Pamela pun tertawa. Setelah tertawa cekikikan, dia tidak bisa menahan diri dari menatap Agam dan berkata, "Tuan Agam, situasi kritis saat itu hanya terjadi karena kita terpaksa dan nggak melibatkan perasaan apa pun. Selain itu, kamu benar-benar merasa kamu akan begitu akurat? Hingga bisa berhasil dalam satu cobaan?"Agam menatap Pamela dengan tatapan penuh kecurigaan untuk sekian lama. Melihat Pamela santai-santai saja dan bahkan tidak tampak gugup sama sekali, pria ini baru mengembuskan kepulan asap. Kecurigaan di tatapannya juga tersebar bersama asap itu, tetapi tidak menghilang sepenuhnya ....Setelah terdiam sejenak, pria ini bertanya lagi, "Suamimu di mana?"Pamela tercengang sesaat. Dia hampir lupa tentang suaminya itu. Dia mengedipkan matanya dengan canggung dan menjawab, "Dia tentu saja sedang bekerja dan mendapatkan uang untuk menghidupi keluarganya!"Agam kembali terdiam."Andra lagi mendekatimu, ya?" tanya Agam.Mendengar pertanyaan ini, Pamela lagi-lagi tercengang sejenak.
Saat Pamela kembali ke dalam ruangan, dia menyadari bahwa Andra juga tidak berada di dalam ruangan, entah ke mana pria ini pergi.Agam masih belum kembali, jadi hanya tersisa Kalana yang sedang menyuapi anaknya makan.Tadi, di kamar mandi, kedua orang ini berbincang-bincang dengan sangat tidak senang. Pada umumnya, mereka sudah saling mengetahui sifat buruk masing-masing.Sekarang, tanpa kehadiran orang lain, Kalana juga tidak berpura-pura ramah pada Pamela. Dia melirik sekilas ke arah Pamela dengan dingin, lalu terus menyuapi anaknya makan nasi.Pamela berjalan kembali ke tempat duduknya dan mulai makan sambil mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan pesan untuk pria ini ....Pada saat ini, Kalana tiba-tiba menekan tombol untuk memanggil pelayan, lalu menyuruh pelayan itu datang untuk menambahkan kuah di panci.Pamela juga tidak terlalu memerhatikan perbuatan Kalana. Dia sedang sibuk membalas pesan di ponselnya.Sesaat kemudian, seorang pelayan pria yang berpakaian seragam restoran ini
Baru berselang beberapa hari, Kalana sudah bersandiwara lagi!Pamela menatap Kalana dengan tatapan muak. Dia sudah benar-benar muak dengan wanita ini.Anaknya sudah terluka, tetapi Kalana masih saja mengingat untuk memanfaatkan masa kritis ini!Wanita ini benar-benar keterlaluan!Meskipun Pamela tidak menyukai ibunya anak ini, baginya, anak ini tidak bersalah. Jika seorang anak sekecil ini terkena luka bakar, sekarang, dia pasti merasa kesakitan dan tidak memahami mengapa dia merasakan rasa sakit ini ....Pamela tidak membantah. Dia mengeluarkan ponselnya untuk memanggil ambulans. Setelah dia melaporkan alamat tepatnya, dia mematikan panggilan itu dan berkata, "Pelayan itulah yang hampir melemparkan cerek ini ke anakmu. Aku hanya ingin menyelamatkannya, jadi aku mengulurkan tanganku untuk menangkap cerek itu, sedangkan pelayan itu langsung melarikan diri karena takut akan tanggung jawab yang harus dia tanggung!"Kalana malah memasang ekspresi tidak percaya dan berkata, "Kak Pamela, kam
Di unit gawat darurat.Para dokter bergegas mengobati luka anak itu. Setelah lukanya dioleskan dengan obat dan dibungkus dengan baik, dokter itu memberi tahu orang tua anak ini bahwa mata anak ini terluka lumayan parah. Setelah anak ini tumbuh besar, luka ini mungkin akan meninggalkan bekas.Begitu mendengar ucapan ini, air mata Kalana kembali mengalir. Dia berkata, "Anakku, anakku yang malang, masih sekecil ini, tapi wajahnya sudah rusak! Agam, bagaimana ini ...."Agam menenangkannya dengan tenang sambil berkata, "Kata dokter, itu hanya kemungkinan, juga nggak pasti akan terjadi."Kalana masih saja menangis. "Tapi ... kalau ...."Agam sepertinya mulai kesal, dia berkata dengan suara rendah, "Dia anak laki-laki, nggak apa-apa kalau ada bekas luka di wajahnya, yang penting dia baik-baik saja."Kalana menyadari bahwa suasana hati pria ini tidak terlalu baik, jadi dia lebih menahan diri.Dia menyeka air matanya sendiri dan berkata dengan sedih, "Agam, ucapanmu benar, Revan itu anak laki-l
