Malam kak, sedih ya kalo mereka berantem tapi gimana lagi, Arga dan Lalita sama2 keterlaluan hehe, atau authornya yang keterlaluan...selamat membaca kakak, share ya komentarnya makasih...
Seorang wanita cantik dengan penampilan elegan tersenyum menatap Arga, sedangkan pria itu yang mendengar namanya disebut pun menoleh. “Kania.” Bibir tipisnya menyebut nama wanita itu. “Akhirnya aku kembali Arga,” ujarnya senang. Arga berdiri, mengajak Kania untuk duduk di sofa. Kania adalah teman kuliah Arga, dia pergi keluar negeri untuk melanjutkan studinya. Selain teman, Kania juga anak dari salah satu petinggi perusahaan di bidang keuangan atau biasa disebut direktur keuangan. Sementara mereka mengobrol di sofa, Lalita di mejanya tampak kesal. Sakit hati akan ucapan Arga kemarin belum hilang kini ditambah lagi suaminya ngobrol akrab dengan seorang wanita. “Siapa dia? Apa dia mantan kekasih Pak Arga?” Lalita bermonolog sendiri menerka-nerka siapa wanita itu. Pikiran wanita itu terus melayang, membuat dirinya tidak fokus bekerja. Laporan yang biasanya cepat diselesaikan kini terbengkalai, bahkan yang dipegang hanya satu berkas saja sedari tadi. “Kenapa aku kesal melihat mere
Wanita itu mengerutkan alis, suaminya baru saja pulang tapi kenapa ingin pergi lagi? Lalita malah bengong.“Cepat! Aku memerintahmu untuk menyiapkan baju ganti bukannya bengong!” Suara bariton Arga membuyarkan lamunannya.Tanpa kata, Lalita beranjak. Dia segera mengambilkan baju ganti untuk suaminya itu.Sementara Arga mandi, Lalita meletakkan satu setelan jas dan aksesorisnya di tempat tidur, saat itu lah dia mendengar ponsel suaminya berdering.Lalita yang kepo melihat siapa yang menghubungi suaminya. ‘Kania’ memanggil.Entah mengapa hati Lalita menjadi sakit, dibanding dirinya pasti Arga lebih memilih sahabatnya itu. Setelah Arga berangkat, Lalita berdiri di balkon. Dia ingin melihat bintang tapi malam sedang muram sehingga kerlipan bintang-bintang tak nampak.Wanita itu mengingat kembali perjalanannya menjadi istri Arga, banyak hal manis yang terjadi. Tak terasa bibirnya menyunggingkan senyuman tapi senyuman itu perlahan hilang setelah rasa sakit atas tuduhan Arga datang merasuk
Tanpa Lalita tahu, permintaan resign yang diucapkan gadis itu justru membuat Arga semakin kesal. Sebab, dia tahu istrinya sangat perlu pekerjaan. Bagaimana mungkin ingin resign? Pikiran negatif pun hinggap, dan Rangga kembali menjadi peran utama dalam prasangkanya. Saat sedang memikirkan hal ini, Kania datang dengan senyuman manisnya. Wanita itu mengundang Arga untuk menghadiri pesta malam ini. "Pesta?" bibirnya mulai berkomentar. "Iya Arga, untuk merayakan kepulanganku dan diterimanya aku kerja di sini," ujar wanita itu.Usai mengundang Arga, wanita cantik itu mengarah ke meja Lalita. Dia menarik kursi dan duduk di hadapan sekretaris itu. "Lalita nanti datang ya di pesta aku." Sambil menunjukkan sederet gigi putihnya. "Pesta?" respon yang sama dengan Arga. "Iya pesta aku. Nanti alamat rumahnya aku share di grup." Selesai berucap demikian Kania beranjak namun sebelum pergi dia kembali meminta Lalita untuk hadir. Meski enggan tapi wanita itu tetap mengangguk. "Baiklah." Kan
