Jakarta, Indonesia. 22 Januari 2018, 8:14 PM.
Setelah seharian menjalani rutinitas pekerjaan yang melelahkan, langkah Mey akhirnya membawa dirinya pulang, di mana kehangatan rumah menunggunya. "Mama..." seru Lily dengan sorak-sorai kegembiraan saat melihat pintu rumah terbuka oleh sosok ibu yang dicintainya."Sayangku, maafkan mama ya. Tadi ada begitu banyak pekerjaan," bisik Mey dengan lembut, menyampaikan penjelasan atas keterlambatannya."Tidak apa-apa, ma. Lily dari tadi sibuk ngerjain PR dan dibantu oleh ii," jawab Lily dengan senyum ceria, meredakan kekhawatiran ibunya.Mata Mey bersinar penuh kebanggaan saat melihat putrinya yang begitu cerdas. Ia mengelus lembut kepala Lily, seraya berkata, “Anakku pintar.”Namun, kesunyian sejenak terputus oleh teriakan Mey yang menggema di seluruh rumah, “Jessi… Lusi… Cici, belikan ayam goreng kaefci, nih!” Suara lantang itu membawa kedua adiknya, Jessi dan Lusi, keluar dari kamar masing-masing dengan rasa penasaran."Lho, tumben cici beli kaefci," goda Jessi dengan spontan."Nggak apa-apa lah, masa nggak boleh beli kaefci?" Mey tersenyum santai, sambil mengeluarkan satu ember ayam goreng dari bungkus."Cici itu boros, utang koko belum sepenuhnya lunas lho," komentar Jessi, menyelipkan ketegangan diantara kebahagiaan."Shutt! Ci Jess, jangan ngomong kayak gitu! Bersyukur bodo!" Lusi langsung merespon dengan nada bercanda, menciptakan tawa di antara mereka. Suasana penuh kehangatan dan canda tawa memenuhi ruang keluarga, mengusir lelah Mey setelah seharian bekerja.Mereka berempat duduk bersama, menikmati sajian lezat dari ayam goreng kaefci yang masih hangat sebagai hidangan makan malam. Suasana di sekitar meja makan dipenuhi dengan tawa kecil dan berbagi cerita-cerita konyol yang mereka hadapi hari ini.Setelah hidangan malam selesai, Mey dan Lily beranjak ke tempat tidur. Dalam keheningan malam, Lily menyampaikan rindunya pada sosok ayahnya. "Maa... Lily kangen sama papaa. Lily pengen jalan-jalan sama papa lagi," ucapnya dengan semerbak kerinduan.Mey yang merasakan kerinduan yang sama, mendekap erat tubuh kecil putrinya. Sambil mencoba menenangkan hati Lily, Mey berucap lembut, “Shutt! Lily sayang, gak boleh ngomong begitu. Mama juga kangen sama papamu, tapi…” Mey terdiam, sejenak merenungi kenangan yang indah bersama sang suami, dan akhirnya, tetes demi tetes air mata jatuh membasahi pipinya.Wajah Lily bersinar penuh kepedihan saat melihat ibunya menangis. Anak kecil itu dengan lembut mengusap air mata yang membasahi pipi Mey. “Mama, maafkan Lily kalau buat mama sedih,” ucap Lily, ekspresinya penuh dengan kepedulian."Bukan salah kamu sayang," balas Mey dengan suara lembut, sambil tersenyum penuh kasih, meskipun air matanya masih menyisakan kesedihan. Dia merasakan betapa besar cinta dan pengertian yang tersemat dalam hati kecil Lily."Waktunya tidur, sudah larut malam lho," bisik Mey, mencoba menutup perbincangan malam itu dengan kehangatan.Lily dan Mey akhirnya memejamkan mata dalam kegelapan kamar, tetapi hati mereka tetap terhubung dalam kerinduan dan cinta yang tak lekang oleh waktu pada sosok Huang Vincent.