Sedangkan Kalana yang didorong dengan pelan oleh Pamela langsung mundur ke belakang dan hampir terjatuh, seakan-akan dia didorong dengan sangat kuat ....Dia sengaja memprovokasi Pamela untuk menyerang dirinya. Dengan begitu, dia bisa meningkatkan kemungkinan Pamela melukai Revan!Kalana yang hampir terjatuh tiba-tiba ditahan oleh seseorang, sehingga dia tidak terjatuh.Dia mengira itu Agam, sehingga dia diam-diam merasa senang. Alhasil, dia malah melihat Jason, kakaknya sendiri.Jason menarik adiknya untuk berdiri dan memeluk adiknya dengan lembut. Kemudian, dia memelototi Pamela dengan dingin dan berkata, "Berani sekali kamu mendorongnya?!"Pamela berkata, "Aku nggak mendorongnya, aku hanya melepaskan tangannya dari tubuhku."Dengan ekspresi masam, Jason berkata, "Aku melihat semuanya, tapi bisa-bisanya kamu masih saja menyangkal?!"Pamela seketika terdiam. 'Memangnya apa yang dia lihat? Dia pasti mengarang cerita sendiri dalam otaknya!' pikir Pamela.Kalana memang agak kecewa saat d
Melihat Agam ingin membawa Pamela untuk berbicara secara pribadi, Kalana seketika merasa agak panik. Dengan berlinang air mata, dia menoleh dari pelukan Jason dan bertanya, "Agam ... kamu mau bawa Kak Pamela ke mana?"Agam hanya melirik Kalana sekilas dan menjawab, "Kamu pergi temani Revan dulu, aku pasti akan menyelesaikan masalah ini dengan baik."Dari ucapan ini, Kalana menangkap arti bahwa Agam sepertinya akan menggantikannya untuk menuntut pertanggungjawaban Pamela?'Benar juga, aku sudah bersandiwara seperti itu, Agam pasti sudah percaya Pamela-lah yang melukai Revan, dia nggak akan melepaskan Pamela begitu saja!' pikir Kalana.Kalana pun menganggukkan kepalanya dengan patuh dan berkata, "Baiklah, kalau begitu, aku pergi jaga Revan dulu sambil menunggumu kembali setelah menyelesaikan masalah ini."Agam tidak lagi menanggapi ucapan Kalana. Dia menatap Pamela dengan tatapan dingin dan berkata dengan nada memerintah, "Kamu, ikuti aku."Pamela sebenarnya tidak ingin berbicara lagi de
Bagaimanapun, karena Pamela sudah mendapatkan obatnya, tentu saja dia harus memakainya!"Terima kasih," kata Pamela.Dia berterima kasih pada pria ini dan tidak lagi memikirkan bagaimana sebenarnya pria ini menyadari luka bakar di tangannya.Pamela membuka kotak obat itu dan mengoleskan obat di telapak tangannya yang terasa agak perih sambil berkata, "Intinya, aku nggak melukai anak itu, hal itu terjadi karena kesalahan pelayan restoran itu!"Pada saat ini, kedua mata Agam yang mendalam seakan-akan kehilangan fokus. Melalui kepulan asap rokok, dia menatap Pamela dengan ekspresi yang tidak jelas dan bertanya, "Memangnya aku menanyakan hal ini padamu?"Pamela mengernyit dan berkata, "Kalau begitu, kamu nggak mungkin memanggilku kemari hanya untuk memberiku obat ini, 'kan?"Pria ini tidak menjawab. Dia memicingkan matanya dan menatap tangan Pamela yang terkena luka bakar itu. Sambil melihat cincin berlian yang berkilau di jari manis tangan itu, tatapannya menjadi sinis. "Sekarang, Nona Pa
Kalana menjaga anaknya di dalam ruang rawat, tetapi dia merasa tidak tenang.Dia tidak terlalu mengkhawatirkan anaknya. Kata dokter, kondisi anak ini sudah stabil, kesehatannya dari aspek lain juga nggak akan terpengaruh. Hanya saja, karena takutnya perawatan luka anak ini tidak bagus, sehingga lukanya terinfeksi, dokter menganjurkan agar anak ini diopname dulu dan diawasi keadaannya selama beberapa hari.Hal yang Kalana khawatirkan adalah Agam yang memanggil Pamela untuk pergi dengannya!Mengapa Agam masih saja belum kembali?Apa yang sebenarnya dia katakan dengan Pamela? Berapa lama mereka harus berbicara?Karena luka bakar ini sangat menyakitkan, Revan yang berbaring di atas ranjang bahkan merintih kesakitan dalam mimpinya. Dia masih tidak bisa berbicara, jadi dia bahkan tidak bisa mengigau.Jason berdiri di sisi ranjang dengan ekspresi serius. Sebagai paman dari anak ini, melihat keponakannya begitu kesakitan, bagaimana mungkin dia tidak marah?!Dia menyadari bahwa Pamela adalah pe
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen