Pagi kak, hehe pagi2 udah update. Semoga suka ceritanya ya kak, terima kasih untuk yang udah share komentarnya di kolom komentar, mood booster banget. Makasih Kak......
“Bereskan dia!”Dada Arga semakin bergejolak dengan amarah. Andai saja dia tidak memikirkan Lalita yang sudah kepayahan karena minuman itu, dia sudah pasti menghajar Anan-orang tua mesum yang tidak tahu diri itu.Setelah berkata demikian, Arga pun membawa Lalita dalam dekapannya menuju kamar hotel mereka.Arga meletakkan tubuh Lalita di atas tempat tidur, "Istirahatlah kamu mabuk!" Wanita itu menggeleng, dia mengatakan apabila dirinya tidak lah mabuk. "Mana mungkin saya mabuk, Pak?! Saya tidak minum bir!" Dengusan dan gelengan lembut diperlihatkan Arga. “Kamu memang tidak minum bir, tapi minuman yang kamu minum tadi mengandung alkohol yang cukup tinggi,” sahut Arga.Gadis ini berpikir jika minuman yang memabukkan hanya bir saja. Padahal, ada banyak minuman lain yang bisa memabukkan, yang bahkan lebih memabukkan meski diminum hanya sedikit.Lalita tertawa, dia tetap merasa tidak mabuk bahkan wanita itu protes, “Saya hanya minum satu gelas.” Dia membuka lima jarinya dan menunjukkannya
Lalita mengangguk, jelas dia ingin tahu apa yang terjadisemalam. Hingga pikirannya melayang ke hal yang merujuk ke ranjang.“Kita tidak melakukan hal itu kan Pak?” Cicitnya pelan dengan raut wajahmemucat.Pria itu tersenyum licik, dia mendekatkan wajahnya ke wajah Lalita. “Bila kitamelakukan hal itu memangnya kenapa? Bukankah sebuah hal yang wajar apabilasuami istri melakukannya?” Bibir Arga hanya sekian mili dengan bibir Lalita.Ciuman semalam tiba-tiba kembali mencuat membuat pria itu menelan salivakasar. Tak hanya Arga Lalita pun sama, dia semakin gugup. Salivanya juga tertelankasar. “Anda bercanda kan Pak?” Wanita itu meringis berharap apa yang Argaucapkan tidaklah benar.Arga menarik wajahnya, niat awalnya ingin menggoda Lalita tapi kenapa kinidirinya yang tak karuan, ciuman semalam benar-benar membekas di pikirannya. “Sial.” Dia mengumpat pelan.Inilah definisi senjata makan Tuan, niat menggoda tapi…. Malah terkena sendiri.“Iya,” jawab Arga singkat. Tubuh pria itu mal
“Seenaknya saja bilang aku rindu, siapa juga yang merindukanorang sepertinya!” Gerutu Lalita sambil meletakkan ponselnya.Menggoda Lalita sekarang agaknya jadi hobi baru Arga. Takingin terus mendapatkan pertanyaan dari Arga, wanita itu segera memutussambungan teleponnya.Tapi…. Wanita itu diam sejenak. Berpikir dengan keras,bukankah apa yang barusan dia lakukan adalah bentuk rasa rindu???“Tidak mungkin aku merindukannya! Tidak akan pernah!”tekadnya lagi sebelum kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan lain yang diaada-adakan.Tidak lama, Arga datang bersama Damar, juga Rangga dan satupria lainnya.Lalita mengerutkan kening ketika dia berdiri dan menyambutkedatangan empat pria itu, dan yang dia dapati adalah sikap dingin Arga.Sungguh, berbeda sekali sikap sang suami dengan tadi yangmenggoda di telepon. Lalita tidak mengerti, apakah ini bentuk usaha untukmelindungi status pernikahan mereka yang tidak boleh diketahui oleh Rangga danpria satunya lagi?Sementara Arga bersikap