**Keesokan paginya, ketika Mey baru saja tiba di kantor, suasana di sana terasa sedikit berbeda. Keceriaan dan kehebohan nampak menyelinap di antara para karyawan. Mey menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda di kantor hari itu, memutuskan untuk segera mendekati Gina dan bertanya, "Ini ada apa sih Gina?""Hari ini adalah ulang tahun CEO yang ke dua puluh tujuh tahun," jelas Gina sambil tersenyum gembira."Terus kenapa?" Mey bertanya lagi, rasa penasaran semakin menguasai dirinya."Astaga, kak Mey! Rumornya, adik CEO kita itu selebriti yang sangat terkenal. Yang pernah membintangi beberapa film dan dia juga seorang penyanyi," Gina memberikan informasi sambil memperlihatkan bersemangatnya."Penyanyi? Selebriti? Aku tidak tahu," ucap Mey sambil mengernyitkan dahi, mencoba mencerna informasi yang baru saja dia terima."Astaga.. Zion William, itu nama panggungnya! Nama aslinya itu Zion Willson. Dia itu adik CEO kita, Jean Willson!" Gina menjelaskan dengan detail."Aku sama sekali nggak tahu, siapa kedua orang itu," ungkap Mey."Ahh sudahlah, kak Mey nggak akan tahu!" Gina tertawa, mengakui bahwa tidak semua orang bisa mengikuti dunia selebriti.Di dalam ruang tunggu kantor, keriuhan para karyawan perempuan menciptakan suasana yang hidup. Mereka sibuk mengaca, menyempurnakan penampilan, dan menyemprotkan parfum dengan harapan memberikan kesan terbaik untuk menyambut kedatangan adik CEO. Gema obrolan riang mendengung memenuhi sekitar ruangan, membentuk awan kegembiraan yang tak terhindarkan."Zion itu ganteng banget waktu di acara talk show! Aku berharap bisa salaman sama dia dan minta tanda tangannya!" seru salah satu karyawan perempuan, suaranya menyiratkan kekaguman."Aku juga mau tandangannya dia!" sahut yang lain, mengikuti gelombang antusias."Kalau aku mau berfoto sama dia!" tambah karyawan perempuan yang lain lagi, semangatnya meluap tak terbendung.Tiba-tiba, Jenny menyahut dengan senyuman sombong. "Ahh.. Zion? Dia itu teman kuliahku di Stanford! Nanti kalau dia di kantor, biar kuajak kesini menemui kalian.""Kamu serius, Jenny?" tanya salah satu karyawan perempuan dengan mata berbinar penuh keheranan."Yapp. Aku sudah berteman dengannya sejak kecil, kalau nggak percaya nih, lihat fotoku sama dia," ucap Jenny dengan bangga memperlihatkan wallpaper ponselnya yang terpampang foto dirinya bersama Zion.Para karyawan perempuan yang tadinya tidak percaya, kini terkagum-kagum dengan Jenny. "Wah, kamu cantik sekali.""Kamu dan Zion kok cocok sih?""Eh, kok aku jadi iri deh!"Gemuruh obrolan dan riuh ketawa yang terus menerus mulai mengganggu beberapa karyawan yang tengah fokus pada pekerjaan mereka. yang tidak terlalu tertarik pada sensasi ini, akhirnya memberikan teguran, "Hey, kalian! Jangan berisik.” Suara Theo membuyarkan kegaduhan yang terjadi.Setelah mendapat teguran tersebut, para karyawan perempuan itu kembali menyibukkan diri dengan tugas masing-masing. Di tengah hiruk-pikuk aktivitas kantor, Theo memanggil Mey dengan suara lantang, menciptakan momen ketegangan di sudut ruangan."Mey, kemarilah," panggil Theo dengan nada serius, meminta Mey untuk mendekat.Mey pun berjalan menghampiri meja atasannya, wajahnya sedikit cemas. "Ada apa pak?" tanya Mey dengan penuh kehati-hatian.Namun, ketegangan semakin bertambah saat Theo tiba-tiba melakukan tindakan yang tidak pantas di tempat kerja. Ia menepuk dan meremas kasar gumpalan lemak di bawah pinggang Mey, tindakan tersebut jelas tidak sesuai