Arga menatap tajam istrinya yang masuk ke dalam mobil Rangga.Di dalam mobil, Lalita terdiam sedih hingga membuat Rangga merasa tak enak. "Bila kamu ingin pulang dengan Arga, aku tidak apa-apa." "Tidak Pak, mari kita pulang." Lalita mengajak Rangga untuk segera membawanya dari tempat itu.Mobil Rangga dan Lalita sudah melaju, sedangkan Arga masih berdiri menatap kepergian istrinya dengan sahabatnya itu.Dadanya bergejolak hebat, tangannya mengepal kuat. Dia pun akhirnya memutuskan pulang.Sesampainya di rumah, Arga membuang jasnya dengan kuat ke tempat tidur, amarahnya memuncak mengingat kejadian tadi, dia bahkan tak punya muka di depan Rangga.Sepanjang malam pria itu tidak bisa memejamkan matanya, dia terus kepikiran akan istrinya yang belum pulang. "Brengsek kalian!" Tak terasa pagi sudah datang menyapa, Arga yang baru saja bisa memejamkan mata tersentak bangun ketika mendengar suara pintu kamar terbuka.Lalita yang baru pulang hendak membersihkan diri tapi langkahnya terhenti ke
“Kenapa?” Dengan raut sedih Lalita bertanya. Arga melemparkan tatapannya, dia beranjak dari tempat duduk kemudian membelakangi sang istri. “Tidak perlu aku jelaskan alasannya.” Wanita itu tersenyum ketir, dengan bibir bergetar Lalita berbicara. “Kenapa anda membuat saya bingung Pak, bukankah sudah ada Nona Kania?” Mendengar kalimat itu, Arga pun membalikkan badan menatap Lalita dengan tatapan nanar. “Aku dan dia tidak ada hubungan apa-apa.” “Saya harap anda memikirkan lagi keputusan anda,” sahut Lalita. Sepanjang malam Arga terus memikirkan ucapan istrinya, rasa cinta yang dia klaim sebagai rasa aneh terus menyebar ke dalam tubuhnya dan terus membuatnya plin plan, tak sadar akan tindakannya yang terus melukai Lalita. Di pagi harinya seperti biasa mereka berangkat berdua. Dan ketika hampir sampai di tempat biasa Lalita turun, melihat gelagat sopir yang akan menghentikan mobil, Arga bertitah sebaliknya. "Jalan saja terus.""Tapi, Pak...." Meski geram dengan sikap Arga
Di dalam mobil Rangga, Lalita terdiam sembari menatap luar jendela. Dirinya sungguh lelah dengan sikap Arga, antara tindakan dan ucapannya tidak pernah sinkron. Rangga sesekali menatap Lalita yang nampak sedih itu. “Apa kamu memikirkan Arga?” Tanya Rangga. Mendengar pertanyaan Rangga, Lalita pun menoleh. Dia tersenyum. “Tidak Pak Rangga.” Ucapnya berbohong. Wanita itu kembali melemparkan tatapannya setelah menjawab pertanyaan Rangga. “Bagaimana bila kita jalan-jalan dulu?” Tawaran Rangga kembali membuat Lalita menoleh, sebenarnya dia enggan jalan-jalan tapi…. daripada pulang cepat dan bertemu Arga lebih baik dia menerima tawaran Rangga. “Baik Pak,” sahut Lalita. “Kamu ingin jalan-jalan ke mana?” Pria itu kembali bertanya. Lalita nampak berpikir, “Ke mana ya….” Hingga beberapa saat kemudian dia berbicara, “Kita ke pekan Raya saja Pak.” Rangga mengerutkan alisnya, Pekan Raya? “Kamu suka ke Pekan Raya?" Dengan ekspresi heran. “Suka Pak, karena di Pekan Raya apa-apa ada.” Samb
"Apa?" Lalita nampak terkejut dengan apa yang dia dengar barusan.Bahkan wanita itu hampir tidak percaya dengan apa yang barusan dia dengar, bagaimana mungkin Rangga mencintainya.Sementara Lalita tengah bingung, Rangga justru tersenyum. "Apa kamu bisa mencintaiku Lalita?"#####Di sofa Lalita nampak melamun, permintaan Rangga benar-benar membuatnya bingung harus bagaimana? Ingin menolak tapi Rangga selalu ada buatnya, Rangga juga lah yang selalu ada ketika Arga menyakitinya."Kenapa jadi rumit begini?!" Lalita memegangi kepalanya.Saat bersamaan Arga datang, melihat buket bunga membuat amarah yang sempat teredam kini mencuat kembali."Apa ini bunga dari Rangga?" Tatapannya sinis, wajahnya juga nampak merah.Helaan nafas terdengar, dirinya yang sangat bingung kini harus mendapatkan pertanyaan menyudutkan dari suaminya. "Iya Pak." Dua kata pengakuan dari Lalita semakin mengobarkan api amarah CEO itu."Beraninya kamu membawa bunga pemberian lelaki lain ke rumah, Lalita, ingatlah kamu a
