Selamat Malam kak, gimana kabarnya? Semoga baik Ya. Semoga Arga dan Lallita setelah ini bersatu ya kangen masa masa manis mereka, hehe. Selamat membaca Kak, semoga suka sama ceritanya
“Kenapa?” Dengan raut sedih Lalita bertanya. Arga melemparkan tatapannya, dia beranjak dari tempat duduk kemudian membelakangi sang istri. “Tidak perlu aku jelaskan alasannya.” Wanita itu tersenyum ketir, dengan bibir bergetar Lalita berbicara. “Kenapa anda membuat saya bingung Pak, bukankah sudah ada Nona Kania?” Mendengar kalimat itu, Arga pun membalikkan badan menatap Lalita dengan tatapan nanar. “Aku dan dia tidak ada hubungan apa-apa.” “Saya harap anda memikirkan lagi keputusan anda,” sahut Lalita. Sepanjang malam Arga terus memikirkan ucapan istrinya, rasa cinta yang dia klaim sebagai rasa aneh terus menyebar ke dalam tubuhnya dan terus membuatnya plin plan, tak sadar akan tindakannya yang terus melukai Lalita. Di pagi harinya seperti biasa mereka berangkat berdua. Dan ketika hampir sampai di tempat biasa Lalita turun, melihat gelagat sopir yang akan menghentikan mobil, Arga bertitah sebaliknya. "Jalan saja terus.""Tapi, Pak...." Meski geram dengan sikap Arga
Di dalam mobil Rangga, Lalita terdiam sembari menatap luar jendela. Dirinya sungguh lelah dengan sikap Arga, antara tindakan dan ucapannya tidak pernah sinkron. Rangga sesekali menatap Lalita yang nampak sedih itu. “Apa kamu memikirkan Arga?” Tanya Rangga. Mendengar pertanyaan Rangga, Lalita pun menoleh. Dia tersenyum. “Tidak Pak Rangga.” Ucapnya berbohong. Wanita itu kembali melemparkan tatapannya setelah menjawab pertanyaan Rangga. “Bagaimana bila kita jalan-jalan dulu?” Tawaran Rangga kembali membuat Lalita menoleh, sebenarnya dia enggan jalan-jalan tapi…. daripada pulang cepat dan bertemu Arga lebih baik dia menerima tawaran Rangga. “Baik Pak,” sahut Lalita. “Kamu ingin jalan-jalan ke mana?” Pria itu kembali bertanya. Lalita nampak berpikir, “Ke mana ya….” Hingga beberapa saat kemudian dia berbicara, “Kita ke pekan Raya saja Pak.” Rangga mengerutkan alisnya, Pekan Raya? “Kamu suka ke Pekan Raya?" Dengan ekspresi heran. “Suka Pak, karena di Pekan Raya apa-apa ada.” Samb
"Apa?" Lalita nampak terkejut dengan apa yang dia dengar barusan.Bahkan wanita itu hampir tidak percaya dengan apa yang barusan dia dengar, bagaimana mungkin Rangga mencintainya.Sementara Lalita tengah bingung, Rangga justru tersenyum. "Apa kamu bisa mencintaiku Lalita?"#####Di sofa Lalita nampak melamun, permintaan Rangga benar-benar membuatnya bingung harus bagaimana? Ingin menolak tapi Rangga selalu ada buatnya, Rangga juga lah yang selalu ada ketika Arga menyakitinya."Kenapa jadi rumit begini?!" Lalita memegangi kepalanya.Saat bersamaan Arga datang, melihat buket bunga membuat amarah yang sempat teredam kini mencuat kembali."Apa ini bunga dari Rangga?" Tatapannya sinis, wajahnya juga nampak merah.Helaan nafas terdengar, dirinya yang sangat bingung kini harus mendapatkan pertanyaan menyudutkan dari suaminya. "Iya Pak." Dua kata pengakuan dari Lalita semakin mengobarkan api amarah CEO itu."Beraninya kamu membawa bunga pemberian lelaki lain ke rumah, Lalita, ingatlah kamu a
