*Happy Reading*Ceklek!"Akhirnya kamu bal--elo?"Arkana yang tadinya sudah sumringah mendengar bunyi pintu terbuka. Tiba-tiba kembali kesal, karena ternyata yang datang bukanlah yang sedang ditunggunya."Biasa aja kali komuk lo. Kek udah lama orgasme aja." Elkava menjawab santai, seraya masuk dan menghampiri si tukang photo.Sialan memang sahabat Arletta ini. Kalau ngomong suka nyebelin. Pake ngingetin perkara orgasme lagi. Gak tahu apa dia, kalau Arkana memang sudah lama puasa main kuda-kudaan di ranjang. Semua itu karena Arletta memang sulit sekali ditaklukan. Juga ... selalu adaaa aja iklan yang lewat, tiap kali Arkana hampir dapat sedikit yang dia inginkan. "Gak usah diingetin. Kek gak tahu aja gimana sahabat lo!" kesal Arkana. Elkava pun sontak tertawa ngakak di tempatnya. "Hebat kan sahabat gue? Mahal banget meski perkara cipokan, ya kan?" Elkava pun menanggapi dengan bangga. "Bukan mahal lagi. Tapi premium banget. Sampai engap gue ngadepinnya." Arkana tanpa sadar malah curh
*Happy Reading*"Kenapa, sih? Kok ngeliatin aku kayak gitu banget? Ada yang aneh sama muka aku?" tanya Arletta, mulai risih dengan si tukang photo yang dari tadi terus menatapnya penuh makna. Padahal mereka hanya gak ketemu setengah hari kemarin. Itupun, karena Arletta butuh waktu sendiri setelah membongkar satu part masa lalunya pada bunda Reen. Tetapi, kelakuan si kang photo udah makin aneh aja. Salah makan atau gimana? Haruskan Arletta tanya Bunda Reen?"Iya, emang aneh.""Apa?" tanya Arletta penasaran. "Aneh, kok kamu bisa secantik ini, ya? Padahal gak pake make up. Apa sih rahasianya?"Tuhaaannn ... ini masih pagi, loh. Arletta sudah si suguhkan sarapan gombalan aja. Resiko punya pacar playboy, begini kali, ya? Saban hari disuguhkan gombalan. Kenyang, kagak. Mual, iya. Kepala Arletta mendadak pening memikirkannya."Kayaknya mulut kamu bakal sariawan ya, Mas, kalau gak nyebar gombal sehari aja. Aku harus benar-benar membiasakan diri." Tetapi, bukan Arletta namanya kalau gampang
*Happy Reading*"Laki lo kenapa?""Apanya?" tanya Arletta bingung, pada pertanyaan Elkava yang tiba-tiba, saat baru saja masuk mobil."Itu, wajahnya tumben cerah banget. Padahal mau ditinggal. Biasanya kan ... pasti ngerajuk lebay kek anak kecil."Ah, itu ternyata. "Mana gue tahu. Kenapa gak lo tanya sendiri tadi sama orangnya?" Arletta beralaskan. Padahal aslinya, hati mendengkus kesal.Terang saja wajah si kang photo cerah, bersinar menyilaukan kek lampu rumah baru ganti. Dia sudah berhasil mendapatkan apa yang dia mau. Ugh, mengingatnya membuat Arletta kembali kesal. Meski tadi hanya ciuman, itu pun hanya nempel bentaran doang. Tetap saja, Arletta gak ikhlas. Kenapa coba cuma bentar--eh, maksudnya kenapa dia bisa dia kena modus si kang photo. Dasar pria licik!"Lah, lo kan tadi sama dia. Emang dia gak cerita?" Elkava masih kepo."Cerita apa? Lo kan tahu dia kek mana. Emang suka banyak cakap dan kadang gosip. Gue sampai gak tahu harus lebih dengerin yang mana." Arletta masih berki
*Happy Reading*"Wahai Kakekku tersayang. Sekarang aku akan menuntut hak Mama Ajeng dan Mommy Arumi sekaligus dari keluarga Kusuma. Sebagai anak mereka, aku rasa tidak ada yang berhak untuk hal itu selain aku, kan?"Sang Kakek tertegun di tempatnya beberapa saat. Namun, setelahnya pria tua itu pun membuang napas panjang dan mengangguk setuju. "Tentu, Nak. Aku pastikan kau mendapatkan semua yang kau inginkan."Telinga Arletta sebenarnya masih sangat gatal tiap kali mendengar panggilan 'Nak' dari para tetua keluarga Kusuma. Hatinya mengerang kesal, menolak panggilan mereka untuknya itu. Ingin rasanya Arletta berkata untuk jangan memanggil seperti itu. Apa daya, dia sudah janji pada Bunda Reen, untuk berusaha berdamai dengan masa lalunya. Juga perlahan menghilangkan kebencian pada keluarga dari pihak ibunya itu."Tunggu! Apa-apaan ini maksudnya?" Tentu saja, Adiyaksa tak terima begitu saja akan keputusan sang ayah. Karena .... "Enak saja kamu mau minta bagian Ajeng dan Arumi? Memang kam
