Akhirnya setelah menempuh perjalanan yang begitu panjang selama kurang lebih 22 jam. Kini Austin dan Bella masuk ke dalam kamar Hotel mereka. Kamar presidential suite yang sudah di siapkan oleh Keluarga Vladislav.Austin dan Bella langsung berisitrahat begitu mereka tiba. Karena besok pagi adalah acara pernikahan Ivan Barata dan Nabila Putri.Para bawahannya juga sudah menempati kamar dengan pasangan mereka masing-masing.Austin tertawa kecil sambil mengusap perut Bella dengan sesekali menciumnya dengan manja."Ada apa sayang?" tanya Bella."Hmm? Aku hanya tidak menyangka kalau Finley dan Kenan sudah menikah... Dan pasangan mereka benar-benar membuatku terkejut!!" jelas Austin.Bella tersenyum menanggapi perkataan calon suaminya itu. Sambil mengelus dan memainkan rambut Austin, "Dan dari mereka juga aku jadi yakin, kalau jodoh dan cinta akan menemukan tempat mereka pada tempatnya ketika mereka tahu dimana hati ini akan berlabuh."Aust
Ting tong ting tongBella mengerjapkan matanya, lalu melihat jam digital yang ada di atas nakas."Ugh, baru jam 4 pagi?" gumam Bella dengan suara serak khas bangun tidur.Austin yang merasakan pergerakan Bella ikut terbangun. "Ada apa love? Ada yang sakit atau kurang nyaman?”Bella menggeleng pelan, “Tidak sayang, barusan ada yang mencet bell.”Austin tersenyum. Cup! Ia mengecup kening Bella sesaat lalu bangun dari tidur, "Biar aku saja," ujar Austin yang kembali merapikan selimut untuk menutupi tubuh Bella.Kemudian Bella dapat mendengar suara sama-samar dari luar. Karena jarak antara kamar dan pintu utama terhalang dengan pintu lain. Jadi Bella tidak dapat mendengarnya dengan jelas.Ceklek! Pintu terbuka memperlihatkan senyuman hangat dari seorang Mommy Agatha, "Sudah bangun sayang? Sorry mommy bangunin kamu sepagi ini ya."Bella tersenyum dan berusaha bangun melihat Mommy Agatha sudah berjalan mendekat.
"Jadi bagaimana Tuan Max?" tanya Fin kepada Max.Kini Fin, Rose, Ken dan Siska beserta putri kecilnya berada di kamar Max dan Hana.Di saat para pria tengah sibuk di depan laptop mereka, para istri berada di mini dapur kamar ini. Menyiapkan cemilan dan minuman. Sedangkan bayi kecil sedang bermain di baby crib."Kamu selesaikan dari media A!" tukas Max."Aku sudah berhasil menutup artikel dari website jman.com, sekarang masih tersisa 20 website lagi," sambung Ken.Max mengangguk paham, "Jadi apa kamu sudah tahu siapa yang pertama kali menyebarkan rumor ini Ethan?" tanya Max yang berbicara dengan Ethan lewat zoom."Ck! Aku belum tahu siapa yang menyebarkan rumor ini. Tapi aku hanya curiga satu orang!" jawab Ethan di balik layar sambil mengetuk-ngetuk pulpennya ke atas meja tanpa menimbulkan suara.Max menaikkan satu alisnya, "Siapa?""Hah! Siapa lagi kalau bukan pria mata duitan itu!!" ketus Ethan dengan marah mengingat bagaimana waktu Austin menawarkan 500 milyar sebagai syarat percerai
Ring riing riiingggBunyi ponsel Giselle terus berdering, namun si pemilik masih tengah tertidur di bawah selimut hotel dengan nyaman tanpa mengenakan sehelai kain.Semalam, dirinya benar-benar menghabiskan malam yang panas bersama Steve. Sudah satu minggu lebih Steve yang kehausan terus melahap dirinya nonstop dengan ganas.Hingga telpon dari Gerald dia abaikan. Bukan dengan sengaja, tetapi suara desahan dan nafsu mereka tidak lagi membuat kesadaran mereka berdua ada pada tempatnya.Steve yang lebih dahulu bangun, baru saja keluar dari kamar mandi. Dia mendengar suara ponsel Giselle terus berdering. Dengan penasaran, dia mendekat untuk melihat si penelpon yang tidak sabaran itu."Gerald..?" gumam Steve melihat nama Gerald terpampang di layar ponsel tersebut.Senyuman licik terukir di sudut bibirnya. Di lihatnya Giselle yang masih pulas tertidur."Halo?""Dimana Giselle?" balas Gerald to the point yang sudah mengenal suara Steve."Ah, dia masih tertidur Gerald, apa kamu ada perlu?" St