dengan norma perilaku di lingkungan kantor. "Jumat malam, kamu harus ikut makan malam perusahaan!" bisik Theo dengan suara yang nyaris tidak terdengar. Aksi tidak senonoh ini dilihat oleh sejumlah karyawan lainnya, dan suasana yang tadinya senyap kembali bergemuruh dengan bisikan dan tatapan yang menusuk.Dengan sikap tegas, Mey menepis tangan Theo yang melakukan tindakan tersebut. "Maaf pak, saya jumat malam ada acara keluarga," ucap Mey dengan suara yang tetap tenang, menunjukkan bahwa ia tidak akan membiarkan dirinya terlibat dalam situasi yang perlu diwaspadai."Kau mau langsung dipecat ya? Pokoknya kalau masih mau bekerja di sini, kau harus datang di acara makan malam perusahaan!" ancam Theo, seakan menunjukkan kekuasaannya.Mey menundukkan kepalanya, meresapi situasi yang sulit ini. Ia kemudian berbalik dan berjalan menuju mejanya, meninggalkan Theo dengan pikiran yang tak menentu. Setelah bekerja beberapa saat, saat jam istirahat makan siang tiba. Theo melewati meja Mey dan menyuruhnya untuk mengantarkan berkas. "Tolong, antar berkas ini ke meja Ardhi," perintah Theo, sambil menyodorkan tumpukan berkas yang cukup banyak.Gina yang memperhatikan kejadian tersebut, sedikit khawatir. "Apa Kak Mey mau melewatkan makan siang hari ini?" tanya Gina, menunjukkan keprihatinannya."Yah, mau bagaimana lagi? Ini perintah," jawab Mey dengan suara yang agak tertekan.Akhirnya, Gina memutuskan untuk melangkah menuju kantin sendirian. Di sisi lain, Mey sibuk membawa berkas yang sangat banyak. Tangannya yang coba mengatasi beban berkas terlalu besar untuk sekadar langkahnya di tangga, membuat serpihan kertas berterbangan saat ia tanpa sengaja menabrak seorang pria yang sedang melewatinya.Berkas yang semula tertata rapi kini berserakan di lantai, menciptakan pemandangan yang agak kacau di tengah-tengah tangga kantor. Dengan wajah yang khawatir, Mey segera berjongkok untuk membereskan berkas-berkas yang berserakan. Sementara itu, pria yang berbenturan dengan Mey, hanya diam terpaku dan terus menatap paras cantik wanita dihadapannya, seolah waktu telah terhenti."Maaf," ucap Mey dengan penuh penyesalan."Aku yang minta maaf," balas pria itu dengan ramah, membuat Mey sedikit merasa lega.Saat berkas berhasil ditata kembali dengan rapi, Mey melanjutkan langkahnya. Namun, kejadian yang baru saja terjadi belum sepenuhnya berakhir. Pria yang tadinya hanya terdiam membeku, tiba-tiba berseru dari belakang, "Hey, namaku Zion Willson! Namamu siapa?" Mey tak menoleh atau menggubris seruan tersebut, tetap fokus melanjutkan langkahnya.***Jakarta, Indonesia. 23 Januari 2018, 12:34 PM.Setelah sampai di meja Ardhi, Mey disapa oleh manajer tersebut dengan tawaran yang tidak sesuai dengan dugaan."Cantik.. Mau makan bareng ke kantin?" sapa Ardhi dengan senyuman yang sedikit merayu."Tidak, pak. Ini berkas dari pak Theo," tolak Mey dengan tegas, menunjukkan keseriusannya dalam menjalankan tugasnya.Namun, Ardhi, tanpa rasa hormat, mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan video yang merekam kejadian pagi tadi saat kedua tonjolan besar di bawah pinggulnya diremas oleh Theo. "Kenapa Theo sangat beruntung mendapat karyawan sepertimu? Aku juga ingin menikmati tubuhmu!" goda Ardhi dengan nada merendahkan.Mey begitu terkejut ketika tahu ada karyawan lain yang diam-diam merekam adegan tidak pantas tersebut. Ia merasa dipermalukan dan harga dirinya terluka. "Pak, ini sudah sangat keterlaluan!" ucap Mey dengan nada kecewa.Kondisi ruangan kantor divisi pemasaran luring yang luas itu sedang sepi karena para karyawan sedang istirahat ma
