Pamela yang hampir tertidur melihat riwayat obrolan itu, kemudian menjawab dengan tenang, "Paman, mereka 'kan temanmu. Kamu saja yang atur."Pria itu menatapnya lekat sambil berkata, "Aku nggak bisa mengaturnya."Pamela yang sedang menatap cermin menoleh menatap pria itu, alisnya terangkat karena bingung, "Kenapa nggak bisa? Sebelumnya kamu juga pergi minum dengan mereka, kenapa sekarang nggak bisa?"Pria itu menjawab, "Aku nggak punya uang."Pamela terdiam.Penata rias yang sedang mengganti gaya rambut Pamela terkejut sekaligus menahan tawa, merasa kalimat "Aku nggak punya uang" yang keluar dari mulut seorang pria berperawakan tinggi dan elegan seperti itu adalah hal yang luar biasa.Sudut bibir Pamela terangkat, dia baru teringat bahwa Paman telah menyerahkan semua kartu ATM padanya, dia juga tak punya uang lagi di ponselnya."Kalau begitu kamu atur saja, nanti aku bayar," kata Pamela dengan jelas.Agam menantikan kalimat itu, dia mengusap hidung Pamela sejenak sambil berkata, "Kalau
Pamela mengangguk sekali lagi sambil berkata, "Aku ingin pulang."Pria itu tidak mengatakan apa-apa lagi, dia merangkulnya dengan lembut sembari berkata, "Hm, kalau begitu kita pulang."Pamela mengerutkan kening bertanya, "Kita? Paman, kamu juga nggak ikut?"Agam menatapnya sembari menjawab, "Kalau kamu nggak pergi, nggak ada yang membayarkan tagihannya, kalau begitu untuk apa aku ke sana?"Mendengar hal itu, Pamela langsung menjulingkan mata, lalu berkata, "Aku bisa mentransfernya padamu, kamu bayar sendiri!"Agam menjawab dengan serius, "Tidak perlu, kalau kamu nggak ikut, aku juga tak berminat keluar, takutnya istriku kabur lagi."Huh! Dasar!Pamela paling tak tahan dengan trik seperti ini, tiba-tiba merasa Paman sangat licik!"Baiklah, kalau begitu aku juga pergi! Sudah, 'kan?Agam tersenyum, lalu membungkuk dan berbisik, "Gadis kecil, aku tahu kamu lelah. Setelah Paman menemani mereka minum beberapa gelas, kita pulang. Malam ini kamu boleh istirahat dengan tenang, aku nggak akan m
Pria itu melirik nomor yang muncul di layar ponselnya, dahinya berkerut, tapi dia tetap menjawabnya.Suara cemas Kalana terdengar, "Agam, kamu di mana?"Pria itu menjawab, "Manor Sinar Rembulan."Kalana dengan segan bertanya, "Hm ... kamu di Manor Sinar Rembulan? Apa kamu sibuk?"Pria itu tidak menjawab, sebaliknya bertanya, "Ada apa?"Kalana menjawab dengan berat hati, "Agam, Revan barusan muntah, dia nggak enak badan, dari tadi terus-terusan memanggilmu. Agam, aku tahu aku mengganggumu, tapi bisa nggak kamu pulang sebentar? Revan membutuhkanmu."Agam tanpa sadar menatap Pamela di sampingnya, dia terdiam dua detik sebelum bertanya, "Apa kata Dokter?"Kalana terisak sambil menjawab, "Kata Dokter kondisi tubuhnya baik-baik saja, muntah adalah reaksi normal dari geger otak. Tapi anak mengalami syok, dia perlu ditenangkan, akan lebih baik kalau ayahnya bisa menemani! Agam, apa kamu bisa datang?"Agam terdiam.Dalam suasana tenang, Pamela tersenyum kecil sembari berkata, "Pergilah."Pamela
Derry berteriak, "Benar, minum bersilang!"Agam tentu tidak keberatan, mana mungkin dia keberatan minum bersilang dengan gadis kecilnya.Dia menoleh menatap Pamela, kemudian mengangkat alisnya untuk menanyakan pendapat Pamela.Pamela agak malu, tapi dia tidak ingin terlihat sombong. Setelah ragu sejenak, dia pun duduk menyamping dan minum bersilang dengan pria itu menggunakan jus miliknya.Barulah Adsila merasa puas, dia mengangkat kepalanya, menghabiskan minumannya, kemudian memimpin tepuk tangan!Suasananya meriah!Derry bertepuk tangan sambil tersenyum sembari berkata, "Agam, hari ini untuk pertama kalinya Johan menambahkan program khusus untukmu dan Lala, dijamin ini akan menjadi malam yang nggak akan pernah kalian lupakan."Agam menatap Jason, tak mengira pria itu bisa punya niat baik padanya.Pamela juga menatap Jason penuh rasa ingin tahu.Jason memang tak punya niat baik pada Agam, tapi berbeda dengan Pamela.Lala adalah adik kandungnya yang telah lama hilang, dia berhutang pad