“Maaf Pak.” Baru sadar akan sikapnya, Lalita bergegas melepas pelukan Arga. Wanita itu kembali menunduk, takut. Helaan terdengar dari hadapan wanita itu. “Sudahlah, tidak apa-apa.” Seandainya bukan Lalita mungkin Arga bisa marah besar, bahkan dia akan melepas dan membuang pakaian yang dia kenakan. “Sebaiknya Pak Arga mandi, dan berikan bajunya pada saya,” pinta Lalita. “Saya akan mencucinya dengan bersih.” Tidak ingin beradu pendapat lagi, Arga pun bergegas melakukan yang Lalita pinta. Interaksi mereka yang semula tidak enak, kini berangsur kembali normal. Perasaan kecewa dan sakit hati Lalita pun berangsur menghilang, meski dia masih was-was Arga mengulangi kesalahan yang sama. Hingga tengah malam menjelang, di mana Lalita telah tertidur pulas di sofa… Arga yang masih terjaga berdecak kesal saat ponsel milik sang istri terus berbunyi. “Kebiasaan, kenapa tidak menggunakan mode diam saat tidur.” Pria itu turun dari tempat tidurnya kemudian mengambil ponsel sang istri. Saat dia
“Anda sudah mau berangkat Pak?” Keesokan harinya, ketika Lalita membuka matanya terlihat Arga sudah bersiap. Pria yang harus mengurusi proyeknya itu terlihat sangat sibuk. Arga baru baru pulang dini hari, dan kini pagi sekali sudah harus berangkat. Dia mengangguk dengan wajah yang terlihat sangat payah. “Hari ini kemungkinan aku tidak datang ke kantor.” Mendengar kalimat terakhir sang suami, seketika Lalita melemas. Ditinggal separuh hari saja dirinya sudah gusar, apalagi ini seharian? Namun, tentu saja Lalita tidak menyatakan kegusarannya itu. Alih-alih protes pada kesibukan Arga, dia mengangguk. “Baik, Pak.” Setelahnya, Arga bergegas. Tinggallah Lalita yang tidak bersemangat, tetapi harus tetap pergi ke kantor hari ini. Sebelum dia berangkat, Lalita melihat sekilas buku-buku pemberian Arga. Dia mengambil buku-buku itu dan membawanya ke kantor. “Buat bacaan di kantor,” gumam Lalita lalu keluar. Menggunakan taksi online karena sopir pribadinya tengah sakit, Lalita pun pergi
Lalita lantas tertawa mendengar pertanyaan sahabatnya itu. "Ngaco, mana mungkin Mario!” Tawa wanita itu terdengar begitu lepas dan renyah. “Dia CEO sedangkan aku hanya Upik Abu.”Melihat hal itu, Mario jadi tersenyum. “Begitu? Kalian terlihat sangat akrab. Aku kira, kamu menyukainya,” ulang pria itu.“Tidak mungkin,” sanggah Lalita lagi. “Pun kalau aku suka pada CEO-CEO itu, sudah pasti aku akan patah hati duluan, Mario.”Lalita tertawa. Kali ini, terdengar lebih dibuat-buat. Sebab, dia mulai merasakan… mungkin sebentar lagi dia akan merasakan patah hati.Bukan karena Rangga, tapi karena CEO dingin yang sudah menjeratnya dalam pernikahan. Lalita sendiri masih belum berani menyimpulkan, akan tetapi… dia mulai khawatir bibit cinta mulai bersemi di hatinya.Absennya Arga di kantor membuat pekerjaan Lalita jadi lebih ringan. Dia bahkan bisa pulang teng go, di luar kebiasaannya ketika ada sang atasan.Seharian ini, alih-alih bekerja Lalita justru terlihat lebih sering membaca. Bahkan hingg
Bab 36."Ti-tidak Pak," tolak Lalita cepat."Terserah." Arga menarik selimutnya dia yang sudah mengantuk tidak mau berdrama lagiDia kemudian memaksa diri untuk terlelap di atas sofa. Akan tetapi, seberapa kuat pun dia coba mengusir rasa takut, mimpi buruk itu lebih kuat menghantuinya.Hingga dia pun memutuskan pindah ke tempat tidur sang suami. “Untuk malam ini saja, saya janji, Pak.” Usai berkata langsung demikian, Lalita memejamkan mata.Dia sudah mengantuk dan sangat lelah.Setelah wanita itu terlelap, Arga mendekatkan diri. Dia menatap wajah lelah istrinya, “Tidurlah. Aku akan menjagamu dari mimpi buruk,” ucap Arga diiringi senyum, sebelum turut memejamkan mata di samping sang istri.Pagi harinya, Lalita sudah sibuk di dapur. Terima kasih untuk Arga yang telah membuat tidurnya nyenyak! Mimpi buruk itu tidak kembali datang saat dia tahu ada pria itu di ranjang yang sama dengannya.Sesuai janji, hari ini Lalita ada janji makan siang bersama Rangga di rooftop. Dua bekal makan siang