Jakarta, Indonesia. 27 Januari 2018, 9:11 AM.Beberapa hari kemudian, saat cahaya mentari pagi menerangi rumah Mey, di mana Lusi tengah sibuk memasak sarapan, sedangkan Jessi dan Lily bersemangat membersihkan rumah. Sabtu yang tenang ini memberikan kelonggaran bagi Mey untuk menikmati tidurnya yang pulas. Namun, ketenangan itu terganggu oleh suara dering ponsel yang mengusik tidurnya. Dengan mata yang masih terpejam, Mey menjawab panggilan dari Denny Septian, seorang junior detektif kepolisian yang dibimbing oleh mendiang suaminya."Halo, Ci. Apa kita bisa bertemu hari ini?" tanya Denny melalui telepon.Mey yang masih setengah sadar menjawab dengan suara lirih, "Yaaa..""Oke, aku sudah berada di depan rumahmu lho, Ci," ucap Denny.Mata Mey yang tadinya masih terpejam pun terbelalak, kini terbuka dengan lebar secara tiba-tiba. "APAA??" teriaknya sambil beranjak dari tempat tidur.Mey segera mematikan panggilan telepon, menyadari bahwa pagi ini tidak akan seperti Sabtu biasanya. Dengan c
Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 8:11 AM.Mey beranjak menuju kantor dengan langkah yang terasa begitu berat, tatapannya kosong, hilang di tengah keruwetan pikiran. Setelah menghabiskan akhir pekan yang seharusnya memberikan ketenangan, justru, ia habiskan dengan begadang dua malam. Dirinya terguncang oleh fakta yang diungkapkan oleh Denny.Ketika langkah Mey mencapai meja kerjanya, suasana kantor yang hening tiba-tiba terpecah oleh suara riuh yang tak terduga. “Selamat pagi, Mey!” seru Zion, muncul seperti angin segar dengan setelan kemeja putih dan celana kantor hitam yang memberikan sentuhan elegan.Mey yang terperangkap dalam lamunan, seketika terkejut, matanya mencari sumber suara yang tiba-tiba menggema di sekitarnya. "Zion? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Mey, rasa penasaran mencuat di ekspresinya."Aku baru saja melamar untuk bekerja di sini, Mey. Satu divisi yang sama denganmu!” jawab Zion penuh semangat, senyumnya memperlihatkan antusiasnya yang besar.Mey hanya mam
Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 9:46 AM.Dengan langkah yang beriringan seirama, Mey dan Zion melanjutkan menuju ke ruangan yang menampung kekuasaan tertinggi di perusahaan. Begitu tiba di depan pintu yang terbuat dari kayu mahoni dengan ukiran yang begitu indah dan megah, terdepat meja sekretaris dan perempuan nan cantik jelita yang duduk, ia memberikan informasi."Dengan permohonan maaf yang mendalam, tuan Jean sedang tidak dapat ditemui di ruangan ini. Saat ini, beliau tengah dalam meeting penting dengan klien dari perusahaan teknologi asal Tiongkok," jelas sekretaris tersebut dengan senyuman."Entah kapan beliau akan kembali,” tambah sekretaris, menyoroti ketidakpastian di udara.Mey menanggapi dengan senyuman yang tipis, "Terima kasih atas informasinya,” ucapnya dengan penuh sopan.Namun, Zion menyuarakan sebuah tindakan yang akan diambil olehnya. "Tunggu dulu, Mey. Mungkin aku bisa menghubungi kakakku. Dia bisa membatalkan meetingnya hari ini," sahut Zion sambil meraih ponse
Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 9:46 AM.Di lantai dua puluh satu, Mey dan Zion melangkah bersama melalui koridor yang penuh dengan kaca-kaca bening, memperlihatkan indahnya siluet Ibukota Jakarta. Mey tak bisa menahan tawanya, "Kamu tadi, terlalu berlebihan Zion. Tetapi, aku tidak bisa menahan untuk tidak tertawa saat melihat reaksi yang mereka berikan."Zion membalas dengan senyuman penuh kelegaan, “Mulai sekarang, Mey, aku akan menjagamu. Tidak akan pernah ada yang berani meremehkanmu atau menggosipkanmu lagi.”Mey mengungkapkan rasa syukurnya, "Terima kasih banyak, Zion."Lalu, Mey melanjutkan dengan sebuah pertanyaan, "By the way, apakah tidak masalah kalau aku tidak bertemu langsung dengan CEO perusahaan? Pak Theo bilang, CEO sendiri yang ingin bertemu denganku."Zion menjawab dengan santai, "Ya ampun, Mey. Kamu tidak perlu khawatir, itu akan menjadi urusanku."Langkah mereka berdua akhirnya sampai di ruangan divisi pemasaran daring. Pandangan sinis dari rekan-rekan kantor d
Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 12:21 PM.Setelah beberapa menit berjalan kaki, akhirnya, Bella dan Mey tiba di depan restoran elit Cibo Delizioso. Saat beranjak masuk, Mey kagum melihat interiornya yang begitu klasik dan mewah. Baru kali ini ia masuk ke dalam restoran elegan bernuansa klasik Eropa. Saat mereka melangkah ke lantai dua, Mey yang penasaran mencoba bertanya, "Loh, ini kita mau kemana, Bell? Lantai dua keliatannya gak ada kursi lagi?"Bella menjelaskan, "Aku sudah pesan ruang VIP, Mey. Jadi, kita makan di ruang tertutup yang eksklusif.""Ohh, begitu ya. Maaf, kalau aku tidak terlalu paham," balas Mey seraya menundukkan kepalanya.Bella membuka sebuah pintu yang megah, saat masuk, sudah ada Gio yang duduk menunggu di kursi kulit yang behiaskan meja marmer panjang dengan pahatan khas Eropa. "Sayang, kok kamu lama sekali? Dan, kamu mengajak Mey juga?" sapa Gio sambil tersenyum ramah."Maaf ya, Sayang. Aku mengajak Mey, karena ingin bernostalgia dengannya," papar Bella sa
Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 8:29 PM.Makan malam perusahaan berlangsung dalam privasi yang penuh kemewahan, tergelar di ruang pribadi sebuah restoran elit. Ruangan dilengkapi dengan sofa dengan panjang empat meter yang melingkari tembok, di tengahnya terdapat meja dan perangkat karaoke untuk hiburan. Para kepala departemen, didampingi oleh sejumlah pemandu lagu yang memikat dengan paras cantik dan seksi, menciptakan suasana yang semakin tak terkendali.Sementara itu, Mey duduk dengan perasaan tak nyaman di pangkuan Gio, pacar sahabatnya. Dalam kegaduhan ruangan yang dihiasi oleh gemerlap cahaya dan musik, Mey memberanikan diri untuk bertanya pada Gio, "Apa maumu, Gio?"Gio tersenyum dan menjawab, "Aku akan menjagamu selama makan malam ini, jadi tenanglah. Hanya, duduk saja di pangkuanku. Mereka tidak akan berani mengusikmu!" Bisikan Gio yang menawarkan untuk memberikan perlindungan pada Mey, dan wanita itu pun patuh menuruti keinginan kekasih sahabatnya sambil terus duduk deng
