Kekesalannya justru membuat wanita itu menangis, dia benar-benar bingung dengan Damar yang tidak peka dan terus bertanya. Bahasa tubuhnya sudah jelas, tapi mengapa sang pria seolah tidak paham? "Lama-lama aku lelah Damar! kamu bodoh apa hanya pura-pura bodoh, sehingga tidak melihat bahasa tubuhku?" Kania meluapkan isi hatinya, bahkan anak kecil saja bisa tau bahasa tubuhnya. "Maafkan aku." Hanya kata maaf yang keluar dari mulut Damar sementara Kania mengharapkan ucapan lebih. Tapi.... Wanita itu mencoba menenangkan diri mengingat Damar dalam keadaan sakit. "Baiklah maaf diterima." Ujung bibir pria itu tertarik sempurna, dia cukup yakin apabila Kania menyimpan rasa untuknya. Tak ingin Damar semakin sakit, wanita itu kembali memintanya istirahat, dia ingin keluar sebenar untuk membeli minuman maupun makanan untuk Sang pria. "Tetaplah disini menemani aku Kania." Pinta Damar. "Aku cuma beli makanan dan minuman sebentar nggak lama kok," bujuk Kania. Meski hatinya dibuat
Mata wanita itu terbelalak sempurna, dengan senyum bahagia dia menatap Damar. "Apa Damar, kamu bilang apa?" Sekali lagi dia ingin mendengar pernyataan cinta Damar. "Aku mencintaimu." Dan sekali lagi dia mengucapkan kata cintanya. "Ulangi lagi Damar." Pintanya. "Aku mencintaimu, aku mencintaimu Kania." Sampai dua kali dia mengucapkan kata cintanya.Dengan mata yang berkaca Kania segera memeluk Damar, dia amat sangat bahagia karena akhirnya pria pujaannya mengungkapkan perasaannya. Namun sesaat kemudian pria itu melepas pelukannya, "Tunggu, bagaimana dengan kamu Kania. Apa kamu juga memiliki perasaan yang sama?" Kania mengangguk, "Bodoh kenapa masih bertanya, jelas lah aku memiliki perasaan yang sama jika tidak untuk apa aku disini." Kata Kania. Kemudian wanita itu kembali memeluk Damar dan dia juga membalas ungkapan perasaan kekasih barunya itu. "I Love you Damar."Saat bersamaan pintu terbuka, Rangga yang ponselnya tertinggal harus kembali lagi dan dia lah satu-satunya saksi
Wajah Kania memucat, apa dia katakan saja yang sebenarnya? atau disembunyikan saja hubungan mereka? Entahlah.... Wanita itu tetap bergeming hingga ucapan sang Papa mengejutkan dirinya. "Sebenarnya Papa ingin menjodohkan kamu dengan Pak Rangga." Deg Jantung Kania yang awalnya baik-baik saja kini berpacu dengan cepat, sehingga matanya turut membuka sempurna. "Apa!? dijodohkan dengan Rangga? CEO siputra Group itu?" Suara Kania sedikit meninggi mengiringi keterkejutannya. "Iya, dia hampir mirip dengan Arga. Lagipula kemarin Papa juga sudah bicara dengan papanya." Jelas sang Papa. Jika dilihat dari ekspresi dan raut wajah jelas Papa Kania lebih setuju apabila sang anak bersama Rangga daripada dengan Damar. Tapi Kania menolak keinginan sang Papa, dia baru saja jadian dengan Damar jadi bagaimana mungkin dia bersedia dijodohkan dengan Rangga. "Kania tidak bisa Pa." Tuturnya kemudian. Jawaban Kania membuat papanya kecewa, "Apa penolakan kamu ini karena Damar?" Papa Kania sud
Pagi itu Kania sibuk berkutat di dapur, dia sengaja menyiapkan makanan untuk kekasih tercintanya yang kini berada di rumah sakit. Kotak bekal makanan siap di meja makan tentu hal ini mengundang pertanyaan sang Papa. "Bekal makanan ini untuk siapa?" Kania tersenyum menatap sang papa. "Untuk Damar Pa, sebelum ke kantor Kania mau jenguk dia terlebih dahulu." Pria paruh baya itu agak kesal mendengar jawaban sang anak. "Apa kamu yakin dengan Damar Kania?" Sang papa juga menatap balik sang anak. Seraut wajah nanar mencuat, dia mencintai Damar tentu dirinya yakin bersama pria itu. "Seratus persen Pa, Kania mencintainya." Sebagai orang tua tentu sang papa menginginkan yang terbaik untuk sang anak tapi apabila sang anak menolak, sang Papa pun tidak bisa apa-apa selain mendoakan. "Meskipun begitu Papa harap kamu bisa berpikir kembali Kania, Rangga jauh lebih baik dari Damar." Ujar sang Papa yang kemudian pergi meninggalkan makanan yang baru dimakan sedikit. "Pa, maafkan Kania.