*Happy Reading*"Sudah! Sudah! Hentikan!" Nenek berteriak lagi dengan khawatir, saat Arletta tak juga melepaskan sang paman. Elkava pun membantu menepuk bahu Arletta. Seakan memberikan isyarat untuk menghentikan situasi ini. Arletta mendengkus kesal. Terpaksa melepaskan mainannya. Di tempatnya, Adiyaksa pun turut mendengkus kesal, sambil berusaha segera bangun. Pria itu geram luar biasa karena merasa di permalukan seorang bocah ingusan.Bagaimana tidak merasa begitu? Faktanya, Adiyaksa itu sebenarnya mempunyai tubuh tinggi, besar dan kekar melebihi Arletta. Badannya dua kali lebih besar dari keponakan barunya. Lebih dari itu, Adiyaksa juga bisa bela diri meski bukan seorang ahli. Tetapi lihatlah apa yang sudah terjadi? Bisa-bisanya dia tak bisa berkutik melawan si gadis ingusan itu.Sialan! Sialan! Sialan! Kebencian Adiyaksa pada Arletta pun semakin bertambah. Lihat saja, Adiyaksa tak akan melepaskan si bocah ingusan begitu saja. "Tuhan, leher kamu kenapa, Adi? Kenapa berdarah?" Sa
*Happy Reading*Pada akhirnya, karena mood Arletta terlanjur rusak hari itu. Dia pun memutuskan untuk kembali pulang. Meski sang nenek sudah memohon dan Bruno juga membujuk untuk tinggal. Arletta tetap bersikukuh pulang. "Uti kangen cucu. Tinggallah beberapa jam lagi. Kita ngobrol dulu, ya?" bujuk sang nenek setengah menghiba. "Lain kali aja." Arletta menjawab tegas. Seakan tak perduli pada hibaan sang nenek."Tapi, Cu--""Aku pergi." Gadis itu bahkan seperti sengaja menyela ucapan sang nenek, dan beranjak begitu saja meninggalkan ruangan tanpa menoleh lagi ke arah belakang. Benar-benar mengacuhkan si nenek.Sang nenek pun langsung tergugu melihatnya. Sedih dan terluka sudah pasti di rasakan sang nenek. Tetapi mau bagaimana lagi? Nenek sadar, dia tidak punya hak menuntut apa pun pada Arletta, setelah semua yang sudah dilakukan suami dan anaknya.Si kakek tadinya ingin mengejar Arletta dan membujuk gadis itu demi sang istri. Akan tetapi, langkahnya tiba-tiba dihentikan Elkava. "Seb
*Happy Reading*"Hei! Lo ngapain!" Gemas dan geram dengan aksi si wanita mencurigakan. Arletta pun sengaja meneriaki wanita itu sambil menghambur ke dalam kamar. Wanita tadi awalnya terkesiap kaget. Namun, setelah menoleh dan melihat orang yang datang. Dengan alis berkerut dalam, dia malah menatap Arletta dengan bingung."Lo siapa?"Lah? Ngapa jadi ditanya balik begini?"Hello, mohon maaf sebelumnya. Tapi yang nanya duluan itu gue. Harusnya lo jawab, dong. Bukan malah nanya balik. Sekolah gak sih dulu?"Mood baik Arletta sirna kembali. Hatinya dongkol lagi setelah melihat aksi kurang ajar wanita di depannya ini terhadap pacarnya. Plus sikapnya yang ternyata angkuh."Eh, kurang ajar banget tuh mulut, ya? Berani-beraninya lo ngatain gue! Ngajak ribut lo?" Wanita itu melotot kesal. "Lagian, wajar kali, kalau gue nanya lo. Gue gak pernah liat lo sebelumnya di sini. Sementara gue? Semua orang di rumah ini juga tahu dan kenal kali, siapa gue?" imbuhnya dengan jumawa sekali. Benarkah? Sia
*Happy Reading*Demi mendinginkan kepala dan hatinya. Arletta memilih kembali ke kamar Gina dan mandi. Gadis itu mengguyur kepalanya cukup lama di bawah shower. Lelah sekali. Tubuh dan hatinya terasa capek sekali hari ini. Apalagi jika mengingat kejadian beberapa menit lalu di kamar sementara Arkana. Rasanya, lelah hatinya bertambah berkali lipat.Kang photo sialan! Tadi Rachel sekarang Deandra. Berapa banyak lagi wanita yang harus Arletta hadapi gara-gara pria itu? Ugh ... lama-lama Arletta lelah juga."Shit!" Arletta memaki sendiri di bawah guyuran air shower. Faktanya, hatinya tak urung membaik meski sudah diguyur lama seperti ini. Pikirannya terus merekam setiap ucapan Deandra dan memikirkan kebenarannya. Hingga rasa cemburu pun mulai hadir dan mengganggu Arletta. Perasaan itulah yang tidak Arletta sukai. Dia bukan seorang pencemburu akut. Tetapi pengalaman dikhianati dan seringnya ditinggalkan membuat Arletta mudah curiga. Maka, saat Arletta menerima seseorang dalam hatinya. S