Tidak dapat dia sembunyikan senyuman lebar di wajahnya."Bagaimana Steve?" Tanya Gerald tersenyum smirk."Ini luar biasa!!" sahut Steve puas akan hal ini. Wajah Austin dan mantan istrinya terpampang dengan jelas di setiap sudut video yang menjadi rekomendasi.Giselle yang penasaran mendekati Steve dan melihat apa yang saat ini sedang Steve tonton. Berita apa yang membuat wajah Steve berbinar-binar.Tetapi bukan itu yang menjadi perhatian Giselle, dia terperangah dengan ketampanan pria yang bernama Austin Harold itu."Aku tahu dia tampan, tapi aku tidak sangka kalau dia setampan ini," gumam Giselle dalam hati."Tidak salah kalau semua wanita bertekuk lutut padanya, begitu pula dengan Bella yang polos itu. Dia pasti akan melempar tubuhnya naik ke atas ranjang pria setampan dan sekaya ini!""Shit, pasti pria ini luar biasa di atas ranjang, membayangkannya saja membuat tubuhku gemetar dan berdenyut."Giselle larut dalam pikirannya sendiri."Hahahha, baguslah kalau kamu puas dengan bantuan
Setelah melewati penyambutan berlebihan dari Frank, akhirnya mereka berempat masuk ke dalam Villa mewah tersebut.Lagi-lagi Giselle kembali di buat kagum dengan interior yang mengisi ruangan."Aku harap kamu menyukainya darling," seru Gerald yang sudah duduk di salah satu sofa dengan sebotol wine di tangannya sambil melihat ke arah Giselle yang masih berdiri dengan pandangan yang mengitari seisi ruangan.Steve dan Frank juga menyusul duduk di sofa yang berada di sisi lain.Tap tap tapGerald menepuk sofa yang tepat di sisinya, menyuruh Giselle untuk duduk di sampingnya.Giselle dengan patuh menuruti perkataan Gerald, dirinya berjalan melewati Steve dan duduk tepat di sisi Gerald."Tuang wine ini darl untuk kami bertiga," perintah Gerald."Ya?" Giselle melongo, otaknya mencoba berpikir maksud Gerald."Maksud kamu aku yang menuang wine ini?" tanya Giselle memastikan apa yang ada di pikirannya.Gerald tersenyum dan mengangguk sambil mengulurkan botol wine dari tangannya.Wanita itu tidak
:: Adegan di bawah cukup liar ya bestie ::Happy reading~Dirinya mendekati tiga orang itu dan berada di sisi kiri Giselle. Steve meraih tangan kiri Giselle yang tengah mengurut milik Gerald ke kejantanannya.Giselle sontak menoleh dan tersenyum, "Ahh... akhirnya kamu mengambil tempat juga," batin Giselle."Siapa yang tidak tergoda dengan tubuh indahku ini, service? Aku bisa membuat pria-pria ini ketagihan! Jadi, Austin, aku juga akan membuatmu jatuh dalam kenikmatan yang akan aku berikan!" ucap Giselle dalam hati.Giselle kembali melakukan hal yang sama untuk Steve, di kulumnya sesaat kemudian tangan kirinya bergerak turun naik mengurut kejantanannya, membuat Steve mengerang kenikmatan.Gerald memasukkan tangannya di antara liang kewanitaan Giselle dan memasukkan dua jarinya. Bergerak dengan liar di dalam sana, membuat Giselle mendesah tertahan.Frank dan Steve turut menghisap payudara Giselle bergantian. Dipilinnya dengan lembut dan kasar, "Ah... Akh" erang Giselle melepaskan kuluma
