Naya masih bisa menahan rasa nyeri kram yang timbul saat dirinya bekerja. Namun, Naya tak bisa menahannya saat di rumah. Naya berbaring di kasurnya dengan keadaan acak dan mengerang menahan nyeri. Dia tak tahu jika kramnya akan cukup hebat.
Rasa nyerinya sebanding dengan nyeri haid berlebih. Itu membuat Naya kewalahan belakangan ini. Belum lagi jika dirinya merasa mual. Di kantor dirinya merasa lebih baik ketimbang di rumah. Mungkin karena pikirannya teralihkan dari rasa sakit.
“Aaargghh!!!” Naya menjerit tak kuasa malam itu.
Di akhir pekan, Naya masih bisa merasakan nyeri kramnya. Dan selama ini juga, dia bisa mendapati gumpalan darah yang keluar dari rahimnya. Ya, itu anak pertamanya. Yang telah gugur.
Dokter di kantornya memang jarang bicara dan pasti tak akan membuka mulut tentang Naya yang keguguran. Hanya Sella dan dokter itu yang mengetahuinya.
Meringkuk di apartemennya, tak ada yang bisa dia lakukan kecuali kramnya mereda. Dan N
[“Kalau sakit banget sampai enggak bisa beraktivitas, coba kamu periksa. Barang kali ada sesuatu.”]Naya mengernyitkan dahinya. “Ada apa emangnya?”[“Tapi kamu baru kali ini nyerinya lebih dari biasanya, kan? Sebenarnya, kemungkinan besar aman dan cuman hormon. Tapi takutnya, ada kista. Ya, paling dismenorea. Tapi kalau kamu kayaknya sulit hamil, ada kemungkinan endometriosis, sih.”] Ghiyas menganalisisnya.“Baru kali ini, kok.” Naya tentunya menyangkal semua kemungkinan yang disebutkan Ghiyas.Toh, dirinya keguguran. Bukan nyeri haid. Dia tentu tak mungkin mengidap endometriosis, karena dirinya baru saja hamil. Namun, kecelakaan di kantor yang di sengaja, harus melenyapkan bayinya.Antara bersyukur dan kufur. Antara senang dan sedih. Karena dari lubuk hatinya, dia sadar betul jika bayi itu amat diinginkan Ghiyas. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan untuk Ghiyas agar tak membuatnya sedih adalah tak
Cherly mendengus mendapatkan apa yang dia inginkan. Dia punya kartu AS yang membuatnya ingin melawan Naya lebih jauh. Sekarang, kantor mungkin masih memihak Naya atas kejadian tempo waktu. Naya sering mengeluh sakit, yang katanya disebabkan oleh kecerobohan Cherly.Untuk membalikkan keadaan, Cherly ingin nama Naya tercoreng jelas. Naya hamil di luar pernikahan pasti membuat heboh kantor. Dan kecelakaan itu menyebabkan kehamilan Naya terbongkar.Cherly berjalan cepat menuju ke ruangan tim Naya. Tampak Naya tengah berkumpul dengan timnya, mengobrol asyik dan Naya bahkan tampak sedang tertawa di sana. Naya dan tim sangat kompak.“Naya!” Cherly memanggilnya dan tersenyum manis ke arah Naya dan timnya.Naya menoleh pada Cherly. Senyum di wajahnya hilang, begitu pula dengan rekan Naya. Mereka semua langsung menatap ke arah Cherly, hening karena kedatangan gadis itu.“Dia mau apa lagi? Naya, mending lo jauh-jauh dari dia!” Rekan Na
“Jadi benar, kamu hamil?”Naya dan Cherly berada di sebuah ruangan khusus. Di mana keduanya duduk bersampingan. Di depannya ada seseorang yang berdiri membelakangi mereka. Dia berbalik, seorang pria yang tampak masih muda itu melirik ke arah Naya, pertanyaan yang tadi diajukan berarti untuk Naya.“Tidak, saya sudah keguguran,” jawab Naya sesuai dengan faktanya.“Kecelakaan itu disengaja, dan membuat kamu keguguran. Hey, kamu tahu apa yang kamu perbuat? Kamu menyebabkan hilangnya nyawa seseorang,” ucapnya sambil menatap ke arah Cherly.“Usia kandungannya kurang lebih menginjak 4 minggu, di usia itu calon janin belum memiliki nyawa. Detak jantungnya belum muncul. Dalam artian, saya tidak menyebabkan seseorang kehilangan nyawanya,” jawab Cherly, dia berusaha membela dirinya sekarang.Dan pria itu langsung mendecak mendengar jawaban dari Cherly. Naya bahkan tampak mengulum bibirnya, mulai dongkol dengan j