Jakarta, Indonesia. 30 Januari 2018, 6:46 AM.Pagi itu, sinar matahari menyelinap masuk melalui jendela kamar Mey, mencerahkan ruangan sempit nan sederhana, yang sejatinya dipenuhi oleh ketenangan tidurnya.Dengan matanya yang masih lelap, Mey merasakan hangatnya bedcover tebal yang melingkup tubuhnya di atas ranjang. Bahkan, ketika Lily telah selesai mandi dan tengah sibuk memakai seragam sekolah, Mey tetap terombang-ambing dalam mimpinya.Sementara itu, di sudut dapur yang diselimuti oleh aroma lezat dari ikan tongkol yang dipanggang. Jessi, dengan semangatnya menambahkan bumbu-bumbu pada masakan yang akan menjadi sajian pagi.Suara gemericing dari panci yang bergemuruh, seolah menjadi simfoni pagi yang merdu. Lily yang telah bersiap dengan seragam merah putihnya, tersenyum pahit saat duduk di kursi makan sambil menatap jendela, merenung sejenak di antara sinar mentari dan embun pagi yang memeluk bumi."Apakah Ci Mey, masih belum bangun dari tidurnya?" tanya Jessi dengan nada serius,
Jakarta, Indonesia. 30 Januari 2018, 12:31 PM.Golden Dragon merupakan restoran Chinese di kawasan Jakarta Barat, bangunan eksteriornya yang mirip dengan siheyuan, akan tetapi interiornya menunjukkan kemewahan yang modern. Di dalam ruang VIP, Mey bersama Regina dan Zion tengah duduk. Hamparan meja bulat dengan berbagai hidangan khas Tiongkok, juga terdapat beberapa jenis dimsum di antaranya xiao long bao (soup dimsum) yang panas dan juga wonton udang.Zion tersenyum menatap Mey, "Gimana rasa dumplingnya? Enak, bukan?""Aku lebih menyukai wonton, akan tetapi, kaldu dumplingnya memiliki rasa yang unik," balas Mey seraya melahap sepotong soup dimsum yang langsung pecah di dalam mulut."Oh iya, apakah kalian mau hotpot?" tawar Zion.Spontan, Regina menjawab tanpa sedikit keraguan, "Aku mau!""Kalau kita memakan hotpot, bisa-bisa telat masuk kantor! Sebaiknya jangan," nasehat Mey."Baiklah, aku akan menuruti permintaan kamu, Mey," ucap Zion.Regina hanya mengangguk halus, kemudian ia meraih
Jakarta, Indonesia. 30 Januari 2018, 12:18 PM.Mey, Zion dan Regina melangkah ke tempat parkir. Akan tetapi, Mey menghentikan langkahnya, "Tunggu dulu, Zion. Bukankah kamu naik mobil sport?""Oh astaga, aku lupa, Mey. Bagaimana kalau kalian berdua memesan taksi online? Aku yang bayar billnya," tawar Zion.Regina hanya tersenyum-senyum sambil memperhatikan wajah Zion, msepertinya, gadis itu terpesona oleh ketampanan mantan selebriti. Sementara itu, Mey memberikan jawaban, "Baiklah, aku setuju."Mey dan Regina, memutuskan untuk berbelok ke lorong kanan sebab akan melangkah ke lobi. Mey meraih ponselnya di dalam tas, kemudian, memesan taksi online. Sedangkan Zion, berjalan lurus menuju tempat parkir.Regina bertanya kepada Mey, "Kak Mey, apa Zion menyukaimu?"Spontan, Mey memberikan jawaban yang jujur, "Katanya sih, dia tertarik padaku.""APAAA?? Ini sungguh tidak adil, Kak Mey!" rengek Regina."Kamu kenapa, Gina?" Mey merasa bingung dengan sikap Regina.Regina mengendus, kemudian berk
