Sungguh menyebalkan!Olivia berkacak pinggang sambil berkata, "Hei! Pamela, cepat ganti baju!""Kenapa?" tanya Pamela dengan alis terangkat. Dia melirik Olivia sekilas, lalu kembali melihat ponselnya.Dia tidak merasa heran dengan kedatangan Olivia tanpa izin. Tadi, Olivia berbicara dengan suara yang sangat keras dengan Dimas di depan pintu. Pamela tidak memiliki gangguan pendengaran, jadi tentu saja dia mendengar semuanya."Kenapa? Kamu tanya kenapa?! Kamu sudah menikah ke Keluarga Dirgantara, jadi kamu harus menuruti aturan Keluarga Dirgantara. Keluarga Dirgantara nggak menoleransi kemalasan! Kamu kira kami seperti orang miskin, bisa terus berbaring sesuka kami?!" seru Olivia.Pamela terkekeh dan berkata, "Di Keluarga Dirgantara, sepertinya aku menikah dengan kakakmu, bukan kamu. Kakakmu saja nggak mengatur aku, memangnya kamu bisa mengaturku?"Dengan gaya seorang nona dari keluarga kaya, Olivia membelalakkan matanya dan berkata, "Kenapa aku nggak bisa mengaturmu? Kamu benar-benar ki
Olivia melirik sekilas ke Pamela yang sedang bersandar dengan malas di kepala ranjang sambil menguap. Dia sama sekali tidak bisa memasang ekspresi bersalah dan meminta maaf pada gadis kampungan yang dia pandang rendah ini. "Kak, aku ...."Dari ponsel itu, Agam berkata dengan ekspresi kaku, "Kalau kamu nggak mau minta maaf, kemas barangmu!"Tidak peduli betapa enggannya Olivia meminta maaf, dia tetap saja merasa takut pada kakaknya. Dia bergegas menyerah dan menundukkan kepalanya pada Pamela yang bersandar di ranjang sambil berkata, "Kak Pamela, maaf, ya .... Ucapanku tadi nggak serius. Ke depannya, aku nggak akan berani berbicara seperti itu lagi denganmu .... Tolong maafkan aku, jangan biarkan kakakku mengusirku, ya ...."Pamela hanya menatapnya tanpa memberikan pernyataan jelas apa pun. Dia hanya mengulurkan tangannya dengan santai sambil berkata, "Balikkan ponselku, kamu bisa pergi."Pergi?!Dengan siapa Pamela berbicara? Apakah Pamela menganggapnya sebagai seorang bawahan?Melihat
Olivia mengernyit dengan kesal dan berkata, "Pak Dimas, kamu hanya tanya Pamela marah atau nggak, kenapa kamu nggak tanya aku marah atau nggak?!"Dimas tidak bisa menjawab pertanyaan ini.Olivia benar-benar merasa sangat kesal, sehingga melihat para pembantu di sisi Dimas pun dia merasa kesal. "Huh! Sepertinya keluarga ini akan segera menjadi Keluarga Alister, bahkan kalian juga memihak pada orang luar itu! Dasar nggak tahu berterima kasih!" seru Olivia.Dimas tampak tidak berdaya. Dia bukan ingin memihak pada siapa pun, tetapi masalah hari ini memang kesalahan Olivia yang bersikeras untuk memasuki kamar Pamela sesukanya ....Para pembantu itu juga merasa bahwa mereka tidak bersalah. Mereka juga tidak membela Pamela, melainkan merasa bahwa Olivia agak keterlaluan.Setelah Olivia kembali ke kamarnya sendiri dengan amarah yang menggebu-gebu, dia merasa makin marah, jadi dia menghubungi Kalana.Panggilan ini segera terhubung. Dengan suaranya yang tetap lembut seperti biasanya, Kalana bert
Setelah Kalana pergi, pengasuh itu menepuk-nepuk Revan yang berada dalam pelukannya dengan sedih sambil berkata, "Sudah, sudah, Nona Kalana sudah pergi. Revan, jangan takut lagi!"Revan baru berani menoleh. Setelah dia memastikan bahwa ibunya sudah tidak berada di dekatnya, tangisannya baru perlahan-lahan mereda ....Pengasuhnya membuang napas. Dia sebenarnya sudah sejak lama melihat bahwa Kalana mengadopsi anak ini bukan karena Kalana benar-benar menyayangi anak ini. Hanya di hadapan orang lain, barulah Kalana bersikap seakan-akan dia sangat memedulikan Revan. Namun, di belakang, dia sangat dingin dan asal-asalan ....Revan juga sangat sial. Dari kecil, dia sudah menjadi yatim piatu. Setelah diadopsi ke keluarga kaya dengan susah payah, dia malah bertemu dengan seorang ibu yang hanya ingin memanfaatkannya!Bisa dibayangkan betapa banyak penderitaan yang akan anak ini alami ke depannya!...Di Kediaman Dirgantara.Pamela yang sedang tidur terbangun karena sebuah panggilan telepon.Dia
