"Thank you sayang.." Ucap Austin lembut kemudian menciumi bibir Bella.Bella memeluk erat tubuh Austin yang baru saja melepaskan lava hangat yang ketiga untuk hari ini ke dalam tubuhnya."Euhm..You’re welcome sayang..." Balas Bella yang juga membalas ciuman yang begitu dalam oleh pria tampan bermanik indah itu.Austin melepaskan ciumannya dan memasukkan tubuh Bella yang kelelahan itu ke dalam pelukannya.Dirinya juga merasa begitu lelah menghabiskan sepanjang hari bercinta bersama wanita tercintanya. Entah saat ini sudah menunjukkan jam berapa. Entah berapa lama mereka menghabiskan ronde ketiga mereka yang begitu indah dan terasa begitu berbeda.Perasaan cinta yang begitu meluap di setiap sentuhan mereka. Seolah tidak ingin saling menyudahi satu sama lain.Austin yang melihat Bella ingin kembali terlelap langsung mengecup pipinya."Sayang..." Ucap manja Bella dengan pipi meronanya."Ayo mandi!" Seru Austin yang memaksa tubuhnya untuk bangun. Dia ingin agar Bella bisa beristirahat denga
Ken yang baru saja tiba di kantor Orion Corporation melihat Austin, Bella, Max dan Ethan sedang berjalan menuju ke arah parkiran mobil.Suasana parkiran terlihat begitu sepi karena waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Dimana sudah tidak ada lagi aktifitas di area perkantoran.Tiba-tiba pandangan Ken teralihkan ke sosok pria yang dia kenali dan perlahan mendekat ke arah Austin, Bella, Max dan Ethan barada. Dengan cepat Ken turun dari mobil dan berlari ke arah mereka.Namun pria tersebut mempercepat langkahnya sambil memegang sebilah pisau. Pria tersebut terus berlari kencang sambil menatap tajam punggung Austin."Tuaannn! Awasss!!" Teriak Ken yang langsung menerjang pria bertubuh besar tersebut. Hingga tubuh mereka berdua terhempas ke lantai.Sontak semua orang berbalik dan melihat apa yang terjadi.Srett"Ackk!" Pekik Ken terkena tusukan di bagian lengannya.Sedangkan Austin langsung memeluk tubuh Bella dan menghalangi apa yang baru saja dia lihat."Dooorrr!" menyusul suara tembakan
Setengah jam Max melajukan kendaraan, hingga kini akhirnya mereka bertiga tiba di Apartment.Max membuka seatbelt dan turun terlebih dahulu untuk membukakan pintu untuk Austin. Kemudian dirinya berlari cepat membuka bagian untuk Bella."Ayo sayang," ucap Austin lembut.Bella tidak berani melihat ke arah Max, mengingat tadi dengan mudahnya Max menarik pelatuk senjata api kepada Dom. Bukan karena takut dengan Max. Dirinya lebih kepada shock dengan kejadian tadi.Max yang sadar akan hal itu, mengambil jarak dari Nyonya Bella nya. Dirinya mengerti mengapa Bella sedari tadi tidak berbicara kepadanya di dalam mobil. Biasanya Bella melontarkan candaan atau ikut berbicara ketika Austin berbicara dengan dirinya."Maafkan aku Nyonya sudah membuatmu melihat hal seperti itu, hanya ini yang bisa aku lakukan agar nyawa Anda dan Tuan bisa selamat.." Batin Max yang sedikit menyesal mengambil tindakan gegabah karena langsung menembak di titik vital yang membuat nyawa Dom tidak dapat tertolong.TapAus
"Dasar pria berengsek! Apa dia melakukan hal itu kepada semua wanita!!!" Murka Max mengingat pertama kali dia menyelamatkan Bella dari tindak kekerasaan seksual dari Nick.Mendengar hal tersebut, Ken dan Fin saling melihat dan menaikkan bahu mereka. Karena Fin dan Ken tidak mengetahui kejadian naas tersebut. Hanya Max, Austin, Bella dan pelayan hotel yang di bayar oleh Max yang mengetahui kejadian tersebut.Dengan tatapan menyalang Max berkata, "Bukankah Dom seharusnya berterima kasih kepada kalian karena sudah menyelamatkan istrinya??!""Maafkan aku Tuan... Setelah istri Dom mendengar semua tentang suaminya. Siska memutuskan untuk berpisah dengan Dom. Karena khawatir, aku memutuskan untuk mengikuti wanita itu. Dan bersyukur, tepat pada waktu aku datang ke tempat Gym milik Dom, aku melihat mereka berdua sedang beradu argumen. Lalu tiba-tiba saja Dom mencekik leher istrinya... Tanpa pikir panjang aku menyelamatkan istri dan anaknya saat itu. Dan memukuli pria berengsek itu tanpa ampun.
