Sore Kak, gimana kabarnya? Semoga baik ya. Nah loh Arga mergoki Lalita yang hanya memakai handuk. Yuk ikuti keseruan mereka terus, jangan lupa share komen ya
Pagi telah menyapa, ketika Lalita membuka mata, terlihat Arga sudah siap dengan pakaian kerjanya. “Astaga, aku kesiangan!” Dia pun buru-buru bangun.Akan tetapi, sebuah kalimat tanya dari Arga menghentikan langkahnya. “Mau ke mana?” Perlahan, Lalita berbalik, “Mau ke dapur untuk menyiapkan sarapan, Pak,” jawabnya polos.“Tidak perlu,” sahutnya. “Mulai hari ini dan seterusnya, kamu tidak aku izinkan ke dapur lagi.”Mata Lalita mengerjap, kaget. “Kalau begitu saya akan bersiap, Pak.” Lalita memutar langkah, menuju walk in closet. Namun, cekalan lembut di tangannya membuat dia lagi-lagi menghentikan langkah.“Istirahat saja, hari ini tidak usah datang ke kantor.”“Tapi Pak…..” “Apa kamu ingin lukamu itu membusuk, lalu tanganmu diamputasi?!” ancam Arga.Pria itu tahu, kalimatnya terlalu berlebihan. Akan tetapi, dia pun bingung harus mengemukakan alasan apa pada sang istri.“Diamputasi??” Nyali wanita itu seketika menciut mendengarnya.Menahan tawa, hingga membuat sudut bibirnya bergeta
Sementara di luar Arga terus memintanya cepat, di dalam kamar mandi Lalita malu sendiri. Bagaimana bisa dia begitu ceroboh hanya memakai handuk di dalam kamar yang jelas bukan kamar pribadinya?!“Sekarang aku harus bagaimana?!” ujarnya dengan ekspresi ingin menangis. Puas merutuki kebodohannya, Lalita yang sudah berpakaian lengkap keluar dengan muka memerah. Dia begitu malu bahkan tak berani menatap Arga yang sedari tadi menunggu di depan kamar mandi.“Kenapa lama sekali.” Protes Arga yang langsung masuk ke dalam dan mengunci pintu.Lalita pikir, Arga hanya menjalankan ritual seperti biasa–mandi sepulang kerja. Dia tidak tahu, jika pria itu harus mandi keramas guna menenangkan hasratnya yang mengganas.Melihat wanita dengan pakaian minim, dan bahkan nyaris tak berbusana bukanlah hal baru sebetulnya untuk Arga. Anehnya, hasrat yang biasanya tak pernah terpancing, justru naik dengan begitu cepat hanya karena melihat Lalita memakai handuk.Menghabiskan 30 menit merendam diri di bathtub,
Di pagi harinya, Lalita yang membuka mata segera tersentak kaget. Dia nampak heran. Perasaan kemarin dirinya masih berada di mobil, tapi pagi ini sudah berada di ranjang empuk milik suaminya.“Aku tertidur begitu lama?” ujar Lalita. “Apa semalam dia yang memindahkanku? Tapi, kenapa aku tidak sadar?” gumamnya lagi, masih keheranan.Suara bariton Arga kemudian menyentak Lalita. “Bersiaplah. Hari sudah siang,” ujar Arga. Saat wanita itu turun dari tempat tidur, Arga kembali berujar, “Mulai saat ini tidak perlu menyiapkan makanan untukku, biar pelayan saja.” Ucapan Arga barusan membuat Lalita mematung, apa suaminya sudah berubah tidak ingin menindasnya lagi?“Sudah cepat lah bersiap.” Kembali pria itu memerintahkan istrinya agar bersiap.“Baik Pak.” Lalita bergegas pergi ke kamar mandi.**Pagi itu, Lalita yang habis membersihkan ruangan CEO ijin pamit kembali ke ruang OB, Arga yang kebetulan akan ada tamu mengijinkan sang wanita kembali.Saat bersamaan di lorong yang biasanya Lalita lewa
“Tidak jadi!” Setelah berpikir beberapa detik, Arga mengurungkan pertanyaannya. “Turunlah.”“Baik Pak.” Wanita itu pun turun.Seperti biasa, selesai mengerjakan pekerjaannya Lalita duduk bersantai di ruang OB. Di sela menikmati santainya Lalita terus melihat ponsel miliknya. Dia berharap Sang CEO memanggil, tetapi hingga waktu berjalan cukup lama, tak ada satu pun panggilan yang masuk.Wanita itu terlihat tak tenang, pikirannya semakin gusar.Meski ini semua adalah permintaannya, tapi entah mengapa Lalita merasa ada yang hilang. Tak bisa dipungkiri dia sudah terbiasa akan rasa peduli suaminya.“Lalita, bukankah kamu seharusnya senang dengan perubahannya???” Wanita itu bermonolog dengan dirinya sendiri.Mario yang baru selesai mengerjakan pekerjaannya, masuk ke dalam ruangan, pria itu meletakkan peralatan kerjanya kemudian menghampiri Lalita, “Ta.”Lalita segera menoleh kemudian melemparkan senyuman, “Sudah selesai?” “Lelah sekali.” Sambil mengelap keringat yang memenuhi dahinya.Saa
Mario bukanlah anak orang kaya, dia memiliki seorang ayah yang sudah tua. Dia juga memiliki seorang adik yang kini berada di bangku SMA.Bila Mario dipecat, lantas siapa yang memenuhi kebutuhan keluarganya? Inilah alasan kenapa Lalita keberatan bila Arga memecat Mario.“Karena dia adalah sahabat saya.” Selalu jawaban itu yang keluar dari mulut Lalita.Sahabat, sahabat dan sahabat. Jawaban Lalita membuat Arga semakin muak, alhasil dia menghubungi Damar, meminta asistennya untuk datang.Tau bila Damar akan diperintah untuk melakukan pemecatan Lalita kembali memohon.“Pak saya mohon jangan pecat Mario,” pintanya dengan memohon.Arga tak peduli akan permohonan istrinya, sehingga Lalita tidak memiliki cara lain selain melakukan penawaran.“Saya akan melakukan apapun, tapi tolong jangan pecat Mario.”Mata Lalita mulai membasah, hal ini membuat Arga semakin murka, dia mengira bila Lalita tidak ingin pisah dengan OB yang bernama Mario.Dia tersenyum sinis, “Kamu rela melakukan apapun demi dia?