“Brengsek kamu Rangga!” Amarah yang sudah di ubun-ubun tidak dapat ditahan. Tangan Arga akhirnya tergerak menarik kerah baju Rangga, menjauhkan Lalita dari sahabatnya. Setelah itu dia mendorong tubuh Rangga dengan kuat sehingga pria yang tidak waspada itu terhuyung ke belakang dan terjungkal. “Pak Rangga.” Teriak Lalita ketika Rangga terjatuh. Tatapan Arga kembali menajam setelah melihat dua kotak makanan, senyumnya begitu sinis. Rasa perih kembali menghujam dadanya, setelah sadar bila kotak makanan yang istrinya siapkan tadi pagi bukanlah untuknya. Kini tatapan tajam Arga mengarah ke Lalita. Dia segera menarik tangan wanita itu dengan kuat dan membawanya pergi dari rooftop. “Sakit Pak!” Pekik Lalita Rangga yang mendengar Lalita kesakitan menunjukkan ekspresi khawatir, ingin menolong tapi tertahan mengingat dirinya bukan siapa-siapa. Sejenak Rangga terdiam. Awalnya Rangga heran dengan sikap Arga. Namun kini dia paham kenapa sahabatnya bersikap demikian. “Tak kusangka, kamu me
Di sebuah kamar hotel yang mewah, pasangan pengantin baru tidur dengan saling peluk.Kelelahan karena pesta semalam membuat keduanya masih memejamkan mata meski matahari sudah merangkak naik.Suara dering ponsel membangunkan Damar dan Kania yang masih ingin lebih lama di alam mimpinya."Siapa sih Mas, subuh-subuh telpon." Gerutu Kania tanpa mau melepaskan pelukannya."Entah Sayang." Damar bangun lalu mengambil kacamatanya. Segera dia menerima panggilan telpon yang ternyata dari sang papa. Papanya bilang jika kini sudah berada di Bandara, dia harus segera kembali ke negaranya karena banyak pekerjaan. Semenjak Mama serta adik Damar meninggal dalam tragedi sebuah kecelakaan, Papa Damar memutuskan tinggal diluar negeri. Selain ada tawaran kerja yang lebih menjanjikan alasan Papa Damar tinggal diluar negeri untuk melupakan almarhumah istrinya.Usai menerima telpon, Damar mengambil minum. Ada rasa bersalah karena tidak mengantar papanya ke Bandara."Ada apa Mas?" tanya Kania. "Papa suda
Sebelum acara selesai Arga pamit pulang karena Lalita sudah terlihat kelelahan. Sebenarnya Damar dan Kania masih menginginkan Arga untuk mengikuti acara sampai selesai. "Aku juga ingin tapi Lalita sudah kelelahan." Ujar Arga. Damar tak bisa melarang Arga karena memang perut Lalita sudah besar jadi wajar jika gampang lelah. "Baik Pak. Terima kasih atas hadiahnya." Pria itu merangkul tubuh atasannya. Begitu pula dengan Kania. "Hati-hati Lalita." Kania nampak mengkhawatirkan Lalita. Kini mereka berada di mobil, Lili nampak memberengut karena dia masih ingin di pesta Damar. Sesampainya di rumah, Arga menggendong Lalita karena istrinya mengeluh punggungnya kencang. Lili yang melihat itu tampak mengepalkan tangan, dia menggerutu menganggap jika Lalita terlalu manja. Kakek yang kebetulan keluar kamar mendengar gerutuan Lili. "Ada apa Lili? kenapa kamu menggerutu membicarakan Lalita." Tanya pria tua itu. Wanita jahat itu tersenyum licik, dia bisa menghasut kakek untu