Kalimat Arga terhenti, pria itu meragu. Tatapannya mengarah ke Lalita yang sudah menatapnya, tatapan istrinya sungguh sendu. Apa Arga akan mengungkap statusnya? Disaat dirinya tengah bingung, Rangga menanti kelanjutan kalimatnya, dia penasaran dengan apa yang akan Arga sampaikan. "Lalita adalah apa Arga?" Arga hanya diam, kebingungannya semakin kentara. "Jika tidak ada yang ingin kamu sampaikan biarkan aku dan Lalita pulang," kembali Rangga berkomentar. Komentar Rangga membuatnya tertantang, tanpa pikir panjang dia menaikkan tangan Lalita dan tangannya. Terlihat dua cincin indah yang melingkar di jari manis mereka. "Kamu tahu kan Rangga, apa artinya ini?" Melihat cincin kawin mereka membuat Rangga sangat syok, tubuhnya terhuyung ke belakang. "Tidak mungkin Arga," ucapnya lirih. Rangga berucap demikian bukan tanpa alasan, dia cukup paham dengan sahabatnya itu, pria dingin yang tidak pernah menunjukkan ketertarikan kepada wanita tiba-tiba menunjukkan cincin kawin. Sej
"Maaf saya telat."Rangga masuk ruangan Arga dengan senyum sumringah, sedikit pembicaraan yang dia dengar tadi membuatnya bahagia dan saking bahagianya pria itu nyaris tidak bisa menyembunyikannya.Melihat wajah sumringah sahabatnya membuat Arga curiga bahkan pikiran negatif mulai muncul di kepalanya, "Dia sangat bahagia apa jangan-jangan....." Arga bermonolog sendiri dalam hati.Selang Rangga duduk, Arga berdiri dia ijin sebentar karena harus menghubungi seseorang.Diluar ruangannya Arga mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi sang istri, memastikan dimana istrinya saat ini."Kamu dimana?" Kalimat pertanyaan Arga segera lontarkan begitu Lalita menerima panggilannya."Saya di bawah bersama Mario Pak."Ada rasa lega, berarti istrinya dan Rangga tidak bertemu di rooftop seperti waktu itu.Pria itu kembali dengan perasaan lega, ternyata dia over thinking dengan rasa bahagia Rangga.Namun rasa leganya tidak bertahan lama setelah Lalita masuk ruangan, terlihat tatapan Rangga tertuju pada L
"Kenapa anda berpura-pura di depan Pak Rangga Pak?" Dengan tatapan heran Lalita menatap sang suami. "Aku memiliki alasan sendiri," sahut Arga. Lalita hanya bisa menghela nafas, ada rasa bersalah kepada Rangga tau bila maksud Arga untuk menyakiti Rangga dia pasti tidak akan mau mengikuti rencana suaminya itu. Malam itu Arga nampak sibuk di ruang kerjanya, entah apa yang dia kerjakan hingga larut malam pria itu masih di ruang favoritnya itu. Sementara Arga sibuk, Lalita terus memikirkan Rangga, rasa bersalahnya semakin menjalar kuat membuat matanya enggan mau terpejam. Saat pikirannya ramai akan rasa bersalah, terlihat Arga masuk dengan membawa berkas. "Kamu belum tidur?" tanya Arga heran. "Tidak bisa tidur Pak," sahut Lalita. Arga kemudian duduk di samping Lalita, dia memberikan berkas yang dibawanya. "Perjanjian kita yang baru." Lalita nampak heran, perjanjian baru? tangannya pun membuka satu persatu berkas itu. Kedua matanya membualt sempurna melihat isi dari berka
"Tidak penting Lalita," sahut Rangga. Wanita itu menghela nafas, apa sebaiknya dia mengatakan yang sebenarnya kepada Rangga? Saat dia dalam kebingungan suara Rangga mengejutkannya. "Lalita." "Iya Pak." Dia menatap Rangga dengan tersenyum. "Memang kami menikah kontrak Pak." Mendengar jawaban Lalita pria itu kembali bertanya, "Apa kamu mencintai Arga?" Tatapannya berubah sendu, dia sendiri tidak tahu apa yang dia rasakan, tapi ketika Arga dekat dengannya wanita itu merasa nyaman. Senyuman ketir perlahan kentara, "Saya tidak tau Pak, tapi saya tidak suka apabila dia dekat dengan wanita lain, saya selalu menunggunya ketika dia pulang malam, saya juga khawatir ketika dia sakit dan masih banyak lagi keanehan lainnya." Jawaban Lalita cukup membuat Rangga sadar, bahkan pria itu tidak bisa lagi melanjutkan perasaannya. "Dia sering menindas saya tapi saya tidak membencinya." Lalita tertawa merutuki keanehannya. "Saya aneh kan Pak Rangga." Meski hatinya cidera tapi Rangga