Setelah Ken selesai di rawat, dirinya meminta untuk tidak tinggal di rumah sakit."No thank you! Lebih baik aku di rumah saja beristirahat!" seru ken ketika di minta untuk di rawat di rumah sakit."Ck! Kamu sungguh keras kepala Ken! Lukamu itu butuh perawatan oleh tenaga medis!" decak kesal Fin menasehati sahabatnya itu.“Aku bisa datang ke rumah sakit, kalau butuh pergantian perban! Aku hanya kurang nyaman kalau harus beristirahat di sini!" jawab Ken cepat.Fin mengerlingkan matanya. Karena Fin tahu, Ken tidak mau bermalam di rumah sakit karena alasan lain."Jangan bilang kamu tidak mau membiarkan Siska dan Putrinya sendiri di rumah?" cerca Fin memainkan matanya dengan malas.Deg!"Ten—tentu saja bukan! Kamu jangan bicara sembarangan!!" jawab Ken gelagapan."Aku hanya kurang nyaman untuk tidur di sini!" sambung Ken dan membuang wajahnya dari Fin.Karena dia bisa merasakan wajahnya saat ini memanas karena malu."Hahhh! Tunggu sebentar aku akan bertanya ke suster galak itu!" balas Fin,
Keesokan paginya, Bella kembali mendapatkan telpon dari Steve. Sudah lebih sepuluh kali ponselnya berdering dan pesan singkat yang masuk di ponselnya.Steve terus saja mengajak dirinya untuk bertemu empat mata untuk membicarakan pernikahan mereka dan ingin meminta maaf, berdua dengan dirinya.Pagi ini Bella yang menyiapkan sarapan untuk Austin dan dirinya.Namun saat asik memotong kentang dengan pikiran yang terus melayang entah kemana, tiba-tiba, "Aochhh...!" pekik Bella teriris pisau di ujung jarinya.Austin yang tengah duduk di kursi meja makan sontak berdiri dan menghampiri kekasihnya, "Ada apa sayang..?" tanya Austin dengan panik yang kini sudah berdiri di samping Bella."Ah.. hanya luka kecil sayang.. heheheh..." Bella tersenyum lembut melihat wajah panik kekasihnya itu."Hmm, sini..." Austin meraih tangan Bella lalu mengisap darah yang keluar dari ujung jari Bella."Ssssttt... sayang.. di bersihkan saja pakai tissue.." ujar Bella yang tidak sangka Austin menghisap jarinya yang
"Sayang, kita mau bertemu dengan siapa ?" tanya Bella ketika turun dari kendaraan dan menyambut tangan kekasihnya yang saat ini terulur menantinya.Austin tersenyum, "Ayo.. Nanti saat meeting kita akan bertemu..." jawab Austin yang tengah menggandeng tangan Bella dengan mesra."Hahh..?!" seru Bella terlonjak kaget mendengar perkataan Austin."Kenapa aku harus ikut meeting?!" sambung Bella. Karena kalau sekedar menemani Austin ke kantor dan berdiam di ruangan istirahatnya sambil bekerja dia akan baik-baik saja. Tapi dia ikut ke kantor karena akan hadir bersama di meeting pagi ini. Untuk apa?"Karena kamu adalah Nyonya Austin..." jawab Austin santai."Astaga sayang ! Aku tidak mau !!" tolak Bella.Sontak Austin menoleh, "Kamu tidak mau menjadi Nyonya Austin..?" tanya Austin menggoda kekasihnya."Sayang... Please !" kesal Bella karena sedari tadi Austin tidak serius menemaninya berbicara dan hanya menggodanya."Aku tidak bercanda sayang..." jawab Austin cepat.TingPintu lift khusus CEO