:: Warning Adult Content, adegan cukup keras dan dark ya ::BlessssFrank langsung saja memasukkan batangnya yang sudah begitu keras di dalam liang Giselle."Akh!!!" pekik Giselle ketika miliknya di masuki dengan kasar dan keras."Fuck!" erang Frank puas yang terus memacu dirinya.Steve dan Gerald masih menikmati service dari mulut Giselle.Beberapa menit dengan posisi ini, akhirnya mereka berganti posisi. Mereka pindah ke dalam kamar dengan ranjang berukuran kingsize.Gerald berbaring di tepi ranjang dengan tubuh atasnya di atas kasur, sedangkan kakinya masih menyentuh karpet."Naik diatasku darl..." titah Gerald mutlak.Giselle naik keatas kasur, Gerald memutar tubuh Giselle agar memunggunginya.Wanita itu perlahan memasukkan batang tebal dan besar Gerald ke dalam inti tubuhnya, "Euhmm... Ahh..."Dan begitu terisi penuh dari milik laki-laki itu, Giselle perlahan bergerak naik turun dengan bertumpu di atas paha Gerald.Suara tepukan bokong Giselle dengan kulit Gerald terdengar begitu
Austin baru saja tiba di perusahaannya, Orion Corporation, sebuah gedung megah berlantai 30 yang mencakar langit. Begitu memasuki lobi, para karyawan menyapanya dengan ramah dan hormat. Austin tersenyum dan membalas sapaan mereka sebelum melanjutkan langkah menuju lift.Ethan langsung menyambut Austin, “Tuan,” ucapnya pelan dengan sedikit membungkuk. Lalu mengikuti langkah Austin.Dengan cepat, lift membawa Austin, Ethan dan Max ke lantai 18, lantai khusus yang didedikasikan untuk ruang kerjanya sebagai CEO. Begitu pintu lift terbuka, Austin melangkah masuk ke ruang kerjanya yang elegan dan mewah. Ruangan itu dilengkapi dengan sofa coklat empuk yang menambah kenyamanan, serta meja kerja besar yang menunjukkan otoritas dan kepercayaan diri.Desain ruangan ini sangat unik, dengan ornamen abstrak kayu yang menghiasi bagian plafon, menciptakan suasana yang hangat dan inspiratif. Austin duduk di belakang meja kerjanya, Ethan memberikan dokumen-dokumen yang harus di tandatangi oleh Austin.
Kembali ke waktu sekarang…“Buruan dong sayang… Nanti siang lagi baru main dengan twins,” gumam Bella mengusap kepala suaminya yang tidak ingin beranjak dari perut nya yang sudah semakin membesar. Bahkan saat ini usia kehamilan Bella baru masuk bulan ke empat tapi ukurannya hampir menyamai saat dia 8 bulan. Semuanya menjadi dua kali lipat.“Heemmm… Kamu istirahat di rumah saja ya? Masalah kerjaan biar Della saja yang tangani.”Pria tampan itu masih enggan untuk beranjak dari kasur sambil memeluk perut Istrinya sambil memberikan kecupan.“Iya iya… Ya udah bangun dong kalau gitu. Jas kamu jadi kusut tuh.”Tapi pria tampan itu masih bergeming dan memperat pelukannya. Hingga terdengar.“Daddy! Buruan… Arion telat ke sekolah!” Tanpa menunggu lama pria tapan itu segera bangkit dari rebahannya dan merapikan jasnya lalu menyahut, “ Ok Boy! Daddy sudah siap dari tadi!” Bella tertawa renyah melihat kelakuan suaminya. Lalu terlihat Arion masuk ke dalam kamar untuk berpamitan kepada Bella.“Mo