Kalimat Arga terhenti, pria itu meragu. Tatapannya mengarah ke Lalita yang sudah menatapnya, tatapan istrinya sungguh sendu. Apa Arga akan mengungkap statusnya? Disaat dirinya tengah bingung, Rangga menanti kelanjutan kalimatnya, dia penasaran dengan apa yang akan Arga sampaikan. "Lalita adalah apa Arga?" Arga hanya diam, kebingungannya semakin kentara. "Jika tidak ada yang ingin kamu sampaikan biarkan aku dan Lalita pulang," kembali Rangga berkomentar. Komentar Rangga membuatnya tertantang, tanpa pikir panjang dia menaikkan tangan Lalita dan tangannya. Terlihat dua cincin indah yang melingkar di jari manis mereka. "Kamu tahu kan Rangga, apa artinya ini?" Melihat cincin kawin mereka membuat Rangga sangat syok, tubuhnya terhuyung ke belakang. "Tidak mungkin Arga," ucapnya lirih. Rangga berucap demikian bukan tanpa alasan, dia cukup paham dengan sahabatnya itu, pria dingin yang tidak pernah menunjukkan ketertarikan kepada wanita tiba-tiba menunjukkan cincin kawin. Sej
Di sebuah kamar hotel yang mewah, pasangan pengantin baru tidur dengan saling peluk.Kelelahan karena pesta semalam membuat keduanya masih memejamkan mata meski matahari sudah merangkak naik.Suara dering ponsel membangunkan Damar dan Kania yang masih ingin lebih lama di alam mimpinya."Siapa sih Mas, subuh-subuh telpon." Gerutu Kania tanpa mau melepaskan pelukannya."Entah Sayang." Damar bangun lalu mengambil kacamatanya. Segera dia menerima panggilan telpon yang ternyata dari sang papa. Papanya bilang jika kini sudah berada di Bandara, dia harus segera kembali ke negaranya karena banyak pekerjaan. Semenjak Mama serta adik Damar meninggal dalam tragedi sebuah kecelakaan, Papa Damar memutuskan tinggal diluar negeri. Selain ada tawaran kerja yang lebih menjanjikan alasan Papa Damar tinggal diluar negeri untuk melupakan almarhumah istrinya.Usai menerima telpon, Damar mengambil minum. Ada rasa bersalah karena tidak mengantar papanya ke Bandara."Ada apa Mas?" tanya Kania. "Papa suda
Sebelum acara selesai Arga pamit pulang karena Lalita sudah terlihat kelelahan. Sebenarnya Damar dan Kania masih menginginkan Arga untuk mengikuti acara sampai selesai. "Aku juga ingin tapi Lalita sudah kelelahan." Ujar Arga. Damar tak bisa melarang Arga karena memang perut Lalita sudah besar jadi wajar jika gampang lelah. "Baik Pak. Terima kasih atas hadiahnya." Pria itu merangkul tubuh atasannya. Begitu pula dengan Kania. "Hati-hati Lalita." Kania nampak mengkhawatirkan Lalita. Kini mereka berada di mobil, Lili nampak memberengut karena dia masih ingin di pesta Damar. Sesampainya di rumah, Arga menggendong Lalita karena istrinya mengeluh punggungnya kencang. Lili yang melihat itu tampak mengepalkan tangan, dia menggerutu menganggap jika Lalita terlalu manja. Kakek yang kebetulan keluar kamar mendengar gerutuan Lili. "Ada apa Lili? kenapa kamu menggerutu membicarakan Lalita." Tanya pria tua itu. Wanita jahat itu tersenyum licik, dia bisa menghasut kakek untu