Steve melepaskan tautan tangan mereka dan mengalihkan perhatiannya dengan mengambil dokumen yang berada di dalam map berwarna merah."Ini silahkan... Kamu bisa membacanya sambil duduk dengan nyaman di sana.. jam sepuluh lewat lima belas menit kita berangkat bertemu klien, nanti akan saya jelaskan diatas mobil," terang Steve dan menunjuk ke arah sofa yang ada di dalam ruangannya."Baik Pak...!" jawab Della kemudian berdiri dan berpindah ke sofa.Della membuka berkas demi berkas dan membacanya dengan cepat sambil sesekali mengangguk.Setelah Della rasa cukup dan melihat jam tangannya masih ada waktu lima menit. Dia memilih untuk menyandarkan sedikit punggungnya yang sedikit sakit. Karena tadi terburu-buru ketika mendapatkan telpon dari kakak sepupunya Mike tentang Bosnya yang ingin menjadikan dirinya sekretaris meskipun dalam waktu sehari. Setidaknya dia bisa menghilangkan waktu jenuhnya untuk hari ini dengan bekerja."Ehh apa ini??" gumam Della ketika tangannya menyentuh sesuatu di cela
“Hai salam kenal,” sapa Elle ramah kepada Pauline.Pauline tidak menyangka kalau Ludwig terang – terangan seperti itu. “Oh hai, aku Pauline. Salam kenal. Kebetulan aku kenalan lama dari Ludwig.”Elle tersenyum, “Oh ya? Senang berkenalan denganmu Pauline. Ini aku ada bawakan sarapa untukmu. Semoga kamu menyukainya.” Ucap Elle sambil menyodorkan satu box wadah makanan kepada Pauline.Pauline menerimanya, “Terima kasih Elle, aku pasti akan menyukainya.”“Ok kalau begitu, kamu nanti bicarakan dengan kepala desa tentang apa yang ingin kamu lakukan di sini.” Ujar Ludwig kepada Pauline lalu menengok ke Elle. “Ayo sayang, mereka pasti sudah menunggu kita.” Sambung Ludwig berbicara dengan lembut kepada Elle.“Iya sayang,”“Kami duluan ya Pauline…” pamit Elle kepada Ella. Namun baru tiga langkah, Pauline memanggil Ludwig.“Lud!”Langkah kaki Ludwig dan Elle berhenti lalu menengok ke belakang.“Ya?”“Uhm, apa bisa kamu yang bimbing aku selama aku di sini?” ujar Pauline yang langsung membuat Ludw
“Ada apa?” tanyanya berusaha tenang.“Aku mau mandi, tapi tidak ada air.” Ucap Pauline sambil memegang handuknya di depan dadanya.“Oh iya maaf, aku lupa bilang. Kalau kamu mau air. Kamu harus memompa air disini.” Jelas Ludwig sambil menunjukka pompa yang ada di dekat kamar mandi. Tanpa Ludwig tahu ternyata Pauline sudah menyusulnya.Begitu Ludwing berbalik betapa terkejutnya, Pauline sudah ada di belakangnya. “Hmm, iya. Tapi apa bisa kamu ajar aku caranya memompa.”“Damn! Kenapa dia hanya mengenakan handuk seperti ini.” Seru Ludwig dalam hati.“Hmm, baiklah…” ujar Ludwig. Dan memberikan contoh cara memompa air.“Ok, biar aku coba!” seru Pauline dengan bersemangat. Wanita manis, mungil tapi menonjol di beberapa area itu terlihat begitu bersemangat mengikuti tutorial cara memompa air.Pauline kemudian memompa air seperti yang di lakukan Ludwig, tapi hal tersebut sangat berbahaya dengan jantung dan boa Ludwig. Bagaimana tidak. Setiak Pauline mengangkat tangannya, handuk tersebut akan i
Satu minggu berlalu, karena orang tua Elle menggunakan pengiriman ekspress. Hari ini semua barang pesanannya tiba tanpa kekurangan. Bahkan kedua orang tua Elle memberikan perlengkapan yang mendukung untuk perkebunan nantinya.“Hufftt… Akhirnya selesai juga…” seru Elle begitu merapikan pupuk dan bibit di dalam ruang penyimpanan.Sedangkan Ludwig dan rekan - rekannya bertugas mengangkat barang - barang berat. Mereka juga di bantu oleh beberapa warga lokal.“Pak Dokter…!” seru kepala desa tiba – tiba.