Lalita terus memikirkan ucapan Arga di mobil, apa sudah saatnya dia memberikan mahkotanya? "Tidak, aku masih takut. Katanya sakit sekali." Wanita itu bermonolog dengan dirinya sendiri. Perlahan wanita itu membalikkan badannya menatap Arga yang sudah terlelap dalam tidurnya. "Apa anda benar-benar menginginkan hal itu???" ##### "Arga, Papa mengundang kamu untuk makan malam sekalian ada yang ingin beliau sampaikan ke kamu." Kania menyampaikan pesan papanya. Arga dengan tegas menolak, dia mengatakan bila ada yang disampaikan cukup disampaikan di kantor saja tanpa tidak usah bertele-tele seperti ini. Raut wajah sedih Kania mencuat, wanita itu bergeming hingga sekian detik kemudian dia berbicara, "Apa kamu tidak menganggap kami keluarga lagi Arga?" Pria itu nampak menghela nafas, dia hanya tidak ingin istrinya kecewa seperti beberapa waktu yang lalu. "Mengertilah Kania, aku dan Lalita sudah menikah." Wanita itu tersenyum ketir, dia sebenarnya sudah tahu apabila Arga dan Lalita
Siang itu Lalita keluar kamar untuk bersantai sejenak di taman, kepura-puraannya cukup melelahkan serta membosankan sehingga siang itu dia ingin bersantai sejenak. Baru saja dia memetik bunga mawar, terlihat Lili berjalan ke arahnya. "Apa yang ingin wanita jahat ini lakukan." Gumam Lalita. Raut wajahnya seketika berubah, tapi buru-buru Lalita mengubahnya kembali ke settingan senang. "Eh Lili," Dengan tersenyum dia menyapa Lili. "Hai Lalita." Balas Lili. "Kamu tampak bugar sekali." Lili berbasa-basi dengan berucap demikian. Lalita menatap Lili, 'Jelas bugar, baru saja disiram.' Batinnya yang masih menunjukkan sederet gigi putihnya. Lili turut memetik bunga mawar, dia ingin meniru apa yang Lalita lakukan. Saat bersamaan, Lalita menerima panggilan telpon dari Arga. Pria itu meminta Lalita untuk memikirkan hadiah apa yang cocok untuk Damar dan Kania. "Astaga Mas, bisa-bisanya aku lupa kalau mereka akan menikah." Wanita itu baru ingat. "Nanti aku pikirkan hadiahnya
Di dalam kamarnya Lili menangis, setelah kelelahan harus jalan dari depan Kompleks ke rumah, kini Arga kembali mempermainkannya dengan drama kopi. "Apa kurangnya aku Arga! Kenapa kamu tidak menghargai apa yang telah aku lakukan untukmu!" Wanita itu berteriak sambil membuang bantalnya.Tidak ada yang salah dengan apa yang dilakukan tapi ambisinya lah yang salah. Hanya demi hasrat terlarang, dia tega mencelakai sepupunya. Seandainya Lili sadar akan keadaannya serta tahu diri jika dia hanya menumpang mungkin mereka bisa berteman baik dan menjadi keluarga yang baik pula. Keesokan harinya wanita itu terlihat tak bersemangat, selain kurang tidur Lili juga kelelahan sehingga membuat tubuhnya lemah Ketika Lili keluar kamar dia sudah melihat Arga duduk di sofa sambil meminum kopi. Dia mengira itu adalah kopi buatannya semalam tapi yang tanpa Lili tahu kopi itu baru saja dibuat oleh Lalita. "Pagi Arga," sapa Lili dengan senyum mengembangnya."Kemarin aku masuk kamar, niatku menunggumu di
