untuk mengungsi di desa sebelah. Mereka melewati hutan yang menjadi pemisah karena tidak ingin menjadi perhatian kalau mereka melewati jalur utama.Dan sekarang tinggal para pria yang tinggal di desa. “Sebaiknya kalian juga ikut berlindung di desa sebelah atau ke dalam hutan,” ujar Ludwig kepada para pria di depannya.“Saya tidak akan meninggalkan dokter, tanpa dokter mungkin saya sudah kehilangan nyawa dari beberapa tahun yang lalu.” ujar salah satu warga.“Saya juga tidak akan meninggalkan dokter dan ibu Elle serta rekan dokter yang lain, tanpa kalian desa kami tidak akan seperti ini. Anak saya dan istri saya menjadi sehat berkat anda Dokter. Jadi anggap saja ini sebagai balas budi saya.”Satu per satu warga menolak untuk pergi dan mengucapkan rasa terima kasih dan kesetiaan mereka terhadap Ludwig.Elle memeluk lengan suaminya. Matanya berkaca – kaca mendengar penutura
Setelah perkenalan, Gunadi ikut bergabung dan mengobrol bersama. “Kalian lihatlah! Kami ini selalu adil menjadi saudara!”Ludwig dan rekan – rekannya menjadi bingung dengan ucapan Arthur.“Kamu lihat luka di lengan Gunnadi? Itu adalah luka tembakan yang ia terima saat ingin menyelamatkan aku. Setelah aku mendapatkan luka tembakan di sini!” sambung Ludwig dambil menunjuk luka di perutnya.“Hahahah… Karena seperti itulah saudara !” sahut Gunnadi.Elle dan Bella juga ikut bergabung. Begitu juga dengan pasangan mereka masing – masing.Hanya dalam sekejap rasa kekeluargaan antara mereka begitu terasa.“Hmm baiklah. Sepertinya ini sudah waktunya.” Tukas Arthur sambil melihat ke semua orang secara bergantian.Suasana yang tadinya begitu riuh berubah menjadi sepi. Semua orang terdiam. Arthur berdiri dari duduknya, “Ayolah! Ini bukan pertemuan terakhir kita.”“Hmm… Kamu benar. Kita akan bertemu lagi cepat atau lambat.”Arthur kemudian berlutut dan menghampiri Bella. “Bella, paman besarmu ini
Ludwig tercengang sedetik, dia cukup terkejut dengan penuturan pria besar di depannya yang dia tidak kenali siapa namanya. Yang dia tahu hanya nama dari pasukan ini. Pasukan pemberontak yang memang bermarkas tidak jauh dari desa merek, mungkin berjarak kurang lebih 2 – 3 jam, sama seperti mereka ke Pusat Kota.“Hey! Buka penutup ini!” seru pria itu sambil menodongkan senjata laras panjang ke arah Ludwig.“Ah iya…” Ludwig pun segera menarik ke atas penutup bendungan air itu lalu menyingkir ke samping dengan perasaan khawatir.Pria bersenjata itu memicingkan matanya. Namun dirinya tidak dapat melihat apa – apa ke dalam air yang gelap.Dan tiba – tiba saja pria itu mengarahkan senjatanya ke arah bendungan dan seketika itu pula membeku karena suara tembakan bertubi – tubi di arahkan ke dalam air.Tidak mendapatkan hasil dari tembakan beruntunnya. Pria itu berhenti dan melihat lagi ke dalam air. Hingga pria itu berjalan keluar. Ludwig segera ke pintu bendungan air dan melihat sekilas, lalu
Tiga hari pun berlalu, kondisi Arthur pun semakin membaik. Selama masa pengobatan, Arthur tinggal bersama Ludwig dan Elle karena keberadaan Arthur di desa mereka tidak boleh sampe ketahuan oleh pihak dari lawan Arthur.Hanya dalam waktu tiga hari, Arthur sudah sangat akrab dengan Ludwig, Elle, Hanz, Bruno dan Stefan. Apalagi dengan si kecil Bella yang terus bermain di pundak Arthur. Gadis kecil itu begitu manja dengan Arthur. Seperti saat ini Bella tengah memanjati pundak Arthur yang tengah duduk di sofa.“Siap?!” seru Atrhur begitu posisi Bella sudah duduk dengan benar.“Ciaaappp Paman besalll!” Bella tertawa senang begitu Arthur berdiri dan berlari kecil.Ludwig hanya menggelengkan kepalanya, “Hey, luka kamu belum kering, jangan terlalu banyak bergerak!” seru Ludwig kepada Arthur.“Aisss… ini hanya luka kecil! Kesenangan gadis kecil ku ini lebih penting!!!” balas Arthur cuek dan masih terus bermain dengan Bella.Elle yang sedang membuat minuman di dapur, keluar dan berjalan dengan s