“Iya?”“Maaf, apa saya bisa minta waktu anda sebentar? Ada tamu yang baru saja tiba. Dan saya sedikit kesulitan untuk berkomunikasi.” Ujar Kepala Desa dengan tidak enak hati karena harus menyusahkan Ludwig kembali.“Tentu saja Pak, tunggu aku di sana. Aku akan membersihkan tangan terlebih dahulu.”“Baik Pak Dokter,” Kepala desa pun berlalu menemui tamu yang di maksud.Ludwig segera membersihkan tangannya. Menengok kiri dan kanan mencari Elle.“Hanz, kamu lihat Elle?”“Sepertinya masih di Gu
Satu bulan pun berlalu. Ludwig dan Elle sudah hidup bersama. Mereka sudah seperti selayaknya pasangan yang tidak terpisahkan. Para warga lokal juga sangat menyayangi Elle dan Ludwig.“Sayang, sudah dulu… Besok lagi kamu lanjut ya…?” ucap Ludwig lembut menghampiri Elle yang saat ini melukis hanya dengan menggunakan gaun tidur yang begitu tipis.“Hmm… dikit lagi sayang, tinggal satu arsiran lagi.” Balas Elle dengan manja.Ludwig menghampiri kekasihnya itu dan memeluknya dari belakang lalu menyandarkan dagunya di pundak Elle. Mencumbu dan menghirup aroma manis dari tubuh kekasihnya.“Sayang, geli….” Rengek manja Elle di ganggu oleh Ludwig.“Lanjut saja, aku temanin.” Ujar Ludwig.Elle mengerecutkan bibirnya, “Bagaimana bisa lanjut kalau kamu seperti ini?”Ludwig tertawa kecil. “Iyah.. iyah… Kamu lanjutkan dulu, aku siapkan air minum dan vitamin.” Sebelum keluar Ludwig mengecup puncak kepala Elle. Pria itu keluar mangambil segelas air dan vitamin untuk mereka berdua.Dan di saat Ludwig m
“Hmm, kamu benar. Takdir kembali mempertemukan kita berdua.”Ludwig mengambil tangan Elle. Menggenggamnya dengan lembut. Elle tersenyum dan ikut menggenggam tangan nya. Mereka berdua berjalan dalam diam menikmati hamparan bintang di atas langit. Hingga mereka tiba di depan rumah.Mereka berdua masuk ke dalam rumah. Ludwig mengantar Elle sampai di depan pintu kamar wanita cantik itu. Jantung Elle berdebar begitu cepat.Elle membuka pintu kamarnya, namun Ludwig masih enggan melepaskan wanita cantik itu. Rasa rindunya belum rela berpisah dengan Elle.Begitu Elle melangkah kakinya masuk, Ludwig menarik tangan Elle. “El…”Jantung Elle berdegup semakin cepat, “Ya?”Ludwig tersenyum lembut, “Bukan hanya karena takdir seperti yang kamu katakan. Aku mengatakan ini karena aku sungguh mencintaimu, sampai detik ini. Perasaanku padamu tidak pernah berkurang. Yang ada aku semakin merindukanmu di setiap helaan nafasku.”“Maukah kamu mau menjadi kekasihku El?” tanya Ludwig menatap lurus manik indah
Elle keluar dari kamarnya setelah berpakaian dan menyusul Ludwig yang ada di dapur.“Mau makan apa? Pizza, Burger, Spaghetti, atau Steak?” tanya Ludwig sambil tersenyum.Wanita berhazel itu seketika terbengong, “Apa semuanya ada di sini?” gumamnya dalam hati.“Tapi karena kamu pertama kali ke desa ini, aku akan perkenalkan kamu dengan makanan yang ada di sini.” Sambung Ludwig sambil mengeluarkan dua piring sayur lengkap dengan ubi rebus sebagai asupan karbohidrat mereka sambil tersenyum dan mengedipkan satu matanya, menggoda Elle.Elle akhirnya sadar kalau saat ini Ludwig sedang menggodanya, Kemudian wanita cantik itu berdiri dan meninggalkan Ludwig begitu saja.Ludwig dapat mendengar suara ribut – ribut dari dalam kamar Elle. Dan tidak lama kemudian Elle keluar dengan membawa beberapa kotak makanan yang cukup besar.Wanita cantik itu menatanya di atas meja dengan rapi. Elle mengeluarkan empat macam lauk yang membuat Ludwig terkejut.Elle duduk dan tersenyum, “Malam ini kita makan in