Dimas mengikutinya di satu sisi dengan hormat. Setibanya di ruang makan, Dimas baru berjalan ke depan dan berkata, "Nyonya, ini sarapan Anda ... eh?"Sebelum Dimas bisa menyelesaikan ucapannya, sekujur tubuhnya menjadi kaku!Dia melihat dua wanita yang duduk di ruang makan sambil memakan makanan yang dipersiapkan secara khusus oleh ahli gizi untuk Pamela ....Dimas mengernyit sambil berkata, "Nona, bukankah kamu sudah sarapan? Kenapa kamu malah memakan sarapan Nyonya juga?"Olivia duduk di tempatnya sambil terus memasukkan makanan ke dalam mulutnya."Sarapan ini punya dia, ya? Tadi, kulihat makanannya diletakkan di sini tanpa disentuh siapa pun, jadi kukira makanan ini dipersiapkan untuk temanku! Kebetulan, temanku datang main ke rumah, jadi aku menyuruh temanku untuk memakannya selagi panas!" kata Olivia.Kemudian, Olivia mengambil sepotong daging di atas piring untuk Kalana, temannya yang duduk di sisinya sambil berkata, "Sini, Kak Kalana, jarang-jarang kamu datang ke rumah kami, jad
Saat Olivia sedang terus menyindir Pamela, Pamela sudah duduk di sofa di ruang tamu. Pamela sama sekali tidak menanggapi sindiran Olivia, dia hanya memesan makanan dengan ponselnya, seakan-akan dia tidak mendengar apa pun.Olivia yang menyadari bahwa ucapannya tidak berpengaruh pada Pamela pun merasa sangat tidak senang. Oleh karena itu, dia melanjutkan ucapannya dengan suara yang lebih keras lagi. "Pesan makanan saja lama sekali. Dengan uang yang dia miliki, sepertinya dia hanya sanggup memesan makanan seharga 40 ribu hingga 60 ribu!" seru Olivia.Kalana sudah tidak bisa menahan tawanya lagi. Namun, dia masih berpura-pura menasihati Olivia. Dia pun berkata, "Olivia, jangan berbicara seperti itu. Apa pun yang terjadi, kita harus menghargai kebiasaan hidup orang lain."Olivia menjulingkan matanya dan berkata, "Tapi, ucapanku nggak salah! Orang kampungan seperti dia nggak sama dengan kita! Meskipun sekarang dia bisa menggunakan penampilannya untuk menggoda kakakku, pandangan kedua orang
Pria itu hanya berkata dengan nada dingin, "Pakai bajumu!" Kemudian, dia meninggalkan Kalana sendirian di dalam ruangan dan pergi dengan tidak berperasaan ....Tentu saja Kalana percaya bahwa Agam bukanlah pria yang sembarangan karena Kalana sudah pernah melihat tekad dan prinsip ketegasan Agam terhadap dirinya sendiri!Namun, mengapa tekad dan prinsip seorang pria yang menjaga dirinya dan tidak memedulikan orang lain seperti Agam bisa hilang karena Pamela?!Mengapa?!Tiba-tiba, Pamela menerima panggilan dari nomor yang tidak dia ketahui, jadi dia mengira bahwa pesanannya sudah tiba. Tanpa berpikir panjang, dia langsung menerima panggilan itu. "Halo?"Namun, untuk sekian lama, tidak ada suara yang terdengar dari ujung telepon lainnya ....Pamela mengernyit dengan aneh dan bertanya, "Halo, siapa ini? Kedengaran, nggak?""Kedengaran," jawab orang itu.Suara ini suara seorang pria, suaranya rendah dan dingin, terdengar sangat canggung.Pamela langsung mengenali suara ini sebagai suaranya
Melihat Pamela yang baru saja mematikan panggilannya, Kalana memasang senyuman "polos" yang paling dia kuasai."Kak Pamela, sepertinya kamu sibuk sekali, ya? Panggilan itu dari seorang teman pria yang ingin mencarimu, ya?" tanya Kalana.Pamela menyimpan ponselnya, lalu memeluk sebuah bantal di atas sofa dan menjawab dengan malas, "Iya, dia memang pria."Mata Kalana yang polos malah terlihat sinis dan jahat. "Tahukah Agam kamu masih berhubungan dengan pria lain secara pribadi?" tanya Kalana.Pamela menguap dan menjawab, "Seharusnya dia nggak tahu, deh!"Kalana berkata dengan agak kesal, "Agam nggak tahu? Kalau begitu, sepertinya kurang bagus, deh. Mumpung Agam lagi nggak di rumah, kamu memanggil pria lain datang mencarimu ke rumah. Kalau hal ini tersebar ke luar, orang-orang pasti akan bergunjing!"Pamela menoleh dan menatap Kalana sambil bertanya, "Nona Kalana, kamu sedang mengancamku bahwa kamu akan menyebarkan hal ini ke luar, ya?"Kalana mengernyit dengan gaya pura-pura manis dan be