Satu hari pun berlalu. Ludwig, Elle, dan rekan – rekannya membantu para warga lokal terutama anak – anak dan wanita untuk mengungsi di desa sebelah. Mereka melewati hutan yang menjadi pemisah karena tidak ingin menjadi perhatian kalau mereka melewati jalur utama.Dan sekarang tinggal para pria yang tinggal di desa. “Sebaiknya kalian juga ikut berlindung di desa sebelah atau ke dalam hutan,” ujar Ludwig kepada para pria di depannya.“Saya tidak akan meninggalkan dokter, tanpa dokter mungkin saya sudah kehilangan nyawa dari beberapa tahun yang lalu.” ujar salah satu warga.“Saya juga tidak akan meninggalkan dokter dan ibu Elle serta rekan dokter yang lain, tanpa kalian desa kami tidak akan seperti ini. Anak saya dan istri saya menjadi sehat berkat anda Dokter. Jadi anggap saja ini sebagai balas budi saya.”Satu per satu warga menolak untuk pergi dan mengucapkan rasa terima kasih dan kesetiaan mereka terhadap Ludwig.Elle memeluk lengan suaminya. Matanya berkaca – kaca mendengar penutura
Setelah perkenalan, Gunadi ikut bergabung dan mengobrol bersama. “Kalian lihatlah! Kami ini selalu adil menjadi saudara!”Ludwig dan rekan – rekannya menjadi bingung dengan ucapan Arthur.“Kamu lihat luka di lengan Gunnadi? Itu adalah luka tembakan yang ia terima saat ingin menyelamatkan aku. Setelah aku mendapatkan luka tembakan di sini!” sambung Ludwig dambil menunjuk luka di perutnya.“Hahahah… Karena seperti itulah saudara !” sahut Gunnadi.Elle dan Bella juga ikut bergabung. Begitu juga dengan pasangan mereka masing – masing.Hanya dalam sekejap rasa kekeluargaan antara mereka begitu terasa.“Hmm baiklah. Sepertinya ini sudah waktunya.” Tukas Arthur sambil melihat ke semua orang secara bergantian.Suasana yang tadinya begitu riuh berubah menjadi sepi. Semua orang terdiam. Arthur berdiri dari duduknya, “Ayolah! Ini bukan pertemuan terakhir kita.”“Hmm… Kamu benar. Kita akan bertemu lagi cepat atau lambat.”Arthur kemudian berlutut dan menghampiri Bella. “Bella, paman besarmu ini
Ludwig tercengang sedetik, dia cukup terkejut dengan penuturan pria besar di depannya yang dia tidak kenali siapa namanya. Yang dia tahu hanya nama dari pasukan ini. Pasukan pemberontak yang memang bermarkas tidak jauh dari desa merek, mungkin berjarak kurang lebih 2 – 3 jam, sama seperti mereka ke Pusat Kota.“Hey! Buka penutup ini!” seru pria itu sambil menodongkan senjata laras panjang ke arah Ludwig.“Ah iya…” Ludwig pun segera menarik ke atas penutup bendungan air itu lalu menyingkir ke samping dengan perasaan khawatir.Pria bersenjata itu memicingkan matanya. Namun dirinya tidak dapat melihat apa – apa ke dalam air yang gelap.Dan tiba – tiba saja pria itu mengarahkan senjatanya ke arah bendungan dan seketika itu pula membeku karena suara tembakan bertubi – tubi di arahkan ke dalam air.Tidak mendapatkan hasil dari tembakan beruntunnya. Pria itu berhenti dan melihat lagi ke dalam air. Hingga pria itu berjalan keluar. Ludwig segera ke pintu bendungan air dan melihat sekilas, lalu
Tiga hari pun berlalu, kondisi Arthur pun semakin membaik. Selama masa pengobatan, Arthur tinggal bersama Ludwig dan Elle karena keberadaan Arthur di desa mereka tidak boleh sampe ketahuan oleh pihak dari lawan Arthur.Hanya dalam waktu tiga hari, Arthur sudah sangat akrab dengan Ludwig, Elle, Hanz, Bruno dan Stefan. Apalagi dengan si kecil Bella yang terus bermain di pundak Arthur. Gadis kecil itu begitu manja dengan Arthur. Seperti saat ini Bella tengah memanjati pundak Arthur yang tengah duduk di sofa.“Siap?!” seru Atrhur begitu posisi Bella sudah duduk dengan benar.“Ciaaappp Paman besalll!” Bella tertawa senang begitu Arthur berdiri dan berlari kecil.Ludwig hanya menggelengkan kepalanya, “Hey, luka kamu belum kering, jangan terlalu banyak bergerak!” seru Ludwig kepada Arthur.“Aisss… ini hanya luka kecil! Kesenangan gadis kecil ku ini lebih penting!!!” balas Arthur cuek dan masih terus bermain dengan Bella.Elle yang sedang membuat minuman di dapur, keluar dan berjalan dengan s