"Baiklah Kek." Arga dan Lalita menyahut barengan. Sementara itu Lili tersenyum puas karena berhasil ikut. "Ya sudah kalau Arga dan Lalita ingin aku ikut." Ujarnya lalu dia pamit ganti pakaian. Raut muka Arga dan Lalita benar-benar berubah, sedangkan Kakek menasehati mereka agar bisa menerima Lili. "Ingat pesan Kakek ya Arga, Lalita." Lalu beliau juga pamit turun ke bawah lagi. "Kakek ada-ada saja." gerutu Arga kesal. "Ya sudah lah Mas," Lalita berusaha menghibur suaminya. Tak selang lama, Lili keluar, Arga dan Lalita bangkit lalu mereka turun ke bawah. Di mobil Arga dan Lalita duduk di bangku depan sedangkan Lili diminta duduk di bangku belakang. "Arga Lalita, aku tidak bisa duduk di belakang." Wanita itu berucap pelan. Arga yang sadari tadi kesal kini semakin kesal setelah mendengar ucapan Lili. "Apa kamu mau menyetir?" tanyanya menahan amarah. "Bukan begitu Arga, bisakah aku duduk di depan dan Lalita duduk di belakang?" Permintaan Lili membuat Arga menge
Siang itu Lalita keluar kamar untuk bersantai sejenak di taman, kepura-puraannya cukup melelahkan serta membosankan sehingga siang itu dia ingin bersantai sejenak. Baru saja dia memetik bunga mawar, terlihat Lili berjalan ke arahnya. "Apa yang ingin wanita jahat ini lakukan." Gumam Lalita. Raut wajahnya seketika berubah, tapi buru-buru Lalita mengubahnya kembali ke settingan senang. "Eh Lili," Dengan tersenyum dia menyapa Lili. "Hai Lalita." Balas Lili. "Kamu tampak bugar sekali." Lili berbasa-basi dengan berucap demikian. Lalita menatap Lili, 'Jelas bugar, baru saja disiram.' Batinnya yang masih menunjukkan sederet gigi putihnya. Lili turut memetik bunga mawar, dia ingin meniru apa yang Lalita lakukan. Saat bersamaan, Lalita menerima panggilan telpon dari Arga. Pria itu meminta Lalita untuk memikirkan hadiah apa yang cocok untuk Damar dan Kania. "Astaga Mas, bisa-bisanya aku lupa kalau mereka akan menikah." Wanita itu baru ingat. "Nanti aku pikirkan hadiahnya
Di dalam kamarnya Lili menangis, setelah kelelahan harus jalan dari depan Kompleks ke rumah, kini Arga kembali mempermainkannya dengan drama kopi. "Apa kurangnya aku Arga! Kenapa kamu tidak menghargai apa yang telah aku lakukan untukmu!" Wanita itu berteriak sambil membuang bantalnya.Tidak ada yang salah dengan apa yang dilakukan tapi ambisinya lah yang salah. Hanya demi hasrat terlarang, dia tega mencelakai sepupunya. Seandainya Lili sadar akan keadaannya serta tahu diri jika dia hanya menumpang mungkin mereka bisa berteman baik dan menjadi keluarga yang baik pula. Keesokan harinya wanita itu terlihat tak bersemangat, selain kurang tidur Lili juga kelelahan sehingga membuat tubuhnya lemah Ketika Lili keluar kamar dia sudah melihat Arga duduk di sofa sambil meminum kopi. Dia mengira itu adalah kopi buatannya semalam tapi yang tanpa Lili tahu kopi itu baru saja dibuat oleh Lalita. "Pagi Arga," sapa Lili dengan senyum mengembangnya."Kemarin aku masuk kamar, niatku menunggumu di
Malam semakin larut Arga dan wanita memutuskan untuk pulang.Sesampainya di rumah, Lalita meminta Arga masuk terlebih dahulu memastikan keberadaan Lili. "Ah merepotkan sekali!" Gerutu pria itu. Sebenarnya Arga sudah muak kucing-kucingan seperti ini tapi dia tidak memiliki pilihan lain selain melakoni aktingnya sebelum kebusukan Lili terbongkar. "Ayolah Mas." Lalita memelas. "Baik Sayang," lalu keluar dari mobil. Pria itu berjalan menuju kamarnya, untung saja Lalita memintanya masuk terlebih dahulu jika tidak pasti akan kepergok Lili yang kini duduk di sofa."Apa yang kamu lakukan?" tanya Arga menatap Lili dengan tajam."Perut aku sakit Arga karena tadi aku berjalan dari depan Kompleks sampai ke rumah," Dia memasang raut wajah sesedih mungkin untuk menarik simpati Arga. Dari awal Arga yang sudah memperkirakan semuanya hanya bisa terdiam sambil menahan tawa dalam hati. 'Wanita bodoh' batinnya dengan menatap Lili. "Kenapa kamu tidak menghubungi sopir untuk menjemput?" Seolah tak t