Elle sontak menoleh ke asal suara dan blush… Wajahnya kembali memerah karena tepat di depannya ada Ludwig dengan senyuman manisnya tengah melihatnya. Jarak wajah mereka begitu dekat.“Ludwig? Kamu sudah selesai?”“Iya, dan kenapa kamu ada di sini bukannya beristirahat?” balas Ludwig lalu berdiri terlebih dahulu, sambil membantu Elle untuk berdiri dengan mengulurkan tangannya.Elle menerima bantuan Ludwig dan meraih tangan pria tampan di depannya.“Terima kasih,” Elle berdiri. Dengan sigap Ludwid mengambil lukisan yang ada di tangan Elle.“Aku kesini karena aku sempat berpikir kenapa orang yang mengatakan suka padaku tidak kunjung datang setelah aku ada di sini padahal sudah lebih 3 jam sejak dia meninggalkan aku.”“Hmm, aku jadi ragu kalau dia sungguh menyukaiku,” sambung Elle menggoda Ludwig.Ludwig seketika panik, “Bu… bukan begitu… Maaf… bukan mak – ““Hahahhaa…” Elle tertawa melihat wajah panik Ludwig.“Kamu menggodaku?”Wanita cantik berhazel biru itu mengangkat bahunya, “Hmm…”“
Ludwig langsung menghampiri Elle begitu melihat wanita pujaannya itu. Pria itu benar – benar di buat shock tapi juga bahagia.“Kamu di sini Elle?” tanya pria itu masih tidak percaya.Elle tersenyum dan mengangguk.Kepala desa bingung melihat Pak Dokter terlihat akrab dengan tamunya.“Ehm, Pak Dokter.” Imbuh Kepala Desa.“Ah iya Pak. Maaf. Lalu bagaimana Pak?” tanya Ludwig begitu sadar. Membuat Elle tertawa kecil.“Begini Pak, saya mau menjelaskan rumah tinggal untuk Nona Elle, beliau akan tinggal di rumah yang – ““Tidak perlu Pak, Nona Elle akan tinggal bersamaku.” Potong Ludwig dengan cepat.Tentu saja Elle terkejut, begitu juga dengan Kepala Desa.“Ludwig? Kenapa aku tinggal denganmu?” seru Elle.“Iya, aku sangat sibuk setiap harinya. Setidaknya kalau kamu di rumah singgahku. Aku akan merasa jauh lebih tenang menjagamu dari para kawanan serigala seperti mereka.” Jelas Ludwig sambil menunjuk ke arah tiga pria yang tengah melihat mereka dengan wajah penuh tawa.Elle menoleh ke arah
Begitu Elle tiba di rumah Cath. Wanita cantik itu mulai mengurus dokumen – dokumen yang ia perlukan untuk bisa berkeliling dengan bebas di Afrika. Setidaknya butuh waktu seminggu baru ia bisa mulai beraktifitas. Selama satu minggu ini pula Elle terlihat akrab dengan anak – anak di sekitar lingkungan tempat tinggal Cath.Elle setiap hari duduk di depan rumah dan melukis suasana yang ada di depan matanya. Baik tawa polos anak – anak yang tidak paham dengan kondisi mereka saat ini dan raut muram dari beberapa anak yang merasa kelaparan.Hal inilah yang membuat dada Elle merasa miris akan kemiskinan di negara yang ia pijak sekarang.“Huftt seandainya semua orang kaya di dunia ini menyisihkan kekayaan mereka untuk berinvestasi atau memperbaiki system kehidupan di negara ini, aku pikir mereka semua bisa berkembang.” Gumam Elle menghela nafas di suatu sore. Tapi entahlah. Apa memang ini adalah solusinya atau memang tidak ada solusi sama sekali.“Hei Elle, kamu di luar?”“Hai Cath, iya nih la