Cherly mendengus mendapatkan apa yang dia inginkan. Dia punya kartu AS yang membuatnya ingin melawan Naya lebih jauh. Sekarang, kantor mungkin masih memihak Naya atas kejadian tempo waktu. Naya sering mengeluh sakit, yang katanya disebabkan oleh kecerobohan Cherly.
Untuk membalikkan keadaan, Cherly ingin nama Naya tercoreng jelas. Naya hamil di luar pernikahan pasti membuat heboh kantor. Dan kecelakaan itu menyebabkan kehamilan Naya terbongkar.
Cherly berjalan cepat menuju ke ruangan tim Naya. Tampak Naya tengah berkumpul dengan timnya, mengobrol asyik dan Naya bahkan tampak sedang tertawa di sana. Naya dan tim sangat kompak.
“Naya!” Cherly memanggilnya dan tersenyum manis ke arah Naya dan timnya.
Naya menoleh pada Cherly. Senyum di wajahnya hilang, begitu pula dengan rekan Naya. Mereka semua langsung menatap ke arah Cherly, hening karena kedatangan gadis itu.
“Dia mau apa lagi? Naya, mending lo jauh-jauh dari dia!” Rekan Na
“Jadi benar, kamu hamil?”Naya dan Cherly berada di sebuah ruangan khusus. Di mana keduanya duduk bersampingan. Di depannya ada seseorang yang berdiri membelakangi mereka. Dia berbalik, seorang pria yang tampak masih muda itu melirik ke arah Naya, pertanyaan yang tadi diajukan berarti untuk Naya.“Tidak, saya sudah keguguran,” jawab Naya sesuai dengan faktanya.“Kecelakaan itu disengaja, dan membuat kamu keguguran. Hey, kamu tahu apa yang kamu perbuat? Kamu menyebabkan hilangnya nyawa seseorang,” ucapnya sambil menatap ke arah Cherly.“Usia kandungannya kurang lebih menginjak 4 minggu, di usia itu calon janin belum memiliki nyawa. Detak jantungnya belum muncul. Dalam artian, saya tidak menyebabkan seseorang kehilangan nyawanya,” jawab Cherly, dia berusaha membela dirinya sekarang.Dan pria itu langsung mendecak mendengar jawaban dari Cherly. Naya bahkan tampak mengulum bibirnya, mulai dongkol dengan j
Dengan memegangi sapu, Naya mendekati pintu apartemennya. Bersiap untuk memukul siapa saja yang mencoba untuk masuk ke apartemennya itu. Jantungnya berdetak dengan cepat.Apalagi setelah pin dikonfirmasi berhasil, Naya meneguk ludahnya kala seseorang itu membuka pintu. Naya sudah berlari beberapa langkah sambil mengangkat sapu. Namun, dia berhenti dan menatapi sosok pria jangkung yang ada di pintu sekarang. Pria itu balik menatapnya.“Nay? Belum tidur?” Siapa lagi jika bukan Ghiyas, yang sekarang menatapnya dengan bingung.“Mas Agi ...” Naya menurunkan sapunya dan memandangi Ghiyas dengan tubuhnya yang kaku.Pandangan Naya terpaku pada suaminya itu. Suaminya yang diam-diam dia rindukan. Sementara Ghiyas menatap Naya dengan perasaan bersalah karena meninggalkannya tanpa sepatah kata dalam waktu yang tidak bisa dibilang sebentar. Keduanya sama-sama terdiam beberapa saat.Melihat bagaimana Naya tampaknya sempat ketakutan, bahka
Ghiyas tersenyum kecil menatapi Naya yang sekarang menelungkup menatapnya. Mereka asyik mengobrol berdua pagi itu. Belum mandi dan masih benar-benar baru bangun tidur.“Ngomong-ngomong soal kantor kamu, Sayang. Sampai kapan kamu mau menutupi status pernikahan kamu? Bukankah mengakui kebohongan kamu semakin cepat itu semakin baik? Mas khawatir kamu terlibat masalah, kalau kamu terus menerus menyembunyikan status pernikahan kita.” Ghiyas mulai membahas masalah yang belum mereka selesaikan.Naya terdiam sejenak. Dia pikir Ghiyas sudah lupa atau memang sengaja tak akan membahasnya. Tapi sekarang Ghiyas malah membicarakannya. Membuat Naya terdiam sesaat sebelum menjawab.“Naya enggak tahu, sampai kapannya,” jawab Naya jujur.“Memangnya kemungkinan yang akan terjadi, kalau kamu mengatakan status pernikahan kamu sama kantor itu apa? Kenapa kamu sampai kayak gini? Berusaha menutupi status kita.”“Naya bakal turun j
Rendi, Kevin dan Gabby tercengang saat Ghiyas mentraktir mereka dengan makanan enak siang itu. Setelah kembali dari tugas relawan dan mendapatkan libur akhir pekan, Ghiyas kembali dengan segar. Dia tak lagi pemurung seperti yang dikatakan Kevin saat mereka bertugas.“Lo bilang si Ghiyas pemurung di sana, kan? Kenapa tiba-tiba beliin banyak makanan gini?”“Kayaknya dia kesabet. Ada yang salah sama Ghiyas. Jangan-jangan yang ikut pulang bukan Ghiyas yang asli lagi?”Mereka saling melirik dan menatap ke arah Ghiyas yang sekarang membuka makanan itu. Ghiyas tersenyum menatapi mereka yang kini duduk di sofa dan langsung mengambil yang mereka inginkan. Ghiyas sedang bahagia karena Naya, makanya dia berperilaku seperti ini.“Lo lebih bahagia dari waktu lo pergi nugas. Terjadi sesuatu di rumah? Kenapa? Naya hamil?”“Oh, kayaknya. Lo pulang dan dapat kabar kalau Naya hamil. Itu satu-satunya yang bisa bikin lo kayak