"Baiklah Kek." Arga dan Lalita menyahut barengan. Sementara itu Lili tersenyum puas karena berhasil ikut. "Ya sudah kalau Arga dan Lalita ingin aku ikut." Ujarnya lalu dia pamit ganti pakaian. Raut muka Arga dan Lalita benar-benar berubah, sedangkan Kakek menasehati mereka agar bisa menerima Lili. "Ingat pesan Kakek ya Arga, Lalita." Lalu beliau juga pamit turun ke bawah lagi. "Kakek ada-ada saja." gerutu Arga kesal. "Ya sudah lah Mas," Lalita berusaha menghibur suaminya. Tak selang lama, Lili keluar, Arga dan Lalita bangkit lalu mereka turun ke bawah. Di mobil Arga dan Lalita duduk di bangku depan sedangkan Lili diminta duduk di bangku belakang. "Arga Lalita, aku tidak bisa duduk di belakang." Wanita itu berucap pelan. Arga yang sadari tadi kesal kini semakin kesal setelah mendengar ucapan Lili. "Apa kamu mau menyetir?" tanyanya menahan amarah. "Bukan begitu Arga, bisakah aku duduk di depan dan Lalita duduk di belakang?" Permintaan Lili membuat Arga menge
Siang itu Lalita keluar kamar untuk bersantai sejenak di taman, kepura-puraannya cukup melelahkan serta membosankan sehingga membuat wanita hamil itu sangat pusing. Baru saja dia memetik bunga mawar, terlihat Lili berjalan ke arahnya. "Apa yang ingin wanita jahat ini lakukan." Gumam Lalita. Raut wajahnya seketika berubah, tapi buru-buru Lalita mengubahnya kembali ke settingan senang. "Eh Lili," Dengan tersenyum dia menyapa Lili. "Hai Lalita." Balas Lili. "Kamu tampak bugar sekali." Lili berbasa-basi dengan berucap demikian. Lalita menatap Lili, 'Jelas bugar, baru saja disiram.' Batinnya yang masih menunjukkan sederet gigi putihnya. Lili turut memetik bunga mawar, dia ingin meniru apa yang Lalita lakukan. Saat bersamaan, Lalita menerima panggilan telpon dari Arga. Pria itu meminta Lalita untuk memikirkan hadiah apa yang cocok untuk Damar dan Kania. "Astaga Mas, bisa-bisanya aku lupa kalau mereka akan menikah." Wanita itu baru ingat. "Nanti aku pikirkan ha
Di dalam kamarnya Lili menangis, setelah kelelahan harus jalan dari depan Kompleks ke rumah, kini Arga kembali mempermainkannya dengan drama kopi. "Apa kurangnya aku Arga! Kenapa kamu tidak menghargai apa yang telah aku lakukan untukmu!" Wanita itu berteriak sambil membuang bantalnya. Tidak ada yang salah dengan apa yang dilakukan tapi ambisinya lah yang salah. Hanya demi hasrat terlarang, dia tega mencelakai sepupunya. Seandainya Lili sadar akan keadaannya serta tahu diri jika dia hanya menumpang mungkin mereka bisa berteman baik dan menjadi keluarga yang baik pula. Keesokan harinya wanita itu terlihat tak bersemangat, selain kurang tidur Lili juga kelelahan sehingga membuat tubuhnya lemah. Ketika Lili keluar kamar dia sudah melihat Arga duduk di sofa sambil meminum kopi. Dia mengira itu adalah kopi buatannya semalam tapi yang tanpa Lili tahu kopi itu baru saja dibuat oleh Lalita. "Pagi Arga," sapa Lili dengan senyum mengembangnya. "Kemarin aku masuk kamar, niatk
Malam semakin larut Arga dan wanita memutuskan untuk pulang.Sesampainya di rumah, Lalita meminta Arga masuk terlebih dahulu memastikan keberadaan Lili. "Ah merepotkan sekali!" Gerutu pria itu. Sebenarnya Arga sudah muak kucing-kucingan seperti ini tapi dia tidak memiliki pilihan lain selain melakoni aktingnya sebelum kebusukan Lili terbongkar. "Ayolah Mas." Lalita memelas. "Baik Sayang," lalu keluar dari mobil. Pria itu berjalan menuju kamarnya, untung saja Lalita memintanya masuk terlebih dahulu jika tidak pasti akan kepergok Lili yang kini duduk di sofa."Apa yang kamu lakukan?" tanya Arga menatap Lili dengan tajam."Perut aku sakit Arga karena tadi aku berjalan dari depan Kompleks sampai ke rumah," Dia memasang raut wajah sesedih mungkin untuk menarik simpati Arga. Dari awal Arga yang sudah memperkirakan semuanya hanya bisa terdiam sambil menahan tawa dalam hati. 'Wanita bodoh' batinnya dengan menatap Lili. "Kenapa kamu tidak menghubungi sopir untuk menjemput?" Seolah tak t
