“Naya hamil?” Ghiyas agak kurang menyimak tentang apa yang dikatakan ibunya itu.
[“Kalau Ibu bilang Naya hamil, apa kamu bakal segera telepon dia?”]
Ghiyas diam. Lantaran, dirinya memang akan melakukan itu jika Naya memang hamil. Namun jika Naya tidak sedang hamil dan hanya masuk angin, maka dirinya juga akan menghubungi Naya.
“Ghiyas akan segera menghubungi Naya.” Ghiyas kemudian menghela nafasnya.
[“Bisa kamu kasih tahu Ibu kalau kamu sama Naya ada masalah apa? Naya enggak mau memberitahu Ibu. Ibu agak cemas sama keadaan kalian sekarang.”]
“Enggak ada. Ibu enggak perlu cemas. Agi bakal menghubungi Naya sekarang dan memperbaiki hubungan Agi sama Naya.” Ghiyas menghela nafasnya dan berusaha menenangkan ibunya.
“Katanya enggak ada masalah tapi mencoba memperbaiki hubungan. Itu berarti lo ada masalah, kampret!” umpat Kevin sambil memukul bahu Ghiyas dengan agak kencang.
Naya terbaring di atas brankar dan dokter tengah memeriksa keadaannya. Tampak sudut mata gadis itu berair. Dia menatap ke arah dokter dengan waswas dan melirik Sella yang sekarang bersamanya.Sella mengkhawatirkannya, dia memegangi tangannya Naya di pusat kesehatan kantor mereka.“Kamu sudah menikah?” tanya dokter itu sambil menatapi Naya.Naya melirik Sella. Dia kemudian menggeleng kecil mendengar pertanyaan dokter itu.“Kamu pernah berhubungan intim?“ tanya dokter lagi.Naya mengernyitkan dahinya dan menatapi dokter itu. Dia kemudian melirik ke arah Sella lagi. Dokter itu kemudian berpikir sejenak. Kelihatannya, itu memang privasi bagi Naya juga.“Kita USG, untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di perut kamu. Buka kancing kait rok kamu,” ujar dokternya sambil menyingkap kemejanya Naya.Naya mengangkat sedikit bokongnya untuk membuka pengait roknya. Dan setelah terlepas, dokternya menurunkan
Naya masih bisa menahan rasa nyeri kram yang timbul saat dirinya bekerja. Namun, Naya tak bisa menahannya saat di rumah. Naya berbaring di kasurnya dengan keadaan acak dan mengerang menahan nyeri. Dia tak tahu jika kramnya akan cukup hebat.Rasa nyerinya sebanding dengan nyeri haid berlebih. Itu membuat Naya kewalahan belakangan ini. Belum lagi jika dirinya merasa mual. Di kantor dirinya merasa lebih baik ketimbang di rumah. Mungkin karena pikirannya teralihkan dari rasa sakit.“Aaargghh!!!” Naya menjerit tak kuasa malam itu.Di akhir pekan, Naya masih bisa merasakan nyeri kramnya. Dan selama ini juga, dia bisa mendapati gumpalan darah yang keluar dari rahimnya. Ya, itu anak pertamanya. Yang telah gugur.Dokter di kantornya memang jarang bicara dan pasti tak akan membuka mulut tentang Naya yang keguguran. Hanya Sella dan dokter itu yang mengetahuinya.Meringkuk di apartemennya, tak ada yang bisa dia lakukan kecuali kramnya mereda. Dan N
[“Kalau sakit banget sampai enggak bisa beraktivitas, coba kamu periksa. Barang kali ada sesuatu.”]Naya mengernyitkan dahinya. “Ada apa emangnya?”[“Tapi kamu baru kali ini nyerinya lebih dari biasanya, kan? Sebenarnya, kemungkinan besar aman dan cuman hormon. Tapi takutnya, ada kista. Ya, paling dismenorea. Tapi kalau kamu kayaknya sulit hamil, ada kemungkinan endometriosis, sih.”] Ghiyas menganalisisnya.“Baru kali ini, kok.” Naya tentunya menyangkal semua kemungkinan yang disebutkan Ghiyas.Toh, dirinya keguguran. Bukan nyeri haid. Dia tentu tak mungkin mengidap endometriosis, karena dirinya baru saja hamil. Namun, kecelakaan di kantor yang di sengaja, harus melenyapkan bayinya.Antara bersyukur dan kufur. Antara senang dan sedih. Karena dari lubuk hatinya, dia sadar betul jika bayi itu amat diinginkan Ghiyas. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan untuk Ghiyas agar tak membuatnya sedih adalah tak