Ucapan Arga menggemparkan kantor. Bagaimana bisa seorang OB tiba-tiba diangkat menjadi sekretaris?!Tak hanya mereka yang ada di sana, Lalita pun terkejut. Dia sungguh baru tahu, suaminya memindahkan dia dengan semena-mena. “Pak.” Wanita itu menggeleng menatap Arga tapi pria itu yang mempedulikan tatapan istrinya.Semua orang yang berada di sana berbisik-bisik.“Bagaimana mungkin dari OB bisa langsung diangkat jadi sekretaris CEO?”“Benar! Rasanya ini tidak adil!”Geram kembali dirasakan Arga. “Barang siapa yang merasa keberatan, silahkan angkat kaki.” Pria itu menatap semua orang yang ada di sana dan kembali berkata. “Aku tidak ingin ada rumor lagi, bila ada yang berani membicarakan aku dan Lalita hingga terdengar olehku… maka aku sendiri yang akan memecatnya!” Arga menatap Lalita, kemudian meminta wanita itu untuk ikut dengannya langsung ke ruang CEO.Saat di lift Lalita hanya diam. Ddia sungguh bingung dengan keputusan Arga.Sementara Lalita diam, Arga nampak tersenyum. Dia yakin
Setelahnya, Arga melirik ke arah tumpukan berkas di mejanya. "Daripada hanya melamun, coba urutkan berkas-berkas ini sesuai tanggal." Pria itu bertitah sambil menyodorkan setumpuk berkas kepada sekretaris barunya itu.Anggukan kecil terlihat, tak banyak kata maupun pertanyaan, OB yang kini telah menjadi sekretaris itu mengerjakan apa yang diperintahkan CEO-nya.Menjadi sekretaris adalah bidangnya. Lalita dengan cepat bisa mengurutkan berkas itu, toh hanya mengurutkan saja.Sebentar saja semua sudah dikerjakan, dia menyodorkan berkas itu kepada pemiliknya."Pak sudah selesai," katanya.Arga nampak mengerutkan alis, merasa heran dengan Sekretaris barunya itu. "Sudah selesai?" CEO itu berusaha meyakinkan dengan mengecek kembali.Lalita nampak mengangguk. Dia tersenyum, “Bapak bisa mengeceknya lagi kalau tidak percaya.”Tak hanya berkasnya yang urut, namun disesuaikan juga dengan hal lainnya."Cepat sekali, sesuai pula," gumam Arga kemudian menyisihkan berkas-berkas itu.Sementara, Lalita
Wanita itu menurut, dia mengekori suaminya yang berjalan menuju ruang kerja pria tersebut.Inilah kali pertama Lalita masuk ke tempat teritori sang suami. Karena memang sedari awal pria itu melarang siapa pun masuk, kecuali pelayan yang bertugas untuk membersihkan ruangan itu.Di dalam ruangan yang besar itu ada beberapa rak buku yang full, membuat Lalita takjub. "Pak banyak sekali koleksi buku anda."Arga tersenyum, kemudian dia menunjuk ke salah satu sudut rak buku, "Di sana banyak buku tentang manajemen serta buku-buku bisnis, kamu bisa membacanya." "Benarkah?" Wanita itu nampak antusias dan segera mendekat ke rak buku yang dimaksud oleh suaminya. Tangannya segera mengambil satu buku lalu membacanya. Buku yang dia baca sama seperti buku-buku yang dipelajarinya dulu saat di kampus.Melihat istrinya yang sedang membaca, Arga pun mendekat. "Memangnya kamu paham dengan isi buku-buku ini?" bisiknya.Tidak bermaksud mengejek, hanya saja buku-bukunya bukan untuk orang awam melainkan mem