Pulang dari kerja Arga langsung masuk ke dalam kamar tapi sesaat kemudian dia keluar dengan marah-marah."Terus saja tidur, nggak usah mempedulikan aku!" Suara keras Arga membuat Lili yang duduk tak jauh dari tempatnya segera bangkit dan mendekat. Kemarahan Arga menjadi kesempatan Lili untuk mendekati sepupunya itu."Ada apa Arga? kenapa marah-marah." Suaranya dibuat selembut mungkin agar Arga terpesona. "Aku heran sama Lalita! kerjaannya tidur terus, apa dia tidak memikirkan aku yang baru pulang!" jawab Arga yang masih menunjukkan raut marahnya. Lili menyunggingkan senyuman licik dia berhasil membuat Arga memiliki asumsi buruk kepada Lalita."Entahlah Arga aku terkadang juga heran bahkan aku sudah menasehatinya untuk tidak tidur di saat kamu pulang. Tapi kelihatannya istri kamu suka sekali dengan tidur." Lili terlihat memprovokasi, menjelekkan Lalita di depan Arga. "Aku juga hamil tapi tidak seperti Lalita yang malas." Ucapnya kemudian."Iya dia sangat pemalas bahkan tidak peduli
Lili dan Arga turun bersama, dan sesampainya di ruang makan Arga nampak mengerutkan alis ketika melihat hidangan yang tersaji di meja makan."Makanan apa yang kamu masak untuk aku?" Raut wajah Arga terlihat tak suka melihat makanan yang Lili masak."Sup ayam dan telur." Wanita itu nampak was-was melihat raut wajah Arga."Aku sedang tidak ingin makan sup buatkan makanan lainnya," ujarnya kemudian yang membuat Lili melongo menatapnya.Hari sudah malam tapi Arga malah memintanya untuk memasak kembali."Tapi Arga, sup ini baru saja aku masak. Sangat enak kok." dia membujuk Arga agar mau memakan sup buatannya.Tapi Arga tetap bersikeras dia tidak ingin makan sup malam ini. "Lalu kamu mau makan apa?" tanya Lili."Buatkan aku nasi goreng seafood, acar mentimun sama wortel dan telur setengah matang." Meskipun permintaannya sudah banyak tapi pria itu masih berpikir seolah ada yang ingin dia tambahkan lagi. "Oh ya jangan lupa sosis dan kerupuknya." Cicitnya kemudian.Lili kembali menatapnya,
Sesampainya di rumah Arga mengambil sampel minuman sisa di gelas Lalita. Pria itu segera memanggil dokter pribadinya untuk memeriksa kandungan apa yang ada di dalam minuman itu. "Besok akan saya kirim hasilnya Pak." Kata Dokter. "Aku hanya memberi kamu waktu satu jam." Agaknya pria itu tidak mau menunggu lebih lama lagi. "Tapi Pak...." Kilatan tatapan menyeramkan segera Dokter dapat sehingga pria paruh baya itu tak memiliki pilihan lain selain mengikuti kemauan pasiennya itu. "Baik Pak, dalam waktu satu jam hasilnya akan saya kirim." Lalu Dokter itu pamit. Arga menunggu hasil pemeriksaan dengan cemas, dia takut apabila ada zat berbahaya yang dikonsumsi sang istri. Sudah lebih dari satu jam namun laporan masih belum dia terima sehingga pria itu menghubungi dokter pribadinya kembali. "Cept kirim hasilnya!" Teriak Arga dalam sambungan telponnya. "Maafkan saya Pak, ada sedikit kendala. Sepuluh menit lagi akan saya kirim." Sahut Dokter itu. Merasa kesal, Arga meletakkan pon