Cherly mendengus mendapatkan apa yang dia inginkan. Dia punya kartu AS yang membuatnya ingin melawan Naya lebih jauh. Sekarang, kantor mungkin masih memihak Naya atas kejadian tempo waktu. Naya sering mengeluh sakit, yang katanya disebabkan oleh kecerobohan Cherly.Untuk membalikkan keadaan, Cherly ingin nama Naya tercoreng jelas. Naya hamil di luar pernikahan pasti membuat heboh kantor. Dan kecelakaan itu menyebabkan kehamilan Naya terbongkar.Cherly berjalan cepat menuju ke ruangan tim Naya. Tampak Naya tengah berkumpul dengan timnya, mengobrol asyik dan Naya bahkan tampak sedang tertawa di sana. Naya dan tim sangat kompak.“Naya!” Cherly memanggilnya dan tersenyum manis ke arah Naya dan timnya.Naya menoleh pada Cherly. Senyum di wajahnya hilang, begitu pula dengan rekan Naya. Mereka semua langsung menatap ke arah Cherly, hening karena kedatangan gadis itu.“Dia mau apa lagi? Naya, mending lo jauh-jauh dari dia!” Rekan Na
“Jadi benar, kamu hamil?”Naya dan Cherly berada di sebuah ruangan khusus. Di mana keduanya duduk bersampingan. Di depannya ada seseorang yang berdiri membelakangi mereka. Dia berbalik, seorang pria yang tampak masih muda itu melirik ke arah Naya, pertanyaan yang tadi diajukan berarti untuk Naya.“Tidak, saya sudah keguguran,” jawab Naya sesuai dengan faktanya.“Kecelakaan itu disengaja, dan membuat kamu keguguran. Hey, kamu tahu apa yang kamu perbuat? Kamu menyebabkan hilangnya nyawa seseorang,” ucapnya sambil menatap ke arah Cherly.“Usia kandungannya kurang lebih menginjak 4 minggu, di usia itu calon janin belum memiliki nyawa. Detak jantungnya belum muncul. Dalam artian, saya tidak menyebabkan seseorang kehilangan nyawanya,” jawab Cherly, dia berusaha membela dirinya sekarang.Dan pria itu langsung mendecak mendengar jawaban dari Cherly. Naya bahkan tampak mengulum bibirnya, mulai dongkol dengan j
Dengan memegangi sapu, Naya mendekati pintu apartemennya. Bersiap untuk memukul siapa saja yang mencoba untuk masuk ke apartemennya itu. Jantungnya berdetak dengan cepat.Apalagi setelah pin dikonfirmasi berhasil, Naya meneguk ludahnya kala seseorang itu membuka pintu. Naya sudah berlari beberapa langkah sambil mengangkat sapu. Namun, dia berhenti dan menatapi sosok pria jangkung yang ada di pintu sekarang. Pria itu balik menatapnya.“Nay? Belum tidur?” Siapa lagi jika bukan Ghiyas, yang sekarang menatapnya dengan bingung.“Mas Agi ...” Naya menurunkan sapunya dan memandangi Ghiyas dengan tubuhnya yang kaku.Pandangan Naya terpaku pada suaminya itu. Suaminya yang diam-diam dia rindukan. Sementara Ghiyas menatap Naya dengan perasaan bersalah karena meninggalkannya tanpa sepatah kata dalam waktu yang tidak bisa dibilang sebentar. Keduanya sama-sama terdiam beberapa saat.Melihat bagaimana Naya tampaknya sempat ketakutan, bahka
