Hunter dan Rosalie melaju kencang, adu cepat di atas kuda, menikmati pagi yang cerah.“Mom, apa tidak bosan cuma mengekoriku di belakang? Ayo susul aku!” Hunter tertawa mengejek.“Tunggu saja!” Rosalie memacu kudanya lebih cepat. Keduanya tertawa menikmati adrenalin yang membanjiri aliran darah.Setelah puas balapan beberapa putaran, Hunter dan Rosalie sama lelah dengan kudanya. Mereka menarik tali kekang agar laju kudanya melambat. Rosalie menyejajari Hunter.“Jadi, bagaimana kabar Fernandez?” tanya Hunter dengan nada ceria.“Apa kau sesibuk itu sampai tidak bisa pulang ke mansion?” Rosalie tertawa ringan.“Bukankah kau tahu, Mom, aku melakukan ini agar Adrian dan Briella bisa dekat.”“Bagus, ngomong-ngomong soal Fernandez, dia sangat menggemaskan! Dia semakin pintar.”Hunter tersenyum, mengarahkan kudanya sedikit lebih dekat. “Oh wow, ceritakan lebih banyak! Apa yang dia lakukan?”Rosalie melirik ke belakang dengan senyuman cerah. “Salah satu momen favoritku adalah saat dia menemuka
Briella berdiri di depan cermin besar di ruang rias yang penuh dengan aroma parfum dan kosmetik mahal. Dia menatap refleksinya dengan tatapan kosong. Hari ini, dia harus menghadiri talk show bersama Adrian, dan meskipun David menjamin semua akan baik-baik saja, Briella merasa tersiksa oleh keputusan yang diambil untuknya.Seorang penata rias memoles wajah Briella dengan lembut, sedangkan seorang penata rambut menyisir rambutnya yang baru saja ditata dengan gaya santai tapi elegan. Briella mengenakan gaun kasual berwarna biru navy yang dipadukan dengan blazer putih longgar dan sepatu hak tinggi minimalis. Penampilannya terlihat sangat memukau, tapi ekspresi wajahnya sama sekali tidak mencerminkan kecantikan yang terpancar dari luar.“Tunggu, ini tidak benar. Aku tidak bisa melanjutkannya, David,” Briella merengut pada David ketika pria itu datang ke ruang rias.David tersenyum penuh percaya diri. “Percayalah, semuanya sudah diatur dengan sempurna. Kau akan terlihat luar biasa di talk s
“Aku pikir itu bukan ide yang baik,” tolak Briella halus. “Aku tidak ingin kehidupan pribadiku menjadi konsumsi publik.” Lanjutnya lagi sedikit memberikan penekanan di mana dia tak menyukai tawaran dari sang produser.“Briella, mohon dengarkan dulu,” kata produser dengan nada sabar. “Kami benar-benar percaya ini adalah kesempatan emas untukmu.” Produser itu terlihat jelas membujuk Briella agar menyetujui tawarannya.“Aku malah menganggap ini adalah kesempatan emas untuk perusahaan kalian mengeruk keuntungan,” sahut Briella sedikit sinis.Bukannya tersinggung, sang produser malah tertawa. “Betul sekali. Dengan tingginya rating talk show hari ini, aku semakin yakin kau adalah selebriti potensial. Ini merupakan simbiosis mutualisme. Kita berdua untung, pihak sponsor mendapatkan untung dengan banyaknya penonton yang antusias menunggu kemunculan kalian.”“Tidak, aku sudah bilang tidak!” Briella menjawab dengan tegas, menatap produser dengan mata yang dipenuhi kengerian. Lebih baik nonton f
