Jakarta, Indonesia. 27 Januari 2018, 9:11 AM.
Beberapa hari kemudian, saat cahaya mentari pagi menerangi rumah Mey, di mana Lusi tengah sibuk memasak sarapan, sedangkan Jessi dan Lily bersemangat membersihkan rumah. Sabtu yang tenang ini memberikan kelonggaran bagi Mey untuk menikmati tidurnya yang pulas. Namun, ketenangan itu terganggu oleh suara dering ponsel yang mengusik tidurnya. Dengan mata yang masih terpejam, Mey menjawab panggilan dari Denny Septian, seorang junior detektif kepolisian yang dibimbing oleh mendiang suaminya."Halo, Ci. Apa kita bisa bertemu hari ini?" tanya Denny melalui telepon.Mey yang masih setengah sadar menjawab dengan suara lirih, "Yaaa..""Oke, aku sudah berada di depan rumahmu lho, Ci," ucap Denny.Mata Mey yang tadinya masih terpejam pun terbelalak, kini terbuka dengan lebar secara tiba-tiba. "APAA??" teriaknya sambil beranjak dari tempat tidur.Mey segera mematikan panggilan telepon, menyadari bahwa pagi ini tidak akan seperti Sabtu biasanya. Dengan cepat, ia mencuci wajahnya dengan sabun muka, menyikat gigi, dan berganti pakaian. Tanpa menunggu lama, Mey membuka pintu rumah dan mempersilahkan Denny masuk."Lusi, apakah kamu bisa membuatkan minuman untuk Om Denny?" lolongan suara Mey pada adiknya yang tengah memasak.Lalu, Mey melanjutkan, "Ada apa, Denny?""Ini soal kematian ko Vincent, apa tidak masalah bicara di sini?" tanya Denny, membawa suasana menjadi serius."Gimana kalau sambil jalan-jalan dan cari sarapan?" tawar Mey, mencoba memecah kebekuan."Di kafe saja, bagaimana ci?" usul Denny."Baiklah," ucap Mey.Lusi datang membawa secangkir teh di nampan. "Maaf, Lusi. Cici mau keluar sebentar sama Om Denny," jelaskan Mey kepada adiknya.Lusi mengerutkan dahinya, "Lalu, teh ini?""Maaf, Lusi. Tehnya kamu minum saja," balas Mey dengan sedikit senyuman sungkan."Tau gitu gak aku buatin teh!" gerutu Lusi dengan ekspresi yang tampak kesal .Mey tertawa kecil dan menjawab, "Maaf ya."Mey dan Denny, meninggalkan rumah menuju kafe terdekat. Setelah sampai, suasana di tempat itu masih sunyi dan sepi. Mey memesan dua kopi panas untuknya dan Deny, lalu melanjutkan, "Apa yang terjadi, Denny?" Mey bertanya, mencurigai bahwa pertemuan tak terduga ini pasti membawa berita serius."Kematian Ko Vincent, bukan diakibatkan oleh kecelakaan mobil, Ci. Dia dibunuh oleh seorang pembunuh berantai!" jawab Denny, membawa kabar yang seketika membuat Mey tertegun."Apa katamu?" reaksi Mey dari keterkejutannya."Sebelum kematiannya, Ko Vincent tengah menyelidiki pembunuh berantai yang meninggalkan jejak khusus pada mayat korbannya. Semua korbannya adalah wanita dengan cat kuku warna merah. Sementara, jari kelingking di mayat Ko Vincent juga memiliki jejak warna merah," jelas Denny."Iya. Aku juga melihat kuku jari kelingking suamiku berwarna merah saat meninggal. Padahal sebelumnya dia tidak pernah menggunakan cat kuku," Mey mengekspresikan kebingungannya.Denny menunjukkan sejumlah foto yang telah dicetak. "Inilah beberapa temuan Ko Vincent mengenai identitas sang pembunuh. Sepatu limited edition bermerek Louis Vuitton x Supreme, serpihan berlian yang diduga dari jam tangan limited edition, dan bekas ban mobil sport bermerek Koenigsegg," terang