Ghiyas tersenyum kecil menatapi Naya yang sekarang menelungkup menatapnya. Mereka asyik mengobrol berdua pagi itu. Belum mandi dan masih benar-benar baru bangun tidur.“Ngomong-ngomong soal kantor kamu, Sayang. Sampai kapan kamu mau menutupi status pernikahan kamu? Bukankah mengakui kebohongan kamu semakin cepat itu semakin baik? Mas khawatir kamu terlibat masalah, kalau kamu terus menerus menyembunyikan status pernikahan kita.” Ghiyas mulai membahas masalah yang belum mereka selesaikan.Naya terdiam sejenak. Dia pikir Ghiyas sudah lupa atau memang sengaja tak akan membahasnya. Tapi sekarang Ghiyas malah membicarakannya. Membuat Naya terdiam sesaat sebelum menjawab.“Naya enggak tahu, sampai kapannya,” jawab Naya jujur.“Memangnya kemungkinan yang akan terjadi, kalau kamu mengatakan status pernikahan kamu sama kantor itu apa? Kenapa kamu sampai kayak gini? Berusaha menutupi status kita.”“Naya bakal turun j
Rendi, Kevin dan Gabby tercengang saat Ghiyas mentraktir mereka dengan makanan enak siang itu. Setelah kembali dari tugas relawan dan mendapatkan libur akhir pekan, Ghiyas kembali dengan segar. Dia tak lagi pemurung seperti yang dikatakan Kevin saat mereka bertugas.“Lo bilang si Ghiyas pemurung di sana, kan? Kenapa tiba-tiba beliin banyak makanan gini?”“Kayaknya dia kesabet. Ada yang salah sama Ghiyas. Jangan-jangan yang ikut pulang bukan Ghiyas yang asli lagi?”Mereka saling melirik dan menatap ke arah Ghiyas yang sekarang membuka makanan itu. Ghiyas tersenyum menatapi mereka yang kini duduk di sofa dan langsung mengambil yang mereka inginkan. Ghiyas sedang bahagia karena Naya, makanya dia berperilaku seperti ini.“Lo lebih bahagia dari waktu lo pergi nugas. Terjadi sesuatu di rumah? Kenapa? Naya hamil?”“Oh, kayaknya. Lo pulang dan dapat kabar kalau Naya hamil. Itu satu-satunya yang bisa bikin lo kayak
Teriakan Naya menggema di lorong rumah sakit. Dan di ruang persalinan, Naya memegang kuat brankar. Dengan Ghiyas yang berada di sisinya, mengusap halus kepala Naya. Pandangan Naya menuju ke arah kakinya yang terbuka lebar. Membuka jalan lahir untuk bayinya yang sudah tak sabar ingin keluar. Dengan keringat yang membanjiri kening bahkan hingga menetes ke pipinya.Begitu tangis bayi memecah keadaan yang mencekam itu, Ghiyas menengadahkan kepalanya. Untuk melihat bayi yang sekarang dipegangi dokter yang membantu persalinan saat itu.Senyum pria itu mengembang lebar. Matanya melirik ke arah sang istri yang kini menghela nafasnya dan berusaha menstabilkan nafasnya lagi. Kecupan mendarat berkali-kali di kepala Naya begitu Ghiyas merasakan perasaan lega dan melepaskan rasa bahagia yang dia rasakan.“Fadelico Sangga Donzello Eduardo. Itu, kan?” Ghiyas menatapi Naya yang masih terengah.Sorot mata Naya menatap Ghiyas dan menganggukkan kepalanya sambil
Ghiyas menenangkan Naya sampai Naya akhirnya tenang, setelah setengah jam. Dan dia bisa kembali berbaring untuk memejamkan matanya. Sambil mendekap Naya yang masih sesenggukan, Ghiyas berusaha untuk tidur lagi. Sementara Naya terus menatapi Ghiyas.“Naya tanyain Gabby, loh. Awas aja, kalau ternyata Mas enggak ke rumah sakit,” ancam Naya.“Iya, tanya aja sana! Orang catatan panggilannya Gabby juga masih ada di handphone Mas. Kamu mau tanya pihak rumah sakit juga boleh. Mau lihat catatan kerja Mas juga boleh.”“Naya mimpi Mas ninggalin Naya, buat orang lain. Mas bakal kayak gitu sama Naya?”“Enggak, Nay. Sama siapa, coba? Mas udah tua, siapa lagi yang mau sama Mas kalau bukan kamu?”“Banyak. Mas ganteng, kok. Mas awet muda, makanya Naya demen. Pasti banyak juga yang demen sama Mas di luar sana. Bukan Naya doang.”“Enggak, Sayang. Jangan ngajak ngobrol dulu, dong! Mas ngantuk, ni