Briella setuju ikut meeting bersama Adrian. Mereka duduk di ruang rapat dengan suasana tegang. Di meja, peta Eropa dan dokumen terbuka lebar. Sang produser, memulai presentasi.“Jadi, kita akan melakukan syuting pada akhir November di Salzburg, Austria,” kata Sofia, “Kemudian kita akan melanjutkan ke Jerman, Prancis, Swiss, dan Italia. Semuanya sudah diatur.”Adrian tersenyum tenang walau matanya tampak berbinar. Dia berusaha mengendalikan diri sebaik mungkin. “Salzburg, kota yang menarik. Aku sudah lama ingin mengunjungi kota itu.”Briella hanya mengangguk dengan wajah murung. “Satu bulan penuh meninggalkan Fernandez.”Sang produser memperhatikan Briella dengan cermat. “Briella, apakah ada yang bisa kami bantu untuk membuat perjalanan ini lebih nyaman?”Briella menghela napas, matanya menatap kosong. “Aku hanya memikirkan Fernandez. Ini bukan waktu yang tepat untuk meninggalkannya. Aku ... aku khawatir tentang apa yang akan terjadi saat aku pergi. Anakku masih begitu kecil. Aku tida
Hunter duduk di ruang kerjanya, memandangi layar TV yang menampilkan episode kedua reality show [Bagaimana Pasangan Bangsawan Menghabiskan Waktu Liburan] Pada tayangan perdana, Briella dan Adrian tampil memesona, dikelilingi oleh pemandangan mewah di berbagai lokasi di Austria. Akting Briella tampak natural. Sulit dipercaya matanya berbinar penuh cinta mengingat betapa antipati wanita itu pada acara ini sebelumnya. Sementara Adrian, jangan ditanya bagaimana lihainya dia memanfaatkan situasi untuk melakukan kontak fisik pada Briella, dari sekadar merapikan rambut yang tertiup angin, sampai memeluk mesra.Senyum puas muncul di wajah Hunter saat melihat rating acara yang meroket tinggi dan komentar positif yang membanjiri media sosial. Dia meraih ponselnya dan menekan nomor Richard Wright produser reality show tersebut.“Richard, selamat,” Hunter memulai percakapan dengan nada gembira, “Aku baru saja melihat tayangan perdana. Ratingnya luar biasa! Bagaimana tanggapan dari masyarakat?”“T
Perusahaan yang mensponsori pelayaran Briella dan Adrian di Danau Constance adalah perusahaan yacht mewah Pearl of the Sea. Perusahaan itu memiliki permintaan agar Briella dan Adrian menunjukkan fasilitas apa saja yang diberikan jika konsumen menggunakan yacht ini.Sutradara mengarahkan Briella melangkah dengan anggun melalui dek yang bersih dan mengkilap. Kamera menyorot setiap gerak-gerik mereka, menangkap suasana mewah yang membalut setiap inci kapal. Briella tersenyum lebar, berusaha memberikan kesan terbaik saat mereka mendekati salon pribadi yang terletak di bagian atas yacht.“Selamat datang di salon pribadi kami,” ujar Briella dengan semangat, membuka pintu yang menampilkan interior berkilau. Salon itu dipenuhi furnitur berlapis sutra berwarna emas dan perak, dengan cermin besar di sekeliling dindingnya. Lampu kristal menggantung anggun dari langit-langit, memantulkan cahaya lembut ke seluruh ruangan. Kursi-kursi yang empuk dan meja marmer menambah kesan mewah yang menenangkan
Keringat yang membanjiri tubuhnya membuat Adrian terbangun keesokan paginya. Dia ingat semalam tidur dalam keadaan demam. Kepalanya masih pusing, tapi suhu tubuhnya sudah lebih dingin. Perasaan hangat yang aneh menyebar di sekujur tubuh Adrian. Matanya yang masih setengah terpejam memandang Briella yang sedang tidur pulas di sampingnya. Tubuh mereka bersentuhan, dan Adrian terkejut sekaligus merasa gairahnya terbangkitkan saat menyadari bahwa mereka telanjang. Briella, dalam tidurnya yang tenang, memeluknya erat. Napasnya yang lembut mengalir di leher Adrian, menciptakan rasa nyaman yang sulit dijelaskan.Hatinya berdebar keras, dan dia menatap bibir ranum Briella yang merah dan setengah terbuka. Keinginan untuk mencium bibir itu sangat kuat, tapi Adrian menahan diri. Dia tidak ingin Briella terbangun dan membencinya karena tindakan impulsifnya.Dengan lembut, Adrian merengkuh wajah Briella, mengelus pipinya dengan ujung jari yang penuh kasih sayang. Dia merasakan betapa embut kulit B