Jakarta, Indonesia. 30 Januari 2018, 8:56 AM.Mey mengangguk setuju dengan permintaan Zion, kemudian, mereka berdua berjalan menuju ke arah parkiran mobil di lantai dua. Koenigsegg Agera RS berwarna hitam, secara tiba-tiba, terbuka dengan otomatis saat langkah Zion dan Mey semakin mendekat.Tersentak oleh mobil tersebut, Mey terkejut dan bertanya, "Astaga! Apakah mobil ini milikmu, Zion? Mobil ini sangat canggih!""Iya, mobil ini adalah milikku. Aku membelinya langsung saat perilisan pertama, karena edisi terbatas," ungkap Zion sambil masuk me dalam mobil seharga rumah mewah itu."Silakan masuk, Mey. Kita bisa berbicara lebih nyaman di dalam," pinta Zion.Mey masuk ke dalam dan duduk di sebelah Zion," Pertama-tama, aku ingin meminta maaf padamu, Mey. Aku tahu, aku sudah terlalu lancang dengan mengaku-ngaku sebagai pacarmu di depan kakakku.""Lalu, kedua, keluargaku sedang menjodohkanku dengan seorang perempuan. Dan sayangnya, aku tidak tertarik pada calon yang mereka pilih. Justru, ak
Jakarta, Indonesia. 30 Januari 2018, 7:32 AM.Mey dan Denny melaju di tengah hiruk-pikuk Ibukota Jakarta yang terkenal dengan kesibukan dan kepadatan jalannya. Suara klakson, deru mesin, dan kebisingan kota menjadi pemandangan sehari-hari.Mey merasa gelisah, menyadari betapa padatnya lalu lintas di Jakarta, terutama di pagi hari yang penuh dengan kesibukan. Jam tangannya menunjukkan pukul tujuh lebih, membuatnya terasa semakin gusar, mengingat perjalanan dari rumah ke kantor bisa memakan waktu hingga dua jam.Denny melirik ke kiri dan ke kanan sambil mendengus, "Rasanya, jadi dingin udaranya. Yah, meskipun tersisa sedikit asap dari angkot dan bajai.""Iya, Den. Memang lumayan dingin nih udaranya, tapi seger sih menurutku. Udah sarapan apa belum kamu, Den?" tanya Mey dengan ramah."Sudah, Ci. Tadi makan nasi uduk. Cici sendiri gimana? Udah sarapan apa belum?" Denny menjawab sambil menyelipkan pertanyaan."Karena aku bangun kesiangan, jadi gak sempet sarapan deh," ungkap Mey dengan nada
Jakarta, Indonesia. 30 Januari 2018, 6:46 AM.Pagi itu, sinar matahari menyelinap masuk melalui jendela kamar Mey, mencerahkan ruangan sempit nan sederhana, yang sejatinya dipenuhi oleh ketenangan tidurnya.Dengan matanya yang masih lelap, Mey merasakan hangatnya bedcover tebal yang melingkup tubuhnya di atas ranjang. Bahkan, ketika Lily telah selesai mandi dan tengah sibuk memakai seragam sekolah, Mey tetap terombang-ambing dalam mimpinya.Sementara itu, di sudut dapur yang diselimuti oleh aroma lezat dari ikan tongkol yang dipanggang. Jessi, dengan semangatnya menambahkan bumbu-bumbu pada masakan yang akan menjadi sajian pagi.Suara gemericing dari panci yang bergemuruh, seolah menjadi simfoni pagi yang merdu. Lily yang telah bersiap dengan seragam merah putihnya, tersenyum pahit saat duduk di kursi makan sambil menatap jendela, merenung sejenak di antara sinar mentari dan embun pagi yang memeluk bumi."Apakah Ci Mey, masih belum bangun dari tidurnya?" tanya Jessi dengan nada serius,
Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 8:29 PM.Makan malam perusahaan berlangsung dalam privasi yang penuh kemewahan, tergelar di ruang pribadi sebuah restoran elit. Ruangan dilengkapi dengan sofa dengan panjang empat meter yang melingkari tembok, di tengahnya terdapat meja dan perangkat karaoke untuk hiburan. Para kepala departemen, didampingi oleh sejumlah pemandu lagu yang memikat dengan paras cantik dan seksi, menciptakan suasana yang semakin tak terkendali.Sementara itu, Mey duduk dengan perasaan tak nyaman di pangkuan Gio, pacar sahabatnya. Dalam kegaduhan ruangan yang dihiasi oleh gemerlap cahaya dan musik, Mey memberanikan diri untuk bertanya pada Gio, "Apa maumu, Gio?"Gio tersenyum dan menjawab, "Aku akan menjagamu selama makan malam ini, jadi tenanglah. Hanya, duduk saja di pangkuanku. Mereka tidak akan berani mengusikmu!" Bisikan Gio yang menawarkan untuk memberikan perlindungan pada Mey, dan wanita itu pun patuh menuruti keinginan kekasih sahabatnya sambil terus duduk deng
Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 12:21 PM.Setelah beberapa menit berjalan kaki, akhirnya, Bella dan Mey tiba di depan restoran elit Cibo Delizioso. Saat beranjak masuk, Mey kagum melihat interiornya yang begitu klasik dan mewah. Baru kali ini ia masuk ke dalam restoran elegan bernuansa klasik Eropa. Saat mereka melangkah ke lantai dua, Mey yang penasaran mencoba bertanya, "Loh, ini kita mau kemana, Bell? Lantai dua keliatannya gak ada kursi lagi?"Bella menjelaskan, "Aku sudah pesan ruang VIP, Mey. Jadi, kita makan di ruang tertutup yang eksklusif.""Ohh, begitu ya. Maaf, kalau aku tidak terlalu paham," balas Mey seraya menundukkan kepalanya.Bella membuka sebuah pintu yang megah, saat masuk, sudah ada Gio yang duduk menunggu di kursi kulit yang behiaskan meja marmer panjang dengan pahatan khas Eropa. "Sayang, kok kamu lama sekali? Dan, kamu mengajak Mey juga?" sapa Gio sambil tersenyum ramah."Maaf ya, Sayang. Aku mengajak Mey, karena ingin bernostalgia dengannya," papar Bella sa
Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 9:46 AM.Di lantai dua puluh satu, Mey dan Zion melangkah bersama melalui koridor yang penuh dengan kaca-kaca bening, memperlihatkan indahnya siluet Ibukota Jakarta. Mey tak bisa menahan tawanya, "Kamu tadi, terlalu berlebihan Zion. Tetapi, aku tidak bisa menahan untuk tidak tertawa saat melihat reaksi yang mereka berikan."Zion membalas dengan senyuman penuh kelegaan, “Mulai sekarang, Mey, aku akan menjagamu. Tidak akan pernah ada yang berani meremehkanmu atau menggosipkanmu lagi.”Mey mengungkapkan rasa syukurnya, "Terima kasih banyak, Zion."Lalu, Mey melanjutkan dengan sebuah pertanyaan, "By the way, apakah tidak masalah kalau aku tidak bertemu langsung dengan CEO perusahaan? Pak Theo bilang, CEO sendiri yang ingin bertemu denganku."Zion menjawab dengan santai, "Ya ampun, Mey. Kamu tidak perlu khawatir, itu akan menjadi urusanku."Langkah mereka berdua akhirnya sampai di ruangan divisi pemasaran daring. Pandangan sinis dari rekan-rekan kantor d
Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 9:46 AM.Dengan langkah yang beriringan seirama, Mey dan Zion melanjutkan menuju ke ruangan yang menampung kekuasaan tertinggi di perusahaan. Begitu tiba di depan pintu yang terbuat dari kayu mahoni dengan ukiran yang begitu indah dan megah, terdepat meja sekretaris dan perempuan nan cantik jelita yang duduk, ia memberikan informasi."Dengan permohonan maaf yang mendalam, tuan Jean sedang tidak dapat ditemui di ruangan ini. Saat ini, beliau tengah dalam meeting penting dengan klien dari perusahaan teknologi asal Tiongkok," jelas sekretaris tersebut dengan senyuman."Entah kapan beliau akan kembali,” tambah sekretaris, menyoroti ketidakpastian di udara.Mey menanggapi dengan senyuman yang tipis, "Terima kasih atas informasinya,” ucapnya dengan penuh sopan.Namun, Zion menyuarakan sebuah tindakan yang akan diambil olehnya. "Tunggu dulu, Mey. Mungkin aku bisa menghubungi kakakku. Dia bisa membatalkan meetingnya hari ini," sahut Zion sambil meraih ponse