Andra tersenyum padanya, lalu berkata, "Akhir-akhir ini aku sibuk dengan pekerjaan, kalau nggak dalam perjalanan, ya kerja di luar negeri, tadinya aku ingin segera menemuimu setelah pulang, sayangnya aku terlambat.""Nggak terlambat kok," jawab Pamela.Wajah Pamela berseri, tatapannya dipenuhi kembang api biru di langit.Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Pamela, mata Andra berbinar sambil berkata, "Maksudmu aku masih punya kesempatan?"Pamela menjawab, "Nggak. Maksudku, sekalipun nggak sibuk dan punya waktu menemuiku, kamu tetap nggak punya kesempatan."Andra tertegun, kemudian dia tersenyum dingin sembari bertanya, "Apa aku sebegitu nggak menariknya buatmu?"Pamela tersenyum dengan tenang, lalu menjawab, "Mungkin kamu baik, tapi ketika hatimu sudah dipenuhi seseorang, matamu nggak akan melihat kebaikan orang lain lagi."Andra menatap dalam-dalam wajah wanita yang sedang menatap langit itu, kemudian bertanya, "Jadi, Agam orang yang sudah memenuhi hatimu itu?"Pamela mengangguk
....Agam memutuskan panggilan, begitu menoleh, dia melihat Pamela berjalan masuk, kemudian bertanya, "Kenapa nggak lihat kembang api lagi? Nggak suka?"Pamela mendekat, lalu duduk di samping pria itu, dia menjawab dengan tenang dan nada malas, "Meski indah, kembang api cepat dingin dan menghilang, pemandangan seindah apa pun, kalau dilihat terlalu lama akan bosan juga, aku nggak mau melihatnya lagi."Agam menyipitkan mata gelapnya, mengulurkan tangan memeluk gadis kecil itu sembari berkata, "Kamu nggak senang? Kenapa membicarakan hal menyedihkan seperti itu?"Pamela memang agak nggak senang karena Agam berbicara di telepon selama itu, dia pun bertanya, "Paman, kenapa lagi penyelamat hidupmu mencarimu?"Agam mengatakan yang sejujurnya, "Anak itu demam tinggi, aku diminta melihatnya."Pamela mendengus pelan, kemudian bertanya, "Lalu kenapa kamu belum pergi juga?"Dari suaranya, Agam tahu Pamela tidak senang, dia menjawab, "Aku sudah mengirim dokter profesional ke sana. Aku 'kan nggak bi
Agam masih memeluk Pamela, dia tidak berkenan melepaskan tangannya untuk menggendong anak itu dan berkata dengan dingin, "Bukannya ada kamar tamu kosong di sini? Bawa dia ke kamar dulu, dia masih demam tinggi, jangan sampai masuk angin lagi."Melihat Agam memeluk Pamela tak bergerak, Kalana bertanya dengan tidak rela, "Agam, apa kamu nggak mau menggendong Revan? Dari tadi dia panggil kamu terus! Hm ... apa karena Kak Pamela keberatan?"Setelah bicara begitu, Kalana menatap Pamela dengan ekspresi kasihan dan memohon, "Kak Lala, boleh nggak kamu jangan berebut pelukan Agam sama anak kecil dulu? Sekarang Revan sangat membutuhkan Agam ...."Agam baru saja mau buka suara, tapi Pamela lebih dulu merespon, "Berebut? Sepertinya aku nggak perlu berebut? Pelukan Paman sejak awal memang milikku!"Gayanya santai dan malas, pria itu diperlakukan seperti sofa manusia, dia bersandar dengan nyaman dipelukannya, bahkan melipat kedua kakinya dan berkata, "Nona Kalana, biasanya kamu lemah tak berdaya, ta
Agam teringat pada momen ketika gadis itu membantu mengisap darah beracun dari lukanya, teringat pada kesulitan gadis itu dalam mengantarkan makanan setiap hari untuknya, teringat pada kepolosan gadis itu saat memanggilnya kakak.Agam memiliki perasaan yang istimewa terhadap gadis itu, satu-satunya harapan di saat dirinya sekarat!Agam kehilangan indra penglihatan untuk sementara karena racun ular sehingga tidak dapat melihat tampang gadis itu. Akan tetapi, momen indah tersebut terukur selamanya dalam ingatan Agam.Saat Kalana mendatangi Agam membawa gelang itu, Agam merasakan adanya perbedaan pada gadis itu, tetapi tidak tahu apa kejanggalan tersebut. Agam berpikir itu hanyalah ilusi.Agam merasa sangat bersalah saat mengetahui Kalana menjadi mandul setelah membantu mengisap keluar racun ular. Selama ini, Agam berusaha keras untuk menebus kebaikan Kalana.Namun, Agam tidak dapat memberikan cinta romantis yang diinginkan oleh Kalana.Agam terbangun dari renungan masa lalu dan mengembal