Sepanjang perjalanan Lalita terus saja tertawa melihat ekspresi sang suami, baru begini saja sudah bingung setengah mata lantas bagaimana apabila dirinya melahirkan nantinya? "Mas Mas, malu sama dokternya." Lalita menggelengkan kepala. Arga masa bodoh, memangnya malu kenapa toh mereka juga sudah menikah. Kini mereka fokus dengan pandangan mereka masing-masing hingga suara Lalita terdengar. "Mas aku masuk kerja ya, bosan aku di rumah. Lagipula kan hanya kontraksi biasa." Dengan tatapan memohon Lalita meminta Arga mengijinkannya bekerja. Tatapan maut pria itu lempar, sudah terlihat apabila dia tidak setuju dengan keinginan sang istri. "Aku tidak mau ambil resiko, di rumah saja istirahat!" Ucapannya bak harga mati yang tidak bisa dibantah sehingga Lalita diam menunduk, menurut apa yang suaminya ucapkan. Usai mengantar Lalita pulang, Arga bergegas berangkat karena dirinya sudah sangat telat. Pekerjaan hari ini sangat banyak, ketidakhadiran sekertaris maupun asistennya membuat
Kata-kata marah hilang sudah, bahkan rasa kesal yang sedari tadi bergejolak di dada tak tau kemana. Kini hanya ada rasa nikmat yang terus sang pria berikan. Kecupan lembut berubah menjadi pautan panas yang membuat keduanya hanyut dalam nafsu. Kania meremas tangannya yang berkeringat, aktivitas mereka cukup membuat suhu tubuh naik drastis meski ada AC mobil yang terus menyala. Mata Kania terpejam, dia begitu menikmati setiap kecupan, bahkan lidahnya turut bermain beriringan dengan lidah sang kekasih. Nafas terus memburu seiring aktivitas mereka sehingga selang berikutnya Damar mengakhiri pautannya. Keduanya saling diam, sambil mengatur nafas masing-masing. "Kamu kenapa nggak bilang-bilang?" Protes Kania malu-malu sambil mengusap sisa saliva di bibirnya. "Kalau bilang belum tentu kamu mau," sahut Damar dengan malu-malu pula. "Pasti mau lah Damar." Spontan Kania keceplosan. Wanita itu memukul kecil kepalanya, menyipitkan mata merutuki kebodohannya. 'Apa yang aku kata
Tak kunjung mendapatkan balasan, Direktur keuangan itu memutuskan kembali ke ruangannya. Pria paruh baya itu berpikir mungkin Sang anak ikut dinas luar CEO. Di ruangannya setelah usai makan siang, Kania dan Damar kembali bekerja. Damar yang terbiasa kerja cepat dan fokus nampak tak menghiraukan Kania yang justru tak fokus, kedua netra Sang kekasih terus saja menatap Damar. "Dia sungguh tampan." Manager itu berbicara dalam hati sambil terus menatap atasannya. Tau apabila sang kekasih terus menatapnya, Damar pun berkomentar. "Pekerjaan tidak akan mungkin selesia apabila kamu terus menatap aku Kania." Terlihat Kania tersentak kaget, sejurus kemudian dia mulai membuka laptop miliknya. Melihat Kania, bibir Damar tertarik. Sungguh menggemaskan sekali kekasihnya. "Jika tidak di kantor pasti sudah aku cium dirimu." Keduanya kini fokus dengan pekerjaan masing-masing hingga tak jam pulang telah datang. Damar yang masih ada urusan bersama Arga meminta Kania untuk pulang terlebih
"Aku bukan pria brengsek yang suka mempermainkan wanita Kania!" Suara dingin Damar mencuat. Tatapan Damar yang kian menajam membuat wanita itu sedikit ketakutan. "Jika tidak kenapa tidak mau menemui Papa." Tanpa berani memandang mata sang kekasih Kania mengutarakan protesnya. Damar hanya bisa menghela nafas, bukan tidak mau hanya saja dia harus mempersiapkan segalanya dahulu, dia yakin apabila Papa Kania meminta dirinya untuk segera melamar. "Bukannya tidak mau Sayang, tapi tunggulah sebentar." Damar berusaha membujuk Kania. "Hanya bertemu saja apa sih susahnya!" Manager itu memberengut membuat Damar semakin frustasi akan sikapnya. "Baiklah nanti aku akan datang ke rumah." Akhirnya Damar setuju datang ke rumah Kania, meski dia tak tau jawaban apa yang akan diberikan kepada kedua orang tua Kania. Wajah memberengut perlahan berubah, terlihat Kania begitu bahagia sehingga tanpa sadar dia memeluk Damar dengan erat. "Makasih Damar, kamu memang terbaik." "Sama-s