Di tepi Danau Constance yang berada dalam wilayah negara Swiss, Produser sudah menunggu di restoran mewah. Dia tampak semeringah menyambut kedatangan Briella, Adrian, serta kru TV dan sengaja memilih restoran dengan suasana yang elegan. Musik klasik lembut mengalun di latar belakang, menambah kesan tenang dan mewah.Pelayan mempersilakan Briella, Adrian serta para kru duduk di meja yang sudah direservasi. Setiap meja sudah dilengkapi dengan gelas kristal berisi minuman selamat datang yang berkilau.“Selamat datang, Briella, Adrian, dan kru! Malam ini kita merayakan keberhasilan acara kita,” kata Produser ceria, mengangkat gelasnya. “Ayo kita bersulang merayakan kerja keras kita!”“Benarkah?” tanya sang Sutradara.“Ya! Rating acara kalian sangat tinggi. Bahkan beberapa perusahaan sudah mengantri, berminat mensponsori season selanjutnya,” jelas sang produser dengan semangat.“Aku tidak menyangka. Sukses untuk kita semua.” Sang produser mengangkat gelas.Briella dan Adrian ikut mengangka
Satu tahun kemudian …Sesampainya di rumah sakit, Adrian merasakan detak jantungnya semakin cepat. Langkah-langkahnya yang biasanya mantap kini terasa berat, seolah-olah setiap langkah membawa beban kekhawatiran yang tak terukur.Ruang bersalin berada di ujung koridor, tapi jarak yang harus ditempuhnya terasa seperti berpuluh-puluh mil. Cahaya lampu yang seharusnya menenangkan justru tampak suram di matanya. Dia tak bisa berpikir jernih—yang ada hanya ketakutan akan apa yang mungkin terjadi di balik pintu ruang bersalin itu.Saat akhirnya Adrian tiba di depan pintu, dia menemukan Rosalie sedang duduk di kursi tunggu. Wajah wanita paruh baya itu tampak pucat meski dia berusaha menyembunyikan kecemasannya. Rosalie yang melihat Adrian mendekat, dia berdiri dan mencoba tersenyum, tapi kegelisahan tetap terpancar di matanya.“Bagaimana keadaannya?” tanya Adrian dengan nada cemas, suaranya bergetar meski dia berusaha terdengar tegar.Rosalie mendekatinya, menyentuh lengannya dengan lembut.
Senyum seringai Adrian terbentang begitu saja setelah mendengar ucapan istrinya. Dia menarik Briella mendekat, tangan Adrian yang kuat meluncur ke bawah punggungnya. Mencengkeram bokong Briella yang membulat.Tanpa keraguan Adrian menekan batangnya yang keras ke arah kewanitaan si istri. Briella tersentak senang saat Adrian menggesek miliknya. Pria tampan itu menangkup pipi Briella, menghadiahkan ciuman lapar sehingga bibir mereka terkunci dalam ciuman yang penuh nafsu.Briella melepaskan ciuman itu, terengah-engah. “Adrian,” bisiknya, matanya berkilauan karena hasrat. “Kumohon segeralah masuk. Aku membutuhkanmu.”“Aku juga membutuhkanmu, Sayang,” jawab Adrian serak.Ciuman penuh gairah mereka semakin dalam, dan tangan mereka menjelajahi tubuh masing-masing. Membelai setiap inci. Adrian menangkup payudara penuh Briella, menggoda putingnya yang mengeras dengan ibu jari.Briella mengerang, melengkungkan punggung ke arah Adrian. Dia mengusap dada suaminya, turun ke perut Adrian yang liat