Naya tengah menunggu Ghiyas pulang, karena Ghiyas akan membawakan beberapa makanan yang sedang ingin dia makan. Ya, dia tengah mengidam dan baru saja menghubungi suaminya yang sedang dalam perjalanan pulang, untuk menitip beberapa makanan.“Assalamu’alaikum.” Ghiyas datang membawakan pesanan istrinya yang tengah mengidam.“Wa’alaikumsalam,” jawab Naya seraya menghampiri Ghiyas dan salim padanya.Ghiyas langsung menyodorkan apa yang dia bawa, membuat Naya tersenyum lebar. Naya menerimanya dan menyajikannya di meja. Ghiyas duduk di sofa sambil menatapi Naya yang belakangan ini kehilangan nafsu makannya, namun punya keinginan yang kuat untuk mencicipi berbagai makanan.“Makannya sedikit-sedikit, nanti mual lagi kalau kebanyakan,” ujar Ghiyas.“Enggak akan. Soalnya Naya mau banget makan ini semua,” jawab Naya dengan yakin.Naya memakan setiap makanan yang dibawakan Ghiyas. Dan Ghiyas se
Naya berbaring di brankar. Matanya tertuju pada dokter yang sekarang menyingkap bajunya dan agak menurunkan sedikit celananya. Ghiyas menemani Naya di ruangan itu, untuk mengecek bayinya. Naya melihat ke arah monitor, tak sabar untuk melihat bayinya.Dokter menuangkan gel di atas perut Naya dan mengusapnya dengan alat ultrasound. Dan tampak kondisi rahim Naya di monitor. Dengan kantung janinnya yang sudah terlihat.“Usia kandungannya masih sekitar 4 minggu, belum terdeteksi detak jantungnya,” kata dokter.Ghiyas menganggukkan kepalanya membenarkan. Ghiyas tersenyum sambil melirik Naya yang menatap ke arah monitor terus. Ghiyas tahu bagaimana perasaan Naya sekarang, sejak rahimnya bersih lagi, Naya sudah menantikan kehadiran bayinya. Hingga sekarang, dia muncul.Setelah dari ruangan dokter, Naya menunggu vitamin yang telah diresepkan di farmasi sambil membaca jurnal kehamilan. Dia sudah pernah membacanya, namun entah kenapa rasanya senang memba
“Nay?!” Fely menatap Naya dengan tak percaya, dan melirik ke arah perutnya sendiri yang buncit.“Ini apa?” Ghiyas terkekeh bingung sambil menatapi dua potongan kain yang tak dikenalinya.Naya hanya tersenyum geli melihat reaksi Ghiyas. Sementara yang lainnya sekarang juga demikian, dengan perasaan gemas karena Ghiyas masih belum menyadari apa yang ingin Naya katakan dari hadiahnya itu. Bahkan Kevin sekarang mengerti apa yang menjadi hadiah ulang tahun Ghiyas.“Lebih jelasnya, lihat apa lagi yang ada di bagian bawahnya,” ucap Naya sambil tersenyum.Ghiyas mengernyit dan menarik kertas lain yang menghalangi. Dan dia menemukan sesuatu yang membuat ekspresinya langsung hilang seketika. Ghiyas meraih benda yang sudah lama tak ia lihat lagi. Dan alat seukuran stik es krim itu kini berada di genggaman Ghiyas lebih cepat.“Oh?!” Ghiyas kemudian menatap ke arah Naya dengan penuh keterkejutan.Naya terta
