Agam masih memeluk Pamela, dia tidak berkenan melepaskan tangannya untuk menggendong anak itu dan berkata dengan dingin, "Bukannya ada kamar tamu kosong di sini? Bawa dia ke kamar dulu, dia masih demam tinggi, jangan sampai masuk angin lagi."Melihat Agam memeluk Pamela tak bergerak, Kalana bertanya dengan tidak rela, "Agam, apa kamu nggak mau menggendong Revan? Dari tadi dia panggil kamu terus! Hm ... apa karena Kak Pamela keberatan?"Setelah bicara begitu, Kalana menatap Pamela dengan ekspresi kasihan dan memohon, "Kak Lala, boleh nggak kamu jangan berebut pelukan Agam sama anak kecil dulu? Sekarang Revan sangat membutuhkan Agam ...."Agam baru saja mau buka suara, tapi Pamela lebih dulu merespon, "Berebut? Sepertinya aku nggak perlu berebut? Pelukan Paman sejak awal memang milikku!"Gayanya santai dan malas, pria itu diperlakukan seperti sofa manusia, dia bersandar dengan nyaman dipelukannya, bahkan melipat kedua kakinya dan berkata, "Nona Kalana, biasanya kamu lemah tak berdaya, ta
Agam teringat pada momen ketika gadis itu membantu mengisap darah beracun dari lukanya, teringat pada kesulitan gadis itu dalam mengantarkan makanan setiap hari untuknya, teringat pada kepolosan gadis itu saat memanggilnya kakak.Agam memiliki perasaan yang istimewa terhadap gadis itu, satu-satunya harapan di saat dirinya sekarat!Agam kehilangan indra penglihatan untuk sementara karena racun ular sehingga tidak dapat melihat tampang gadis itu. Akan tetapi, momen indah tersebut terukur selamanya dalam ingatan Agam.Saat Kalana mendatangi Agam membawa gelang itu, Agam merasakan adanya perbedaan pada gadis itu, tetapi tidak tahu apa kejanggalan tersebut. Agam berpikir itu hanyalah ilusi.Agam merasa sangat bersalah saat mengetahui Kalana menjadi mandul setelah membantu mengisap keluar racun ular. Selama ini, Agam berusaha keras untuk menebus kebaikan Kalana.Namun, Agam tidak dapat memberikan cinta romantis yang diinginkan oleh Kalana.Agam terbangun dari renungan masa lalu dan mengembal
Pertunjukan kembang api sudah berakhir, angin mulai bertiup ....Dikarenakan suara kembang api yang nyaring, semua orang yang menyaksikan di balkon tidak menyadari kedatangan Kalana.Begitu masuk, mereka melihat Pamela dan Andra sedang duduk di sofa sambil mengobrol, tetapi tidak ada Agam.Derry duduk dan bertanya, "Pamela, di mana Agam?"Pamela mengarahkan dagu ke arah tangga. "Ke atas."Adsila langsung duduk di sebelah Pamela. "Kenapa Paman ke atas dan tinggalkan Bibi sendirian di sini?"Pamela sibuk meneguk jus dan tidak menjawab.Adsila yang masih kecil mudah teralihkan pikirannya. Adsila memperlihatkan rekaman pertunjukan kembang api biru yang diambil barusan pada Pamela. "Bibi, lihat. Bagus, 'kan?"Pamela melihat ponsel itu. Adsila membagikan rekaman tersebut ke status WhatsApp dan memperoleh jumlah like yang sangat banyak.Pamela mengangguk seraya memuji, "Ya, teknik fotografimu bagus sekali!"Adsila menjadi girang. "Hahaha! Bagus, 'kan? Aku juga merasa begitu!"Kemudian, Adsila
Derry meneruskan, "Heran sekali. Jason biasanya begitu sombong, nggak mungkin akan begitu ramah! Ada yang aneh! Jangan-jangan Jason sengaja mau rebut istrinya Agam untuk membantu adiknya balas dendam?"Eric menjawab, "Mending kamu jadi sutradara."Derry menjadi kesal. "Oke, nggak usah bicara dengan kamu, nggak seru!"Adsila selesai membalas komentar teman-teman. Hatinya berbunga-bunga karena dipuji memiliki teknik fotografi yang luar biasa. Adsila ingin pamer lagi.Oleh karena itu, Adsila membuka fitur swafoto di ponsel dan merangkul Pamela seraya berkata, "Bibi, ayo, kita foto berdua! Nanti aku akan bikin status kalau aku sudah punya bibi!"Pamela tersenyum tak berdaya, terpaksa untuk memenuhi permintaan keponakan.Akan tetapi, Adsila tidak puas terhadap hasil foto di ponsel. "Ah! Piksel dari kamera depan memang jelek! Harus pakai kamera belakang! Bibi, ayo foto lagi!"Sebelum sempat menolak, Pamela diajak untuk berfoto lagi.Adsila masih tidak puas. Kekurangan tadi adalah piksel dari