Briella tersenyum lembut, matanya berkaca-kaca. “Jangan khawatir, ini air mata bahagia. Kau ... kau sering kali kasar, terburu-buru. Tapi sekarang, setiap sentuhanmu penuh cinta, penuh perhatian. Kau benar-benar telah berubah, Adrian.”Ini bukan pertama kali bagi Briella disentuh Adrian sejak mereka kembali bersatu. Sentuhan Adrian sekarang penuh dengan kelembutan dan penuh cinta. Berbeda dengan dulu yang penuh nafsu seakan dirinya adalah budak seks.Mata Adrian melembut, dia menarik Briella lebih dekat, mengecup dahinya dengan lembut. “Aku menyesali banyak hal, Briella. Dulu aku terlalu dibutakan oleh amarah dan dendam, tapi sekarang aku hanya ingin kau merasakan betapa aku mencintaimu, betapa berartinya dirimu bagiku. Aku tidak akan pernah menyakitimu lagi.”Kata-kata Adrian yang tulus itu menusuk hati Briella, membuatnya tidak bisa menahan air mata yang mulai mengalir di pipinya. Ini adalah air mata kebahagiaan, air mata yang berasal dari perasaan mendalam bahwa cinta sejati mereka
Malam itu, suasana ruang makan terasa tegang. Adrian duduk di ujung meja, tatapannya kosong dan mulutnya terkunci rapat. Briella yang duduk di sebelahnya mencoba tersenyum, tapi ketegangan Adrian begitu nyata hingga seluruh ruangan terasa sunyi. Hunter, yang duduk di seberang meja, langsung membaca situasi.“Nandy, bagaimana kalau sabtu besok kita pergi ke peternakan?” Hunter menawarkan dengan nada riang, mencoba mencairkan suasana. “Paman akan mengajarimu cara berkuda, dan kita bisa memerah susu sapi langsung dari sapinya. Bagaimana?”Mata Fernandez langsung bersinar mendengar tawaran Hunter. “Benarkah, Paman? Aku mau! Aku mau!” serunya dengan antusias, tapi dia segera menoleh pada Briella. “Tapi Mommy ikut juga, kan?”Hunter terkekeh pelan, lalu menggelengkan kepalanya. “Kali ini hanya kita, sesama pria yang pergi, Nandy. Mommy akan menunggu di sini.”Fernandez mengerutkan kening, tampak tidak puas dengan jawaban itu. “Tapi aku mau Mommy ikut bersama kita, Paman.”Adrian tampak sema
“Mommy, aku suka sup ini. Rasanya creamy.” Fernandez tampak senang dengan kehadiran kembali ibunya. Bocah itu selalu menempel pada Briella, dan bersikap manja. Sejak pulang sekolah, dia meminta Briella menyuapinya, padahal anak itu sebelumnya terbiasa mandiri dan makan sendiri.“Apa kau mau tambah lagi supnya, Nandy?” tanya Briella lembut, seraya menatap putranya dengan penuh kasih sayang.“Tidak, Mommy. Aku sudah kenyang. Apakah Mommy bersedia membantuku mengerjakan pekerjaan rumahku?” pinta Fernadez.Briella mengangguk dan tersenyum. “Tentu, Sayang.”Malam ini, sikap manja Fernandez tidak juga berakhir. Sehabis makan malam, dia meminta Briella membantunya mengenakan piama. Di kamar mereka yang luas dan nyaman, Adrian duduk di tepi tempat tidur, menatap Briella yang sedang membantu Fernandez mengenakan piyama. Briella tersenyum lembut, matanya penuh kasih sayang saat putra kecil mereka, duduk di pangkuannya, sudah siap untuk tidur.“Nandy, ayo tidur, Sayang.”“Mommy mau ke mana?”“Mo
Adrian dan Briella tersenyum hangat melihat Fernandez berlari-lari di tamn, bersama dengan pengasuh. Pasangan itu duduk di kursi taman bersama dengan Rosalie dan Hunter. Tampak semua orang bahagia melihat Fernadez yang bermain dengan riang penuh kegembiraan.“Aku sudah lama sekali tidak melihat Fernandez sebahagia ini,” ungkap Hunter jujur.Menghilangnya Briella, selalu membuat Fernandez menjadi muram. Tidak jarang Fernandez menangis setiap kali merindukan Briella. Tiga tahun Briella menghilang, bukan waktu yang sebentar. Bukan hanya Fernandez yang murung sejak Briella menghilang, tapi Adrian, Hunter, dan juga Rosalie sangat terpukul. Apalagi yang mereka tahu adalah Briella dibunuh Felix dengan kejam. Hal tersebut menjadi pukulan berat di keluarga Maven.“Aku akan pastikan Nandy terus merasa bahagia, Hunter. Aku akan selalu di sisi putraku,” ucap Briella tulus, dan penuh kehangatan.Adrian membelai rambut Briella. “Ya, Sayang. Nandy akan selalu merasa bahagia. Kau sudah kembali. Kebah