Ghiyas yang ingin tahu apa yang sebenarnya dilakukan Naya, kini hendak membuka pintu. Namun, pintunya terkunci. Dan membuat Ghiyas menggedor-gedor pintunya secara tidak ramah.“Naya! Naya, buka pintunya!” ucap Ghiyas dengan suara yang tinggi.Namun, belum ada yang membukakan pintu untuknya. Akhirnya Ghiyas bahkan memukul pintu dengan perasaan marah. Mengeluarkan segala yang dia pendam belakangan ini. Rasa lelahnya yang datang entah dari mana, emosinya yang mendadak tak lagi stabil.“Naya! Naya, dengar Mas?! Naya, buka pintunya, sekarang!” sentak Ghiyas.Gabby di sana termangu, menatapi Ghiyas. Dia jadi agak khawatir sekarang pada Naya. Dan dalam benaknya bertanya, kenapa Ghiyas seperti ini dan apakah Naya selama ini baik-baik saja?Dan begitu seseorang membuka kunci rumahnya, tanpa membukakan pintu, Ghiyas langsung membukanya. Dan secara tak langsung membanting pintu itu. Perasaan seperti waktu itu, saat memergoki Naya bersa
“Kondisi Naya makin hari makin baik. Sampai dia pulih total, bahkan sekarang Naya jauh lebih baik dari sebelumnya. Lo suami yang baik buat dia.” Gabby melirik Ghiyas sambil tersenyum.“Gue cuman mau mendoakan yang terbaik buat lo sama Naya ke depannya. Makanya, gue mau juga didoain balik, tentang hubungan gue sama Gabby,” ucap Kevin seraya memegangi tangan Gabby.Kevin menggenggam tangan Gabby dan kemudian mengangkatnya, memamerkannya pada Ghiyas. Rendi langsung menyentil tangan Kevin hingga Kevin mendesis kesakitan dan buru-buru melepaskan tangannya dari Gabby. Gabby sendiri hanya terkekeh melihat pacarnya yang dinistakan itu.“Jangan terlalu romantis sekarang, habis nikah nanti bosan duluan,” tegur Rendi.“Emang kalau enggak romantis-romantisan sebelum nikah, nanti enggak akan bosan?” tanya Kevin.“Pastilah. Nanti banyak masalah, karena sama-sama merasa bosan dan mencari orang lain yang lebih
Setelah tiga bulan berlalu, Naya sudah mampu untuk berjalan seperti biasa. Dan Naya sudah kembali beraktivitas seperti biasa sebagai istri rumah tangga. Mengurusi Ghiyas jauh lebih baik dari sebelumnya. Ghiyas melihat perubahan drastis dari Naya.Sayangnya, Ghiyas sering kali mendapati Naya yang bengong di jendela. Dia pasti bosan di rumah. Dan melihat Naya yang mencari kesibukan dengan membaca buku, atau mengikuti kegiatan secara daring, Ghiyas jadi tak tega terus membuat Naya mengurung diri di rumah.“Nay, kamu ada keinginan buat kerja lagi?” tanya Ghiyas sambil duduk di kasur.Ghiyas memandang Naya yang tengah asyik dengan buku bacaannya. Dan Naya segera mengalihkan pandangannya pada Ghiyas. Dia tersenyum dan menggeleng pelan.“Sebenarnya, Naya agak takut buat kerja di kantor. Tapi, menurut Mas gimana?” tanya Naya.“Kamu tahu, Mas enggak pernah ngelarang kamu bekerja, selama kamu enggak terpaku sama pekerjaan kamu.
“Kak, Kakak berarti keguguran udah dua kali dong, ya?”Ardan bertanya sambil menuangkan susu ke gelas dan menyodorkannya pada Naya yang duduk di meja makan sambil menatap ke arah televisi. Dia tengah menikmati acara kesukaannya di sana.“Iya,” jawab Naya seadanya.“Kak Ghiyas belum pulang, Kak?” tanya Ardan sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.“Belum, makanya Kakak minta kamu di sini dulu. Kamu kayaknya buru-buru banget,” ucap Naya.“Enggak juga. Cuman ... Kakak enggak takut apa sama Kak Ghiyas? Aku dengar dari Mama, katanya Kakak memang cuek banget sama Kak Ghiyas. Kak Ghiyas emang enggak pernah marah sama Kakak ya, kok pada bilang Kak Ghiyas baik banget?” tanya Ardan.Naya mengernyitkan dahinya. “Kamu sekenal apa sama kakak iparmu? Bahkan semua orang juga tahu Mas Ghiyas orangnya baik banget.“ Naya lantas terkekeh karena ucapan adiknya itu.“Mungkin memang