Jason melamun sambil melihat foto itu."Kak Andra, kalian sedang foto?"Suara Kalana yang lembut dan penasaran tiba-tiba datang dari belakang Andra.Andra duduk di sofa sambil melihat foto yang diambil barusan. Kalana turun dan berjalan ke belakang Andra, pas melihat foto itu.Andra menoleh pada Kalana dan tersenyum. "Kalana! Ya, kami sedang foto barusan. Mau foto bareng?"Kalana menggeleng. "Nggak, aku nggak dandan hari ini, jelek kalau difoto."Andra menghiburnya, "Omong kosong, Kalana sudah cantik tanpa dandan."Adsila melirik pada Kalana, lalu menjulurkan lidah dan memutar mata. Adsila menggerutu, "Cih, bisa-bisanya dia bilang dia nggak dandan! Dia pikir kita semua nggak bisa lihat dandanan di wajahnya?"Pamela minum jus dengan acuh tak acuh. Kalana berpura-pura sepanjang waktu, hal itu tidak mengherankan.Mendengar gerutuan Adsila, Kalana menoleh ke arah mereka. Kalana pun melihat Jason yang duduk di sana. "Kakak juga di sini?"Ekspresi Jason menjadi serius ketika melihat Kalana y
Kalana berhenti lagi. "Kak Pamela panggil aku?"Pamela mengangkat alis seraya berkata, "Kalau dia haus, aku sarankan kamu ambilkan air mineral. Air soda nggak bisa melepas dahaga, dia juga nggak suka."Tebersit kejengkelan dalam tatapan Kalana. "Oh, ya? Tadi Agam sendiri bilang mau minum air soda. Kak Pamela sepertinya nggak begitu mengenal Agam."Pamela tersenyum acuh tak acuh dan minum jus. "Baiklah, terserah kamu."Tidak peduli bagaimana Kalana menyindir atau memprovokasi, Pamela selalu kalem seolah-olah itu bukanlah apa-apa. Hal itu sangat menjengkelkan!Kalana jengkel dalam hati, lalu pergi ke lantai atas membawa air soda.Setelah Kalana pergi, Jason menoleh pada Pamela. Kekhawatiran tersirat dalam tatapannya. Kemudian, Jason beranjak dari sofa dan menyusul Kalana ke atas.Begitu Jason pergi, Andra bergegas duduk di sebelah Pamela.Andra mengambil sepotong jeruk dari piring buah dan memberikannya pada Pamela seraya tersenyum. "Lala, ayo makan jeruk, ademkan dirimu."Pamela melirik
Agam menoleh pada Jason, terkejut pada sikapnya yang berubah drastis. "Kamu bisa?"Jason berjalan ke sisi ranjang dan menatap Revan. "Kenapa nggak? Revan memang adalah tanggung jawab Keluarga Yanuar, tapi malah merepotkanmu."Agam memicingkan mata karena heran.Sebelumnya, Jason selalu memberi tekanan pada Agam supaya menemani Kalana lebih sering. Hari ini sungguh aneh.Kalana pun mengernyit setelah mendengar ucapan Jason. "Kenapa Kakak naik? Ehm ... nggak perlu temani Kak Andra dan yang lain?"Jason melirik Kalana sekilas, lalu berucap, "Biar Agam saja yang turun dan temani mereka. Agam adalah tokoh utama acara hari ini."Kalana terdiam karena memahami maksud "tokoh utama" yang dikatakan Jason. Wajahnya menjadi masam.Kalana merasa sangat enggan!Kalana enggan membiarkan Agam turun dan menemani Pamela!"Kak, Revan sangat membutuhkan Agam dan demamnya baru turun sedikit. Kalau Agam pergi, aku khawatir Revan akan cemas dan demam lagi ...."Alih-alih menjawab Kalana, Jason mendekati Reva
Oleh karena itu, Kalana meneteskan air mata seraya berkata, "Kakak, aku salah, aku memang nggak merawat Revan dengan baik, tapi kumohon, jangan membawa Revan pergi dariku. Aku jamin aku akan belajar menjadi ibu yang layak dan merawat Revan dengan baik!"Jason memijat kening karena adiknya yang selalu membuat masalah. "Oke, kamu jaga Revan dulu, aku pergi angkat telepon."Jason hendak berjalan ke luar membawa ponselnya yang bergetar. Tepat saat itu, Revan meraih tangan Jason dengan gemetar dan berkata dengan lemas, "Paman, jangan pergi ...."Revan sangat takut, takut akan berduaan dengan ibu setelah paman pergi.Ibu akan menjadi sangat mengerikan ketika tidak ada orang lain!Jason tidak mengetahui apa ketakutan Revan. Jason mengelus pipi Revan dan berkata dengan suara rendah, "Revan, Paman angkat telepon di luar sebentar, biar Ibu temani kamu dulu. Paman akan segera kembali untuk temani Revan."Tatapan Revan penuh rasa takut dan tampak ingin menangis. "Paman, jangan pergi. Revan takut .