Malam semakin larut Arga dan wanita memutuskan untuk pulang.Sesampainya di rumah, Lalita meminta Arga masuk terlebih dahulu memastikan keberadaan Lili. "Ah merepotkan sekali!" Gerutu pria itu. Sebenarnya Arga sudah muak kucing-kucingan seperti ini tapi dia tidak memiliki pilihan lain selain melakoni aktingnya sebelum kebusukan Lili terbongkar. "Ayolah Mas." Lalita memelas. "Baik Sayang," lalu keluar dari mobil. Pria itu berjalan menuju kamarnya, untung saja Lalita memintanya masuk terlebih dahulu jika tidak pasti akan kepergok Lili yang kini duduk di sofa."Apa yang kamu lakukan?" tanya Arga menatap Lili dengan tajam."Perut aku sakit Arga karena tadi aku berjalan dari depan Kompleks sampai ke rumah," Dia memasang raut wajah sesedih mungkin untuk menarik simpati Arga. Dari awal Arga yang sudah memperkirakan semuanya hanya bisa terdiam sambil menahan tawa dalam hati. 'Wanita bodoh' batinnya dengan menatap Lili. "Kenapa kamu tidak menghubungi sopir untuk menjemput?" Seolah tak t
Pulang dari kerja Arga langsung masuk ke dalam kamar tapi sesaat kemudian dia keluar dengan marah-marah."Terus saja tidur, nggak usah mempedulikan aku!" Suara keras Arga membuat Lili yang duduk tak jauh dari tempatnya segera bangkit dan mendekat. Kemarahan Arga menjadi kesempatan Lili untuk mendekati sepupunya itu."Ada apa Arga? kenapa marah-marah." Suaranya dibuat selembut mungkin agar Arga terpesona. "Aku heran sama Lalita! kerjaannya tidur terus, apa dia tidak memikirkan aku yang baru pulang!" jawab Arga yang masih menunjukkan raut marahnya. Lili menyunggingkan senyuman licik dia berhasil membuat Arga memiliki asumsi buruk kepada Lalita."Entahlah Arga aku terkadang juga heran bahkan aku sudah menasehatinya untuk tidak tidur di saat kamu pulang. Tapi kelihatannya istri kamu suka sekali dengan tidur." Lili terlihat memprovokasi, menjelekkan Lalita di depan Arga. "Aku juga hamil tapi tidak seperti Lalita yang malas." Ucapnya kemudian."Iya dia sangat pemalas bahkan tidak peduli
Lili dan Arga turun bersama, dan sesampainya di ruang makan Arga nampak mengerutkan alis ketika melihat hidangan yang tersaji di meja makan."Makanan apa yang kamu masak untuk aku?" Raut wajah Arga terlihat tak suka melihat makanan yang Lili masak."Sup ayam dan telur." Wanita itu nampak was-was melihat raut wajah Arga."Aku sedang tidak ingin makan sup buatkan makanan lainnya," ujarnya kemudian yang membuat Lili melongo menatapnya.Hari sudah malam tapi Arga malah memintanya untuk memasak kembali."Tapi Arga, sup ini baru saja aku masak. Sangat enak kok." dia membujuk Arga agar mau memakan sup buatannya.Tapi Arga tetap bersikeras dia tidak ingin makan sup malam ini. "Lalu kamu mau makan apa?" tanya Lili."Buatkan aku nasi goreng seafood, acar mentimun sama wortel dan telur setengah matang." Meskipun permintaannya sudah banyak tapi pria itu masih berpikir seolah ada yang ingin dia tambahkan lagi. "Oh ya jangan lupa sosis dan kerupuknya." Cicitnya kemudian.Lili kembali menatapnya,
Sesampainya di rumah Arga mengambil sampel minuman sisa di gelas Lalita. Pria itu segera memanggil dokter pribadinya untuk memeriksa kandungan apa yang ada di dalam minuman itu. "Besok akan saya kirim hasilnya Pak." Kata Dokter. "Aku hanya memberi kamu waktu satu jam." Agaknya pria itu tidak mau menunggu lebih lama lagi. "Tapi Pak...." Kilatan tatapan menyeramkan segera Dokter dapat sehingga pria paruh baya itu tak memiliki pilihan lain selain mengikuti kemauan pasiennya itu. "Baik Pak, dalam waktu satu jam hasilnya akan saya kirim." Lalu Dokter itu pamit. Arga menunggu hasil pemeriksaan dengan cemas, dia takut apabila ada zat berbahaya yang dikonsumsi sang istri. Sudah lebih dari satu jam namun laporan masih belum dia terima sehingga pria itu menghubungi dokter pribadinya kembali. "Cept kirim hasilnya!" Teriak Arga dalam sambungan telponnya. "Maafkan saya Pak, ada sedikit kendala. Sepuluh menit lagi akan saya kirim." Sahut Dokter itu. Merasa kesal, Arga meletakkan pon