Hunter memanfaatkan jaringannya di kepolisian untuk mengusut tuntas masalah penculikan ini. Saat tahu anak wali kota diculik, polisi segera bergerak cepat menyelidiki. Semua bukti sudah jelas, anak buah Felix Jorell adalah dalang di balik penculikan anak wali kota Vienna.Hunter, yang duduk di seberang meja, tersenyum puas. “Polisi sudah melaporkan pada walikota kalau anaknya diculik,” katanya sambil menyandarkan punggung ke kursi dengan riang, menunggu kabar selanjutnya.Adrian mengangguk. “Seorang wali kota tentu saja tidak akan membiarkan ini berlalu begitu saja. Felix sudah membuat langkah terburuk dalam hidupnya.”Hunter tertawa kecil, membayangkan akibat dari kekonyolan anak buah Felix. “Dia pikir dia bisa mengancam kita dengan menculik Fernandez, tapi lihat apa yang terjadi. Felix pasti sedang menggigit jarinya di penjara saat ini.”Hanya dalam waktu beberapa jam setelah polisi melaporkan penculikan putra sang walikota, dampaknya langsung terasa. Seorang wali kota tentu memilik
Briella duduk di ruang tamu yang megah, menikmati aroma manis pie apel yang baru saja dipotong. Ini adalah momen yang sangat langka dan berharga baginya. Setelah tiga tahun diculik dan ditawan oleh Felix, akhirnya dia bisa merasakan kebebasan. Dia kini dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya, Adrian, Fernandez, Hunter dan Rosalie.“Pie ini benar-benar enak, Mom. Aku tidak tahu kapan terakhir kali aku bisa duduk santai seperti ini, bersama keluarga,” ucap Briella sambil tersenyum, mengambil potongan pie apel kedua.Rosalie, yang duduk di seberang meja, tersenyum hangat. “Kau pantas mendapatkan kebahagiaan ini, Briella. Setelah semua yang kau lalui, aku harap hidupmu akan terus dipenuhi cinta dan kedamaian,” balasnya sambil menyesap teh dari cangkir porselen.Briella mengangguk pelan, menikmati setiap kata Rosalie. “Aku tidak tahu bagaimana aku bisa bertahan kalau bukan karena kalian semua. Tiga tahun bersama Felix … itu seperti mimpi buruk yang tak pernah berakhir.”“Kami semua
Ruangan interogasi terasa pengap dengan cahaya lampu terang yang menyilaukan langsung ke wajah Felix Jorell. Dua orang polisi duduk di depannya, satu dengan ekspresi datar, sementara yang lain mencatat setiap kata yang keluar dari mulutnya. Di sudut ruangan, alat pendeteksi kebohongan dengan sensor-sensornya terpasang di tubuh Felix, mengukur detak jantung dan tekanan darah setiap kali dia berbicara.“Kapan tepatnya Anda mengenal Briella Maven?” Polisi pertama mulai membuka percakapan dengan suara rendah namun tegas.Felix menghela napas panjang seolah sedang mengingat. “Aku pertama kali bertemu dia di acara jumpa fans film Blind Devotion. Dia sangat ramah, manis, dan kami mulai sering bertukar pesan setelah itu.”Polisi pertama itu menatap Felix tanpa berkedip. “Dan apa yang terjadi setelah itu?”Felix tersenyum tipis, matanya tampak mencoba meyakinkan. “Aku sering mengirimkan hadiah padanya. Bunga, cokelat, bahkan perhiasan yang mahal. Aku sering mengajak keluar ke restoran. Briella