Ludwig menghentikan mobilnya tepat di sisi pohon. “Kamu tunggu di sini saja sayang,” ujarnya sebelum turun.“Hem iya sayang,” jawab Elle, lalu memperbaiki posisi tidur Bella yang ada dalam pangkuannya.Ludwig turun dari mobil tidak lupa membawa tas dokternya yang selalu dia sediakan di mobil.Dengan perlahan dia mendekati pria besar yang tengah bersandar di dahan pohon.“Permi – “Deg! Ludwig terkejut begitu pria di depannya menodongkan senjata tepat di depan wajahnya.Dirinya seketika mengangkat tangannya. “Tenang… Aku bukan musuh kamu, aku seorang dokter!” ujar Ludwig.Mata elang pria di depannya terlihat begitu beringas. “Jangan bergerak,” serunya.“Kamu harus segera di tolong,” imbuh Ludwig sambil menunjuk ke luka tembakan di bagian perut pria tersebut.“Lihat, aku tidak bawa senjata apapun.” Sambung Ludwig sambil mengangkat bajunya.“Biar aku menolongmu…”Pria besar itu pun menurunkan senjatanya, “Memangnya kamu dokter dari desa mana?”Ludwig menyebutkan nama Desa yang ia tempat
Tiga tahun pun berlalu. Terlihat anak kecil yang begitu menggemaskan tengah berlari dengan ceria di kebun yang hijau.“Bella, hati – hati sayang!” seru Elle kepada sang putri.“Tidak apa – apa, ada Aunty dan Uncle yang jaga Bella, kamu fokus sama kerjain kamu.” Ujar Beatrice kepada Elle.Elle tersenyum, “Terima kasih Aunty…”“Sama – sama sayang,”“Bella kemari sayang, bersihkan tangan kamu dulu,” seru Beatrice. Sedangkan Gaston langsung menghampiri Bella kecil dan menggendongnya.“Ahhh… Cucu opa begitu menggemaskan!!” serunya bahagia.Elle yang melihat itu semua sungguh bahagia, merasakan kehangatan sebuah keluarga. Beatrice dan Gaston tiba di Afrika sejak tiga bulan yang lalu. Ketika Ludwig mendapatkan surat dari kedua tetua yang begitu ia hargai dan dia anggap seperti orang tuanya sendiri mengatakan kalau mereka sudah memasang pesawat telepon pribadi dan memberikannya kepada Ludwig.Mendapat kabar itu, Ludwig segera ke kota lalu menghubungi Beatrice dan Gaston. Memberi kabar kalau d
Seusai pergulatan mereka. Akhirnya pasangan suami istri ini masuk ke rumah sakit tepat jam 8 malam. Sebelum masuk ke Rumah Sakit. Elle menyempatkan menghubungi kedua orang tuanya dan saudara – saudaranya.Mereka mintaa maaf karena tidak bisa menemani Elle di peristiwa penting dalam kehidupan Elle. Namun, Elle dan Ludwig meyakinkan mereka semua, kalau semua akan baik – baik saja. Dan mereka berdualah yang memilih untuk menatap di sini. Padahal kedua orang tua Elle meminta mereka untuk kembali terlebih dahulu ke Finlandia untuk melahirkan dan sampai anak mereka besar.Tapi Elle sangat tahu itu tidak mungkin terjadi, begitu ia kembali ke Finlandia. Sudah pasti akan sulit baginya untuk kembali ke Africa di saat putrinya masih balita. Akan banyak pertimbangan.Berbeda cerita jika mereka memulai kehidupan dari sini, melahirkan dan membesarkan putri mereka di sini.Dan tepat jam dua belas malam, Elle meringis kesakitan saat sedang berbaring. Ludwig yang siaga menjaga istrinya itu langsung me
Sembilan bulan pun berlalu, perut Elle sudah membulat sempurna. Kedua kakak laki – laki Elle yang bernama Nolan dan Morgan pun beberapa kali mengunjungi dirinya dan Ludwig. Setiap mereka datang. Mereka akan membawa begitu banyak makanan dan bingkisan untuk warga lokal di sini. Dan saat terakhir mereka datang. Kedua kakak laki – lakinya itu membelikan perlengkapan bayi untuk Elle.Semua desain perlengkapan untuk Baby di dominasi warna pink dan motif bunga. Mulai dari kereta bayi, box bayi, bahkan sampai pakaian pun semua bermotif bunga.“Bagaimana sayang? Apa posisinya sudah pas?” tanya Ludwig yang sedang memasang lukisan taman bunga yang di lukis oleh istrinya itu.Elle meminta Ludwig untuk memajangnya di dalam kamar baby mereka.Ibu hamil yang semakin mempesona itu tersenyum lembut dan mengangkat kedua jempolnya. “Sudah pas sayang…!”Ludwig terkekeh geli melihat wajah menggemaskan istrinya. Pria itu pun turun dari tangga dan melipat tangga tersebut. “Kamu duduk aja dulu sayang. Biar