Pulang dari kerja Arga langsung masuk ke dalam kamar tapi sesaat kemudian dia keluar dengan marah-marah."Terus saja tidur, nggak usah mempedulikan aku!" Suara keras Arga membuat Lili yang duduk tak jauh dari tempatnya segera bangkit dan mendekat. Kemarahan Arga menjadi kesempatan Lili untuk mendekati sepupunya itu."Ada apa Arga? kenapa marah-marah." Suaranya dibuat selembut mungkin agar Arga terpesona. "Aku heran sama Lalita! kerjaannya tidur terus, apa dia tidak memikirkan aku yang baru pulang!" jawab Arga yang masih menunjukkan raut marahnya. Lili menyunggingkan senyuman licik dia berhasil membuat Arga memiliki asumsi buruk kepada Lalita."Entahlah Arga aku terkadang juga heran bahkan aku sudah menasehatinya untuk tidak tidur di saat kamu pulang. Tapi kelihatannya istri kamu suka sekali dengan tidur." Lili terlihat memprovokasi, menjelekkan Lalita di depan Arga. "Aku juga hamil tapi tidak seperti Lalita yang malas." Ucapnya kemudian."Iya dia sangat pemalas bahkan tidak peduli
Lili dan Arga turun bersama, dan sesampainya di ruang makan Arga nampak mengerutkan alis ketika melihat hidangan yang tersaji di meja makan."Makanan apa yang kamu masak untuk aku?" Raut wajah Arga terlihat tak suka melihat makanan yang Lili masak."Sup ayam dan telur." Wanita itu nampak was-was melihat raut wajah Arga."Aku sedang tidak ingin makan sup buatkan makanan lainnya," ujarnya kemudian yang membuat Lili melongo menatapnya.Hari sudah malam tapi Arga malah memintanya untuk memasak kembali."Tapi Arga, sup ini baru saja aku masak. Sangat enak kok." dia membujuk Arga agar mau memakan sup buatannya.Tapi Arga tetap bersikeras dia tidak ingin makan sup malam ini. "Lalu kamu mau makan apa?" tanya Lili."Buatkan aku nasi goreng seafood, acar mentimun sama wortel dan telur setengah matang." Meskipun permintaannya sudah banyak tapi pria itu masih berpikir seolah ada yang ingin dia tambahkan lagi. "Oh ya jangan lupa sosis dan kerupuknya." Cicitnya kemudian.Lili kembali menatapnya,
Sesampainya di rumah Arga mengambil sampel minuman sisa di gelas Lalita. Pria itu segera memanggil dokter pribadinya untuk memeriksa kandungan apa yang ada di dalam minuman itu. "Besok akan saya kirim hasilnya Pak." Kata Dokter. "Aku hanya memberi kamu waktu satu jam." Agaknya pria itu tidak mau menunggu lebih lama lagi. "Tapi Pak...." Kilatan tatapan menyeramkan segera Dokter dapat sehingga pria paruh baya itu tak memiliki pilihan lain selain mengikuti kemauan pasiennya itu. "Baik Pak, dalam waktu satu jam hasilnya akan saya kirim." Lalu Dokter itu pamit. Arga menunggu hasil pemeriksaan dengan cemas, dia takut apabila ada zat berbahaya yang dikonsumsi sang istri. Sudah lebih dari satu jam namun laporan masih belum dia terima sehingga pria itu menghubungi dokter pribadinya kembali. "Cept kirim hasilnya!" Teriak Arga dalam sambungan telponnya. "Maafkan saya Pak, ada sedikit kendala. Sepuluh menit lagi akan saya kirim." Sahut Dokter itu. Merasa kesal, Arga meletakkan pon