Andra tersenyum padanya, lalu berkata, "Akhir-akhir ini aku sibuk dengan pekerjaan, kalau nggak dalam perjalanan, ya kerja di luar negeri, tadinya aku ingin segera menemuimu setelah pulang, sayangnya aku terlambat.""Nggak terlambat kok," jawab Pamela.Wajah Pamela berseri, tatapannya dipenuhi kembang api biru di langit.Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Pamela, mata Andra berbinar sambil berkata, "Maksudmu aku masih punya kesempatan?"Pamela menjawab, "Nggak. Maksudku, sekalipun nggak sibuk dan punya waktu menemuiku, kamu tetap nggak punya kesempatan."Andra tertegun, kemudian dia tersenyum dingin sembari bertanya, "Apa aku sebegitu nggak menariknya buatmu?"Pamela tersenyum dengan tenang, lalu menjawab, "Mungkin kamu baik, tapi ketika hatimu sudah dipenuhi seseorang, matamu nggak akan melihat kebaikan orang lain lagi."Andra menatap dalam-dalam wajah wanita yang sedang menatap langit itu, kemudian bertanya, "Jadi, Agam orang yang sudah memenuhi hatimu itu?"Pamela mengangguk
....Agam memutuskan panggilan, begitu menoleh, dia melihat Pamela berjalan masuk, kemudian bertanya, "Kenapa nggak lihat kembang api lagi? Nggak suka?"Pamela mendekat, lalu duduk di samping pria itu, dia menjawab dengan tenang dan nada malas, "Meski indah, kembang api cepat dingin dan menghilang, pemandangan seindah apa pun, kalau dilihat terlalu lama akan bosan juga, aku nggak mau melihatnya lagi."Agam menyipitkan mata gelapnya, mengulurkan tangan memeluk gadis kecil itu sembari berkata, "Kamu nggak senang? Kenapa membicarakan hal menyedihkan seperti itu?"Pamela memang agak nggak senang karena Agam berbicara di telepon selama itu, dia pun bertanya, "Paman, kenapa lagi penyelamat hidupmu mencarimu?"Agam mengatakan yang sejujurnya, "Anak itu demam tinggi, aku diminta melihatnya."Pamela mendengus pelan, kemudian bertanya, "Lalu kenapa kamu belum pergi juga?"Dari suaranya, Agam tahu Pamela tidak senang, dia menjawab, "Aku sudah mengirim dokter profesional ke sana. Aku 'kan nggak bi
Agam masih memeluk Pamela, dia tidak berkenan melepaskan tangannya untuk menggendong anak itu dan berkata dengan dingin, "Bukannya ada kamar tamu kosong di sini? Bawa dia ke kamar dulu, dia masih demam tinggi, jangan sampai masuk angin lagi."Melihat Agam memeluk Pamela tak bergerak, Kalana bertanya dengan tidak rela, "Agam, apa kamu nggak mau menggendong Revan? Dari tadi dia panggil kamu terus! Hm ... apa karena Kak Pamela keberatan?"Setelah bicara begitu, Kalana menatap Pamela dengan ekspresi kasihan dan memohon, "Kak Lala, boleh nggak kamu jangan berebut pelukan Agam sama anak kecil dulu? Sekarang Revan sangat membutuhkan Agam ...."Agam baru saja mau buka suara, tapi Pamela lebih dulu merespon, "Berebut? Sepertinya aku nggak perlu berebut? Pelukan Paman sejak awal memang milikku!"Gayanya santai dan malas, pria itu diperlakukan seperti sofa manusia, dia bersandar dengan nyaman dipelukannya, bahkan melipat kedua kakinya dan berkata, "Nona Kalana, biasanya kamu lemah tak berdaya, ta
Agam teringat pada momen ketika gadis itu membantu mengisap darah beracun dari lukanya, teringat pada kesulitan gadis itu dalam mengantarkan makanan setiap hari untuknya, teringat pada kepolosan gadis itu saat memanggilnya kakak.Agam memiliki perasaan yang istimewa terhadap gadis itu, satu-satunya harapan di saat dirinya sekarat!Agam kehilangan indra penglihatan untuk sementara karena racun ular sehingga tidak dapat melihat tampang gadis itu. Akan tetapi, momen indah tersebut terukur selamanya dalam ingatan Agam.Saat Kalana mendatangi Agam membawa gelang itu, Agam merasakan adanya perbedaan pada gadis itu, tetapi tidak tahu apa kejanggalan tersebut. Agam berpikir itu hanyalah ilusi.Agam merasa sangat bersalah saat mengetahui Kalana menjadi mandul setelah membantu mengisap keluar racun ular. Selama ini, Agam berusaha keras untuk menebus kebaikan Kalana.Namun, Agam tidak dapat memberikan cinta romantis yang diinginkan oleh Kalana.Agam terbangun dari renungan masa lalu dan mengembal