Wajah memberengut Kania perlahan memudar bahkan kini senyuman tersungging di bibirnya, "Benarkah Mas?" Dia bertanya sambil menatap Damar.Pria itu mengangguk dengan tersenyum pula dia lega karena calon istrinya sudah tidak cemberut lagi iya. "Iya Sayang." Tangan Damar mengelus pucuk kepala kania.Wanita itu pun memeluk calon suaminya sembari berkata. "Maafkan aku Mas yang telah salah paham.""Iya Sayang tidak apa-apa." kemudian dia mengeratkan pelukan mereka."Lain kali tanya dulu jangan langsung mengambil keputusan sendiri seperti ini." Ujar Damar kemudian."Iya Mas Maafkan Aku." Kata Maaf kembali terucap.Hari ini Damar mendapatkan bonus dari Arga, bonus yang cukup besar sehingga bisa memberikan kalung Kania.Rencananya dia akan membeli kalung itu ketika mereka menikah nanti Namun karena ada masalah seperti ini akhirnya Damar pun memutuskan untuk membeli kalung itu hari ini.Di sisi lain Lalita dan Lili telah mengobrol bersama di ruang keluarga. Lili terus menatap Lalita yang asik m
Di ruangan CEO Damar turut menyambut kedatangan Bu Indah. Dia dan Arga sama sekali tidak menyangka kalau Bu Indah datang sendiri untuk berterima kasih bahkan dengan penuh terima kasih memakai kalung pemberiannya kemarin."Saya sangat berterima kasih Pak Arga atas hadiah yang sangat mewah ini." CEO wanita itu bergantian menatap Arga dan juga Damar secara bergantian."Jangan sungkan Bu Indah Itu hadiah yang tidak seberapa." Sahut Arga.Keduanya mengobrol dan saling berterima kasih sambil membahas planning kerjasama mereka kedepannya.Tak terasa waktu cepat berlalu sudah waktunya bagi Bu Indah untuk pamit.Selepas kepergian wanita nomor satu itu Damar juga pamit kembali ke ruangannya.Ketika jam makan siang datang Damar datang ke ruangan calon istrinya, pria itu ingin mengajak Kani untuk makan siang. "Ajak saja wanita kamu jangan mengajakku!" Kania merespon ajakan Damar dengan ketus. Kerutan-kerutan di dahi Damar mulai terlihat. Ada apa? dia merasa heran dengan ucapan sang wanita yang a
Sepanjang hari Kania gusar karena Damar tak kunjung memberikan hadiah kalungnya. Apalagi ketika jam makan siang Damar justru keluar sendiri tanpa mengajaknya. Kania yang tidak bisa menahan rasa hatinya pergi menemui sang atasan untuk bertanya langsung urusan Damar keluar kantor. "Arga, apa Damar ada meeting dengan klien?" Segera Kania mengeluarkan pertanyaan saat dia memasuki ruangan CEO. Arga yang masih sibuk menatap Kania sesaat lalu dia menggeleng. "Tidak ada meeting?" Sekali lagi Kania memastikan. "Tidak Kania, jika kamu ingin tahu dimana dia sekarang kenapa tidak menelponnya saja!" Merasa terganggu akan pertanyaan Kania, Arga pun sedikit kesal. Wanita itu mengangguk, kemudian dia pamit kembali ke ruang kerjanya. "Apa aku telpon saja ya." Sepanjang lorong menuju ruangannya Kania bergumam. Dia masih ragu antara menelpon Damar atau tidak. Hingga akhirnya Kania memencet kontak Damar. Panggilan tersambung tapi calon suaminya tak kunjung menerima panggilannya. "Dima