Denny, menjelaskan setiap foto dengan rinci.'Tunggu, jam dan juga sepatunya.. Sangat mirip dengan milik pria itu..' benak Mey."Maaf, aku masih belum mengerti!" ujar Mey."Pada Juli dua ribu tujuh belas, Ko Vincent menemukan jejak sepatu sang pembunuh, yang kemudian diidentifikasi sebagai Louis Vuitton limited edition. Agustus dua ribu tujuh belas, Ko Vincent kembali menemukan serpihan berlian 0,02 karat yang diduga berasal dari jam tangan limited edition. Terakhir, pada September dua ribu tujuh belas, bekas ban mobil sport bermerek Koenigsegg. Kami menemukan cctv pada jalan veteran, dan sang pembunuh tengah memakai hoodie supreme limited edition berwarna merah. Namun, saat mencari plat nomor mobil itu, kami tidak menemukan apapun," ungkap Denny dengan penjelasan yang lebih rinci."Dan, satu bulan kemudian. Ko Vincent meninggal karena kecelakaan. Bukankah ini terlalu janggal? Aku berasumsi, bahwa ko Vincent dibunuh oleh pembunuh berantai itu," tambah Denny.Mey merasa merinding mendengar cerita ini dan hanya bisa terdiam, menundukkan kepala. Melihat reaksi Mey, Denny berbicara lagi, "Menurutku, pembunuh ini bukan sembarang orang biasa, melainkan orang yang sangat kaya raya."Tiba-tiba, Mey angkat bicara, "Aku pernah bertemu pria mengenakan jam dan sepatu itu.""Dimana, ci? Apa ci Mey bisa jelasin lebih lanjut?" pinta Denny.Namun, bibir Mey terkatup rapat. Ia tidak mungkin membeberkan malam yang tak seharusnya terjadi, "Maaf, aku lupa, Denny. Oh iya, aku pasti akan mencari pria itu lagi dan menangkapnya!""Bahaya, Ci. Lebih baik jangan! Serahkan padaku saja, oke?" pinta Denny.Mey mengangguk pelan. Untuk mengalihkan suasana, Denny menceritakan kisah lucu yang membuat Mey tertawa. Suasana berubah lebih ringan.Setelah segelas kopi capucino habis, mereka berdua memutuskan untuk mengakhiri diskusi. Denny mengantarkan Mey pulang ke rumahnya. Setelah mendapat informasi mengejutkan itu, Mey jadi kesulitan berkonsentrasi pada berbagai hal, padahal ia harus menangani revisi proposal yang segara diserahkan kepada atasan pada hari Senin. Namun, bayangan kematian suaminya dan misteri pembunuh berantai terus menghantui pikirannya.***Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 8:11 AM.Mey beranjak menuju kantor dengan langkah yang terasa begitu berat, tatapannya kosong, hilang di tengah keruwetan pikiran. Setelah menghabiskan akhir pekan yang seharusnya memberikan ketenangan, justru, ia habiskan dengan begadang dua malam. Dirinya terguncang oleh fakta yang diungkapkan oleh Denny.Ketika langkah Mey mencapai meja kerjanya, suasana kantor yang hening tiba-tiba terpecah oleh suara riuh yang tak terduga. “Selamat pagi, Mey!” seru Zion, muncul seperti angin segar dengan setelan kemeja putih dan celana kantor hitam yang memberikan sentuhan elegan.Mey yang terperangkap dalam lamunan, seketika terkejut, matanya mencari sumber suara yang tiba-tiba menggema di sekitarnya. "Zion? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Mey, rasa penasaran mencuat di ekspresinya."Aku baru saja melamar untuk bekerja di sini, Mey. Satu divisi yang sama denganmu!” jawab Zion penuh semangat, senyumnya memperlihatkan antusiasnya yang besar.Mey hanya mam
Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 9:46 AM.Dengan langkah yang beriringan seirama, Mey dan Zion melanjutkan menuju ke ruangan yang menampung kekuasaan tertinggi di perusahaan. Begitu tiba di depan pintu yang terbuat dari kayu mahoni dengan ukiran yang begitu indah dan megah, terdepat meja sekretaris dan perempuan nan cantik jelita yang duduk, ia memberikan informasi."Dengan permohonan maaf yang mendalam, tuan Jean sedang tidak dapat ditemui di ruangan ini. Saat ini, beliau tengah dalam meeting penting dengan klien dari perusahaan teknologi asal Tiongkok," jelas sekretaris tersebut dengan senyuman."Entah kapan beliau akan kembali,” tambah sekretaris, menyoroti ketidakpastian di udara.Mey menanggapi dengan senyuman yang tipis, "Terima kasih atas informasinya,” ucapnya dengan penuh sopan.Namun, Zion menyuarakan sebuah tindakan yang akan diambil olehnya. "Tunggu dulu, Mey. Mungkin aku bisa menghubungi kakakku. Dia bisa membatalkan meetingnya hari ini," sahut Zion sambil meraih ponse
Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 9:46 AM.Di lantai dua puluh satu, Mey dan Zion melangkah bersama melalui koridor yang penuh dengan kaca-kaca bening, memperlihatkan indahnya siluet Ibukota Jakarta. Mey tak bisa menahan tawanya, "Kamu tadi, terlalu berlebihan Zion. Tetapi, aku tidak bisa menahan untuk tidak tertawa saat melihat reaksi yang mereka berikan."Zion membalas dengan senyuman penuh kelegaan, “Mulai sekarang, Mey, aku akan menjagamu. Tidak akan pernah ada yang berani meremehkanmu atau menggosipkanmu lagi.”Mey mengungkapkan rasa syukurnya, "Terima kasih banyak, Zion."Lalu, Mey melanjutkan dengan sebuah pertanyaan, "By the way, apakah tidak masalah kalau aku tidak bertemu langsung dengan CEO perusahaan? Pak Theo bilang, CEO sendiri yang ingin bertemu denganku."Zion menjawab dengan santai, "Ya ampun, Mey. Kamu tidak perlu khawatir, itu akan menjadi urusanku."Langkah mereka berdua akhirnya sampai di ruangan divisi pemasaran daring. Pandangan sinis dari rekan-rekan kantor d
Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 12:21 PM.Setelah beberapa menit berjalan kaki, akhirnya, Bella dan Mey tiba di depan restoran elit Cibo Delizioso. Saat beranjak masuk, Mey kagum melihat interiornya yang begitu klasik dan mewah. Baru kali ini ia masuk ke dalam restoran elegan bernuansa klasik Eropa. Saat mereka melangkah ke lantai dua, Mey yang penasaran mencoba bertanya, "Loh, ini kita mau kemana, Bell? Lantai dua keliatannya gak ada kursi lagi?"Bella menjelaskan, "Aku sudah pesan ruang VIP, Mey. Jadi, kita makan di ruang tertutup yang eksklusif.""Ohh, begitu ya. Maaf, kalau aku tidak terlalu paham," balas Mey seraya menundukkan kepalanya.Bella membuka sebuah pintu yang megah, saat masuk, sudah ada Gio yang duduk menunggu di kursi kulit yang behiaskan meja marmer panjang dengan pahatan khas Eropa. "Sayang, kok kamu lama sekali? Dan, kamu mengajak Mey juga?" sapa Gio sambil tersenyum ramah."Maaf ya, Sayang. Aku mengajak Mey, karena ingin bernostalgia dengannya," papar Bella sa
Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 8:29 PM.Makan malam perusahaan berlangsung dalam privasi yang penuh kemewahan, tergelar di ruang pribadi sebuah restoran elit. Ruangan dilengkapi dengan sofa dengan panjang empat meter yang melingkari tembok, di tengahnya terdapat meja dan perangkat karaoke untuk hiburan. Para kepala departemen, didampingi oleh sejumlah pemandu lagu yang memikat dengan paras cantik dan seksi, menciptakan suasana yang semakin tak terkendali.Sementara itu, Mey duduk dengan perasaan tak nyaman di pangkuan Gio, pacar sahabatnya. Dalam kegaduhan ruangan yang dihiasi oleh gemerlap cahaya dan musik, Mey memberanikan diri untuk bertanya pada Gio, "Apa maumu, Gio?"Gio tersenyum dan menjawab, "Aku akan menjagamu selama makan malam ini, jadi tenanglah. Hanya, duduk saja di pangkuanku. Mereka tidak akan berani mengusikmu!" Bisikan Gio yang menawarkan untuk memberikan perlindungan pada Mey, dan wanita itu pun patuh menuruti keinginan kekasih sahabatnya sambil terus duduk deng
Jakarta, Indonesia. 30 Januari 2018, 6:46 AM.Pagi itu, sinar matahari menyelinap masuk melalui jendela kamar Mey, mencerahkan ruangan sempit nan sederhana, yang sejatinya dipenuhi oleh ketenangan tidurnya.Dengan matanya yang masih lelap, Mey merasakan hangatnya bedcover tebal yang melingkup tubuhnya di atas ranjang. Bahkan, ketika Lily telah selesai mandi dan tengah sibuk memakai seragam sekolah, Mey tetap terombang-ambing dalam mimpinya.Sementara itu, di sudut dapur yang diselimuti oleh aroma lezat dari ikan tongkol yang dipanggang. Jessi, dengan semangatnya menambahkan bumbu-bumbu pada masakan yang akan menjadi sajian pagi.Suara gemericing dari panci yang bergemuruh, seolah menjadi simfoni pagi yang merdu. Lily yang telah bersiap dengan seragam merah putihnya, tersenyum pahit saat duduk di kursi makan sambil menatap jendela, merenung sejenak di antara sinar mentari dan embun pagi yang memeluk bumi."Apakah Ci Mey, masih belum bangun dari tidurnya?" tanya Jessi dengan nada serius,
Jakarta, Indonesia. 30 Januari 2018, 7:32 AM.Mey dan Denny melaju di tengah hiruk-pikuk Ibukota Jakarta yang terkenal dengan kesibukan dan kepadatan jalannya. Suara klakson, deru mesin, dan kebisingan kota menjadi pemandangan sehari-hari.Mey merasa gelisah, menyadari betapa padatnya lalu lintas di Jakarta, terutama di pagi hari yang penuh dengan kesibukan. Jam tangannya menunjukkan pukul tujuh lebih, membuatnya terasa semakin gusar, mengingat perjalanan dari rumah ke kantor bisa memakan waktu hingga dua jam.Denny melirik ke kiri dan ke kanan sambil mendengus, "Rasanya, jadi dingin udaranya. Yah, meskipun tersisa sedikit asap dari angkot dan bajai.""Iya, Den. Memang lumayan dingin nih udaranya, tapi seger sih menurutku. Udah sarapan apa belum kamu, Den?" tanya Mey dengan ramah."Sudah, Ci. Tadi makan nasi uduk. Cici sendiri gimana? Udah sarapan apa belum?" Denny menjawab sambil menyelipkan pertanyaan."Karena aku bangun kesiangan, jadi gak sempet sarapan deh," ungkap Mey dengan nada
Jakarta, Indonesia. 30 Januari 2018, 8:56 AM.Mey mengangguk setuju dengan permintaan Zion, kemudian, mereka berdua berjalan menuju ke arah parkiran mobil di lantai dua. Koenigsegg Agera RS berwarna hitam, secara tiba-tiba, terbuka dengan otomatis saat langkah Zion dan Mey semakin mendekat.Tersentak oleh mobil tersebut, Mey terkejut dan bertanya, "Astaga! Apakah mobil ini milikmu, Zion? Mobil ini sangat canggih!""Iya, mobil ini adalah milikku. Aku membelinya langsung saat perilisan pertama, karena edisi terbatas," ungkap Zion sambil masuk me dalam mobil seharga rumah mewah itu."Silakan masuk, Mey. Kita bisa berbicara lebih nyaman di dalam," pinta Zion.Mey masuk ke dalam dan duduk di sebelah Zion," Pertama-tama, aku ingin meminta maaf padamu, Mey. Aku tahu, aku sudah terlalu lancang dengan mengaku-ngaku sebagai pacarmu di depan kakakku.""Lalu, kedua, keluargaku sedang menjodohkanku dengan seorang perempuan. Dan sayangnya, aku tidak tertarik pada calon yang mereka pilih. Justru, ak
Jakarta, Indonesia. 30 Januari 2018, 12:31 PM.Golden Dragon merupakan restoran Chinese di kawasan Jakarta Barat, bangunan eksteriornya yang mirip dengan siheyuan, akan tetapi interiornya menunjukkan kemewahan yang modern. Di dalam ruang VIP, Mey bersama Regina dan Zion tengah duduk. Hamparan meja bulat dengan berbagai hidangan khas Tiongkok, juga terdapat beberapa jenis dimsum di antaranya xiao long bao (soup dimsum) yang panas dan juga wonton udang.Zion tersenyum menatap Mey, "Gimana rasa dumplingnya? Enak, bukan?""Aku lebih menyukai wonton, akan tetapi, kaldu dumplingnya memiliki rasa yang unik," balas Mey seraya melahap sepotong soup dimsum yang langsung pecah di dalam mulut."Oh iya, apakah kalian mau hotpot?" tawar Zion.Spontan, Regina menjawab tanpa sedikit keraguan, "Aku mau!""Kalau kita memakan hotpot, bisa-bisa telat masuk kantor! Sebaiknya jangan," nasehat Mey."Baiklah, aku akan menuruti permintaan kamu, Mey," ucap Zion.Regina hanya mengangguk halus, kemudian ia meraih
Jakarta, Indonesia. 30 Januari 2018, 12:18 PM.Mey, Zion dan Regina melangkah ke tempat parkir. Akan tetapi, Mey menghentikan langkahnya, "Tunggu dulu, Zion. Bukankah kamu naik mobil sport?""Oh astaga, aku lupa, Mey. Bagaimana kalau kalian berdua memesan taksi online? Aku yang bayar billnya," tawar Zion.Regina hanya tersenyum-senyum sambil memperhatikan wajah Zion, msepertinya, gadis itu terpesona oleh ketampanan mantan selebriti. Sementara itu, Mey memberikan jawaban, "Baiklah, aku setuju."Mey dan Regina, memutuskan untuk berbelok ke lorong kanan sebab akan melangkah ke lobi. Mey meraih ponselnya di dalam tas, kemudian, memesan taksi online. Sedangkan Zion, berjalan lurus menuju tempat parkir.Regina bertanya kepada Mey, "Kak Mey, apa Zion menyukaimu?"Spontan, Mey memberikan jawaban yang jujur, "Katanya sih, dia tertarik padaku.""APAAA?? Ini sungguh tidak adil, Kak Mey!" rengek Regina."Kamu kenapa, Gina?" Mey merasa bingung dengan sikap Regina.Regina mengendus, kemudian berk
Jakarta, Indonesia. 30 Januari 2018, 8:56 AM.Mey mengangguk setuju dengan permintaan Zion, kemudian, mereka berdua berjalan menuju ke arah parkiran mobil di lantai dua. Koenigsegg Agera RS berwarna hitam, secara tiba-tiba, terbuka dengan otomatis saat langkah Zion dan Mey semakin mendekat.Tersentak oleh mobil tersebut, Mey terkejut dan bertanya, "Astaga! Apakah mobil ini milikmu, Zion? Mobil ini sangat canggih!""Iya, mobil ini adalah milikku. Aku membelinya langsung saat perilisan pertama, karena edisi terbatas," ungkap Zion sambil masuk me dalam mobil seharga rumah mewah itu."Silakan masuk, Mey. Kita bisa berbicara lebih nyaman di dalam," pinta Zion.Mey masuk ke dalam dan duduk di sebelah Zion," Pertama-tama, aku ingin meminta maaf padamu, Mey. Aku tahu, aku sudah terlalu lancang dengan mengaku-ngaku sebagai pacarmu di depan kakakku.""Lalu, kedua, keluargaku sedang menjodohkanku dengan seorang perempuan. Dan sayangnya, aku tidak tertarik pada calon yang mereka pilih. Justru, ak