Ludwig menghentikan mobilnya tepat di sisi pohon. “Kamu tunggu di sini saja sayang,” ujarnya sebelum turun.“Hem iya sayang,” jawab Elle, lalu memperbaiki posisi tidur Bella yang ada dalam pangkuannya.Ludwig turun dari mobil tidak lupa membawa tas dokternya yang selalu dia sediakan di mobil.Dengan perlahan dia mendekati pria besar yang tengah bersandar di dahan pohon.“Permi – “Deg! Ludwig terkejut begitu pria di depannya menodongkan senjata tepat di depan wajahnya.Dirinya seketika mengangkat tangannya. “Tenang… Aku bukan musuh kamu, aku seorang dokter!” ujar Ludwig.Mata elang pria di depannya terlihat begitu beringas. “Jangan bergerak,” serunya.“Kamu harus segera di tolong,” imbuh Ludwig sambil menunjuk ke luka tembakan di bagian perut pria tersebut.“Lihat, aku tidak bawa senjata apapun.” Sambung Ludwig sambil mengangkat bajunya.“Biar aku menolongmu…”Pria besar itu pun menurunkan senjatanya, “Memangnya kamu dokter dari desa mana?”Ludwig menyebutkan nama Desa yang ia tempat
Tiga tahun pun berlalu. Terlihat anak kecil yang begitu menggemaskan tengah berlari dengan ceria di kebun yang hijau.“Bella, hati – hati sayang!” seru Elle kepada sang putri.“Tidak apa – apa, ada Aunty dan Uncle yang jaga Bella, kamu fokus sama kerjain kamu.” Ujar Beatrice kepada Elle.Elle tersenyum, “Terima kasih Aunty…”“Sama – sama sayang,”“Bella kemari sayang, bersihkan tangan kamu dulu,” seru Beatrice. Sedangkan Gaston langsung menghampiri Bella kecil dan menggendongnya.“Ahhh… Cucu opa begitu menggemaskan!!” serunya bahagia.Elle yang melihat itu semua sungguh bahagia, merasakan kehangatan sebuah keluarga. Beatrice dan Gaston tiba di Afrika sejak tiga bulan yang lalu. Ketika Ludwig mendapatkan surat dari kedua tetua yang begitu ia hargai dan dia anggap seperti orang tuanya sendiri mengatakan kalau mereka sudah memasang pesawat telepon pribadi dan memberikannya kepada Ludwig.Mendapat kabar itu, Ludwig segera ke kota lalu menghubungi Beatrice dan Gaston. Memberi kabar kalau d
Seusai pergulatan mereka. Akhirnya pasangan suami istri ini masuk ke rumah sakit tepat jam 8 malam. Sebelum masuk ke Rumah Sakit. Elle menyempatkan menghubungi kedua orang tuanya dan saudara – saudaranya.Mereka mintaa maaf karena tidak bisa menemani Elle di peristiwa penting dalam kehidupan Elle. Namun, Elle dan Ludwig meyakinkan mereka semua, kalau semua akan baik – baik saja. Dan mereka berdualah yang memilih untuk menatap di sini. Padahal kedua orang tua Elle meminta mereka untuk kembali terlebih dahulu ke Finlandia untuk melahirkan dan sampai anak mereka besar.Tapi Elle sangat tahu itu tidak mungkin terjadi, begitu ia kembali ke Finlandia. Sudah pasti akan sulit baginya untuk kembali ke Africa di saat putrinya masih balita. Akan banyak pertimbangan.Berbeda cerita jika mereka memulai kehidupan dari sini, melahirkan dan membesarkan putri mereka di sini.Dan tepat jam dua belas malam, Elle meringis kesakitan saat sedang berbaring. Ludwig yang siaga menjaga istrinya itu langsung me