Dengan memegangi sapu, Naya mendekati pintu apartemennya. Bersiap untuk memukul siapa saja yang mencoba untuk masuk ke apartemennya itu. Jantungnya berdetak dengan cepat.Apalagi setelah pin dikonfirmasi berhasil, Naya meneguk ludahnya kala seseorang itu membuka pintu. Naya sudah berlari beberapa langkah sambil mengangkat sapu. Namun, dia berhenti dan menatapi sosok pria jangkung yang ada di pintu sekarang. Pria itu balik menatapnya.“Nay? Belum tidur?” Siapa lagi jika bukan Ghiyas, yang sekarang menatapnya dengan bingung.“Mas Agi ...” Naya menurunkan sapunya dan memandangi Ghiyas dengan tubuhnya yang kaku.Pandangan Naya terpaku pada suaminya itu. Suaminya yang diam-diam dia rindukan. Sementara Ghiyas menatap Naya dengan perasaan bersalah karena meninggalkannya tanpa sepatah kata dalam waktu yang tidak bisa dibilang sebentar. Keduanya sama-sama terdiam beberapa saat.Melihat bagaimana Naya tampaknya sempat ketakutan, bahka
Ghiyas tersenyum kecil menatapi Naya yang sekarang menelungkup menatapnya. Mereka asyik mengobrol berdua pagi itu. Belum mandi dan masih benar-benar baru bangun tidur.“Ngomong-ngomong soal kantor kamu, Sayang. Sampai kapan kamu mau menutupi status pernikahan kamu? Bukankah mengakui kebohongan kamu semakin cepat itu semakin baik? Mas khawatir kamu terlibat masalah, kalau kamu terus menerus menyembunyikan status pernikahan kita.” Ghiyas mulai membahas masalah yang belum mereka selesaikan.Naya terdiam sejenak. Dia pikir Ghiyas sudah lupa atau memang sengaja tak akan membahasnya. Tapi sekarang Ghiyas malah membicarakannya. Membuat Naya terdiam sesaat sebelum menjawab.“Naya enggak tahu, sampai kapannya,” jawab Naya jujur.“Memangnya kemungkinan yang akan terjadi, kalau kamu mengatakan status pernikahan kamu sama kantor itu apa? Kenapa kamu sampai kayak gini? Berusaha menutupi status kita.”“Naya bakal turun j
Rendi, Kevin dan Gabby tercengang saat Ghiyas mentraktir mereka dengan makanan enak siang itu. Setelah kembali dari tugas relawan dan mendapatkan libur akhir pekan, Ghiyas kembali dengan segar. Dia tak lagi pemurung seperti yang dikatakan Kevin saat mereka bertugas.“Lo bilang si Ghiyas pemurung di sana, kan? Kenapa tiba-tiba beliin banyak makanan gini?”“Kayaknya dia kesabet. Ada yang salah sama Ghiyas. Jangan-jangan yang ikut pulang bukan Ghiyas yang asli lagi?”Mereka saling melirik dan menatap ke arah Ghiyas yang sekarang membuka makanan itu. Ghiyas tersenyum menatapi mereka yang kini duduk di sofa dan langsung mengambil yang mereka inginkan. Ghiyas sedang bahagia karena Naya, makanya dia berperilaku seperti ini.“Lo lebih bahagia dari waktu lo pergi nugas. Terjadi sesuatu di rumah? Kenapa? Naya hamil?”“Oh, kayaknya. Lo pulang dan dapat kabar kalau Naya hamil. Itu satu-satunya yang bisa bikin lo kayak
“Lo enggak lagi hamil, kan?” tanya Fely sambil menatapi Naya dengan tatapan curiga.“Enggak, elah. Stt, gue enggak mau ngomongin soal hamil-hamil lagi. By the way, pernikahan lo sekitar satu bulan lagi, kan? Ribet banget enggak sih, ngurus pernikahan?”Naya dan Fely bertemu seperti biasa di kafe di dekat rumah sakit tempat Ghiyas bekerja. Dan sebenarnya, Fely juga mulai bekerja di sana. Fely akan memberitahu Naya secepatnya.“Iya, gue bener-bener pusing ngurusnya.” Fely terkekeh sambil memegangi keningnya.“Fel, lo kan, udah pernah pacaran sebelumnya. Lo pernah pacaran jarak jauh juga. Kalian cuman ketemu pas weekend doang. Apa setiap lo pisah terus ketemu lagi, cowok lo rasanya makin ganteng?” tanya Naya, dia agak terpikir kenapa dia merasa Ghiyas belakangan ini tengah menarik.“Iya, itu karena kita jarang ketemu. Jadi lihat orang itu rasanya masih spesial. Kalau makin lama ketemu, gue makin bo
[Mas lembur. Tidur duluan aja, Sayang. Sleepwell!]Pesan Ghiyas membuat Naya menghela nafasnya. Padahal dirinya sudah menunggu Ghiyas pulang sejak dirinya pulang dari kantor tadi. Naya yang sudah menggunakan gaun tidur duduk di depan meja riasnya. Mengambil body lotion dan mengucapkannya ke tangannya.Meski tak bertemu Ghiyas malam ini, Naya tetap merawat dirinya sendiri. Menggunakan perawatan kulitnya. Naya kemudian menyisir rambutnya dengan rapi dan bersiap untuk tidur.Sementara di rumah sakit, Fely juga kebagian lembur saat itu. Fely berjalan membawa makanan ringan dari minimarket untuk camilannya. Dia hendak kembali ke tempatnya, namun dia mendapati satu hal ganjal di koridor. Membuatnya mundur beberapa langkah untuk memastikan.Pandangannya menatap ke arah Ghiyas yang berjalan sendirian masih dengan jas dokternya. Dari tujuannya yang melewati farmasi, menandakan kalau Ghiyas tengah menuju ke kantin.Namun, seorang gadis dengan medical wears t