Jakarta, Indonesia. 30 Januari 2018, 7:32 AM.Mey dan Denny melaju di tengah hiruk-pikuk Ibukota Jakarta yang terkenal dengan kesibukan dan kepadatan jalannya. Suara klakson, deru mesin, dan kebisingan kota menjadi pemandangan sehari-hari.Mey merasa gelisah, menyadari betapa padatnya lalu lintas di Jakarta, terutama di pagi hari yang penuh dengan kesibukan. Jam tangannya menunjukkan pukul tujuh lebih, membuatnya terasa semakin gusar, mengingat perjalanan dari rumah ke kantor bisa memakan waktu hingga dua jam.Denny melirik ke kiri dan ke kanan sambil mendengus, "Rasanya, jadi dingin udaranya. Yah, meskipun tersisa sedikit asap dari angkot dan bajai.""Iya, Den. Memang lumayan dingin nih udaranya, tapi seger sih menurutku. Udah sarapan apa belum kamu, Den?" tanya Mey dengan ramah."Sudah, Ci. Tadi makan nasi uduk. Cici sendiri gimana? Udah sarapan apa belum?" Denny menjawab sambil menyelipkan pertanyaan."Karena aku bangun kesiangan, jadi gak sempet sarapan deh," ungkap Mey dengan nada
Jakarta, Indonesia. 30 Januari 2018, 6:46 AM.Pagi itu, sinar matahari menyelinap masuk melalui jendela kamar Mey, mencerahkan ruangan sempit nan sederhana, yang sejatinya dipenuhi oleh ketenangan tidurnya.Dengan matanya yang masih lelap, Mey merasakan hangatnya bedcover tebal yang melingkup tubuhnya di atas ranjang. Bahkan, ketika Lily telah selesai mandi dan tengah sibuk memakai seragam sekolah, Mey tetap terombang-ambing dalam mimpinya.Sementara itu, di sudut dapur yang diselimuti oleh aroma lezat dari ikan tongkol yang dipanggang. Jessi, dengan semangatnya menambahkan bumbu-bumbu pada masakan yang akan menjadi sajian pagi.Suara gemericing dari panci yang bergemuruh, seolah menjadi simfoni pagi yang merdu. Lily yang telah bersiap dengan seragam merah putihnya, tersenyum pahit saat duduk di kursi makan sambil menatap jendela, merenung sejenak di antara sinar mentari dan embun pagi yang memeluk bumi."Apakah Ci Mey, masih belum bangun dari tidurnya?" tanya Jessi dengan nada serius,
Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 8:29 PM.Makan malam perusahaan berlangsung dalam privasi yang penuh kemewahan, tergelar di ruang pribadi sebuah restoran elit. Ruangan dilengkapi dengan sofa dengan panjang empat meter yang melingkari tembok, di tengahnya terdapat meja dan perangkat karaoke untuk hiburan. Para kepala departemen, didampingi oleh sejumlah pemandu lagu yang memikat dengan paras cantik dan seksi, menciptakan suasana yang semakin tak terkendali.Sementara itu, Mey duduk dengan perasaan tak nyaman di pangkuan Gio, pacar sahabatnya. Dalam kegaduhan ruangan yang dihiasi oleh gemerlap cahaya dan musik, Mey memberanikan diri untuk bertanya pada Gio, "Apa maumu, Gio?"Gio tersenyum dan menjawab, "Aku akan menjagamu selama makan malam ini, jadi tenanglah. Hanya, duduk saja di pangkuanku. Mereka tidak akan berani mengusikmu!" Bisikan Gio yang menawarkan untuk memberikan perlindungan pada Mey, dan wanita itu pun patuh menuruti keinginan kekasih sahabatnya sambil terus duduk deng
Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 12:21 PM.Setelah beberapa menit berjalan kaki, akhirnya, Bella dan Mey tiba di depan restoran elit Cibo Delizioso. Saat beranjak masuk, Mey kagum melihat interiornya yang begitu klasik dan mewah. Baru kali ini ia masuk ke dalam restoran elegan bernuansa klasik Eropa. Saat mereka melangkah ke lantai dua, Mey yang penasaran mencoba bertanya, "Loh, ini kita mau kemana, Bell? Lantai dua keliatannya gak ada kursi lagi?"Bella menjelaskan, "Aku sudah pesan ruang VIP, Mey. Jadi, kita makan di ruang tertutup yang eksklusif.""Ohh, begitu ya. Maaf, kalau aku tidak terlalu paham," balas Mey seraya menundukkan kepalanya.Bella membuka sebuah pintu yang megah, saat masuk, sudah ada Gio yang duduk menunggu di kursi kulit yang behiaskan meja marmer panjang dengan pahatan khas Eropa. "Sayang, kok kamu lama sekali? Dan, kamu mengajak Mey juga?" sapa Gio sambil tersenyum ramah."Maaf ya, Sayang. Aku mengajak Mey, karena ingin bernostalgia dengannya," papar Bella sa
Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 9:46 AM.Di lantai dua puluh satu, Mey dan Zion melangkah bersama melalui koridor yang penuh dengan kaca-kaca bening, memperlihatkan indahnya siluet Ibukota Jakarta. Mey tak bisa menahan tawanya, "Kamu tadi, terlalu berlebihan Zion. Tetapi, aku tidak bisa menahan untuk tidak tertawa saat melihat reaksi yang mereka berikan."Zion membalas dengan senyuman penuh kelegaan, “Mulai sekarang, Mey, aku akan menjagamu. Tidak akan pernah ada yang berani meremehkanmu atau menggosipkanmu lagi.”Mey mengungkapkan rasa syukurnya, "Terima kasih banyak, Zion."Lalu, Mey melanjutkan dengan sebuah pertanyaan, "By the way, apakah tidak masalah kalau aku tidak bertemu langsung dengan CEO perusahaan? Pak Theo bilang, CEO sendiri yang ingin bertemu denganku."Zion menjawab dengan santai, "Ya ampun, Mey. Kamu tidak perlu khawatir, itu akan menjadi urusanku."Langkah mereka berdua akhirnya sampai di ruangan divisi pemasaran daring. Pandangan sinis dari rekan-rekan kantor d
Jakarta, Indonesia. 29 Januari 2018, 9:46 AM.Dengan langkah yang beriringan seirama, Mey dan Zion melanjutkan menuju ke ruangan yang menampung kekuasaan tertinggi di perusahaan. Begitu tiba di depan pintu yang terbuat dari kayu mahoni dengan ukiran yang begitu indah dan megah, terdepat meja sekretaris dan perempuan nan cantik jelita yang duduk, ia memberikan informasi."Dengan permohonan maaf yang mendalam, tuan Jean sedang tidak dapat ditemui di ruangan ini. Saat ini, beliau tengah dalam meeting penting dengan klien dari perusahaan teknologi asal Tiongkok," jelas sekretaris tersebut dengan senyuman."Entah kapan beliau akan kembali,” tambah sekretaris, menyoroti ketidakpastian di udara.Mey menanggapi dengan senyuman yang tipis, "Terima kasih atas informasinya,” ucapnya dengan penuh sopan.Namun, Zion menyuarakan sebuah tindakan yang akan diambil olehnya. "Tunggu dulu, Mey. Mungkin aku bisa menghubungi kakakku. Dia bisa membatalkan meetingnya hari ini," sahut Zion sambil meraih ponse