Pertunjukan kembang api sudah berakhir, angin mulai bertiup ....Dikarenakan suara kembang api yang nyaring, semua orang yang menyaksikan di balkon tidak menyadari kedatangan Kalana.Begitu masuk, mereka melihat Pamela dan Andra sedang duduk di sofa sambil mengobrol, tetapi tidak ada Agam.Derry duduk dan bertanya, "Pamela, di mana Agam?"Pamela mengarahkan dagu ke arah tangga. "Ke atas."Adsila langsung duduk di sebelah Pamela. "Kenapa Paman ke atas dan tinggalkan Bibi sendirian di sini?"Pamela sibuk meneguk jus dan tidak menjawab.Adsila yang masih kecil mudah teralihkan pikirannya. Adsila memperlihatkan rekaman pertunjukan kembang api biru yang diambil barusan pada Pamela. "Bibi, lihat. Bagus, 'kan?"Pamela melihat ponsel itu. Adsila membagikan rekaman tersebut ke status WhatsApp dan memperoleh jumlah like yang sangat banyak.Pamela mengangguk seraya memuji, "Ya, teknik fotografimu bagus sekali!"Adsila menjadi girang. "Hahaha! Bagus, 'kan? Aku juga merasa begitu!"Kemudian, Adsila
Derry meneruskan, "Heran sekali. Jason biasanya begitu sombong, nggak mungkin akan begitu ramah! Ada yang aneh! Jangan-jangan Jason sengaja mau rebut istrinya Agam untuk membantu adiknya balas dendam?"Eric menjawab, "Mending kamu jadi sutradara."Derry menjadi kesal. "Oke, nggak usah bicara dengan kamu, nggak seru!"Adsila selesai membalas komentar teman-teman. Hatinya berbunga-bunga karena dipuji memiliki teknik fotografi yang luar biasa. Adsila ingin pamer lagi.Oleh karena itu, Adsila membuka fitur swafoto di ponsel dan merangkul Pamela seraya berkata, "Bibi, ayo, kita foto berdua! Nanti aku akan bikin status kalau aku sudah punya bibi!"Pamela tersenyum tak berdaya, terpaksa untuk memenuhi permintaan keponakan.Akan tetapi, Adsila tidak puas terhadap hasil foto di ponsel. "Ah! Piksel dari kamera depan memang jelek! Harus pakai kamera belakang! Bibi, ayo foto lagi!"Sebelum sempat menolak, Pamela diajak untuk berfoto lagi.Adsila masih tidak puas. Kekurangan tadi adalah piksel dari
Jason melamun sambil melihat foto itu."Kak Andra, kalian sedang foto?"Suara Kalana yang lembut dan penasaran tiba-tiba datang dari belakang Andra.Andra duduk di sofa sambil melihat foto yang diambil barusan. Kalana turun dan berjalan ke belakang Andra, pas melihat foto itu.Andra menoleh pada Kalana dan tersenyum. "Kalana! Ya, kami sedang foto barusan. Mau foto bareng?"Kalana menggeleng. "Nggak, aku nggak dandan hari ini, jelek kalau difoto."Andra menghiburnya, "Omong kosong, Kalana sudah cantik tanpa dandan."Adsila melirik pada Kalana, lalu menjulurkan lidah dan memutar mata. Adsila menggerutu, "Cih, bisa-bisanya dia bilang dia nggak dandan! Dia pikir kita semua nggak bisa lihat dandanan di wajahnya?"Pamela minum jus dengan acuh tak acuh. Kalana berpura-pura sepanjang waktu, hal itu tidak mengherankan.Mendengar gerutuan Adsila, Kalana menoleh ke arah mereka. Kalana pun melihat Jason yang duduk di sana. "Kakak juga di sini?"Ekspresi Jason menjadi serius ketika melihat Kalana y
Kalana berhenti lagi. "Kak Pamela panggil aku?"Pamela mengangkat alis seraya berkata, "Kalau dia haus, aku sarankan kamu ambilkan air mineral. Air soda nggak bisa melepas dahaga, dia juga nggak suka."Tebersit kejengkelan dalam tatapan Kalana. "Oh, ya? Tadi Agam sendiri bilang mau minum air soda. Kak Pamela sepertinya nggak begitu mengenal Agam."Pamela tersenyum acuh tak acuh dan minum jus. "Baiklah, terserah kamu."Tidak peduli bagaimana Kalana menyindir atau memprovokasi, Pamela selalu kalem seolah-olah itu bukanlah apa-apa. Hal itu sangat menjengkelkan!Kalana jengkel dalam hati, lalu pergi ke lantai atas membawa air soda.Setelah Kalana pergi, Jason menoleh pada Pamela. Kekhawatiran tersirat dalam tatapannya. Kemudian, Jason beranjak dari sofa dan menyusul Kalana ke atas.Begitu Jason pergi, Andra bergegas duduk di sebelah Pamela.Andra mengambil sepotong jeruk dari piring buah dan memberikannya pada Pamela seraya tersenyum. "Lala, ayo makan jeruk, ademkan dirimu."Pamela melirik