“Lo enggak lagi hamil, kan?” tanya Fely sambil menatapi Naya dengan tatapan curiga.“Enggak, elah. Stt, gue enggak mau ngomongin soal hamil-hamil lagi. By the way, pernikahan lo sekitar satu bulan lagi, kan? Ribet banget enggak sih, ngurus pernikahan?”Naya dan Fely bertemu seperti biasa di kafe di dekat rumah sakit tempat Ghiyas bekerja. Dan sebenarnya, Fely juga mulai bekerja di sana. Fely akan memberitahu Naya secepatnya.“Iya, gue bener-bener pusing ngurusnya.” Fely terkekeh sambil memegangi keningnya.“Fel, lo kan, udah pernah pacaran sebelumnya. Lo pernah pacaran jarak jauh juga. Kalian cuman ketemu pas weekend doang. Apa setiap lo pisah terus ketemu lagi, cowok lo rasanya makin ganteng?” tanya Naya, dia agak terpikir kenapa dia merasa Ghiyas belakangan ini tengah menarik.“Iya, itu karena kita jarang ketemu. Jadi lihat orang itu rasanya masih spesial. Kalau makin lama ketemu, gue makin bo
[Mas lembur. Tidur duluan aja, Sayang. Sleepwell!]Pesan Ghiyas membuat Naya menghela nafasnya. Padahal dirinya sudah menunggu Ghiyas pulang sejak dirinya pulang dari kantor tadi. Naya yang sudah menggunakan gaun tidur duduk di depan meja riasnya. Mengambil body lotion dan mengucapkannya ke tangannya.Meski tak bertemu Ghiyas malam ini, Naya tetap merawat dirinya sendiri. Menggunakan perawatan kulitnya. Naya kemudian menyisir rambutnya dengan rapi dan bersiap untuk tidur.Sementara di rumah sakit, Fely juga kebagian lembur saat itu. Fely berjalan membawa makanan ringan dari minimarket untuk camilannya. Dia hendak kembali ke tempatnya, namun dia mendapati satu hal ganjal di koridor. Membuatnya mundur beberapa langkah untuk memastikan.Pandangannya menatap ke arah Ghiyas yang berjalan sendirian masih dengan jas dokternya. Dari tujuannya yang melewati farmasi, menandakan kalau Ghiyas tengah menuju ke kantin.Namun, seorang gadis dengan medical wears t
“Lepas!” Naya menatap Ghiyas dan berusaha tetap terlihat galak, tetap terlihat menahan rasa malu.“Kamu dalam masalah,” bisik Ghiyas sambil mendekatkan wajahnya sesaat untuk menatap matanya.Naya sendiri tak berani menatap Ghiyas. Rasa malu dalam dirinya mendidih. Mengetahui kalau Ghiyas bukan sembarang menerima makanan dari perempuan lain. Itu makanan deliverynya.Karena Naya sudah terlanjur datang dan pakaiannya agak senonoh, Ghiyas membawanya menuju ke ruangan tempat dirinya biasanya beristirahat dengan dokter lain. Ruangan yang pernah Naya kunjungi. Namun sekarang hanya ada mereka berdua. Yang lainnya memberikan privasi.“Siapa yang bilang itu sama kamu? Dari lidah turun ke hati, dari makanan naik ke ranjang? Fely? Sebelumnya kamu enggak pernah datang mendadak. Ini pertama kalinya, sejak ada sahabat kamu di sini.” Ghiyas membuka lokernya sambil mengeluarkan beberapa isinya.Sementara Naya di belakang Ghiyas m
Ghiyas menunggu Naya di luar kamar mandi. Dia harap-harap cemas untuk kehamilan Naya. Karena pernikahan mereka sudah berjalan hampir setengah tahun, dia tentu ingin mendengar kalau istrinya itu hamil. Sebentar lagi libur akhir tahun, dia berharap membawa kabar baik kepada dua keluarga.Sementara di dalam kamar mandi, Naya memperhatikan cara penggunaan testpack itu. Dia mendesis kecil karena takut untuk menggunakannya. Takut jika dirinya hamil. Apakah dia akan dipecat jika dirinya nanti hamil, apakah dirinya akan disia-siakan perusahaan.“Enggak mungkin, sih. Soalnya, udah pakai obat pencegah kehamilan juga. No morningsickness juga. Tapi, Mas Agi bakal kecewa enggak sih, kalau ternyata gue enggak hamil?” umpatnya pelan.Dari pada terlalu lama di kamar mandi, Naya segera menuntaskan aktivitasnya itu dan melihat hasil dari alat yang akan mendeteksi kehamilannya itu. Naya menunggu beberapa saat dan dia mendesah lega. Karena dirinya ternyata tidak dalam k