Suara seorang pria yang renyah dan rendah begitu menyentak di tengah hingar bingar bar. Suara itu pun terdengar pelan di telinga Pamela.Pamela baru memejamkan matanya sebentar, tetapi sudah ada orang yang berbicara dengannya.Karena merasa terganggu, dia mengerutkan kening tidak senang dan membuka matanya. Dia melihat seorang pria berdiri di bawah gemerlap lampu-lampu yang indah, dengan senyuman dan alisnya yang terkembang indah.Dia mengenakan celana panjang dan jas hitam, kemeja putih tanpa dasi. Dua kancing bagian atas kemejanya juga terbuka, menunjukkan sedikit tulang selangkanya.Apa yang tersembunyi di balik kemejanya juga penuh dengan keanggunan.Malaikat maut!Tidak mendapatkan jawaban gadis di depannya, senyum di wajah pria itu makin dalam. Dia bertanya lagi dengan suara hangat, "Apa kamu sendirian?"Pamela menjawab dengan suara malas, "Nggak."Pria itu terkekeh dengan elegan, "Kalau begitu, apa kamu keberatan kalau aku duduk di sini?"Meskipun lawan bicaranya sangat tampan,
Lantai dua Uirel Bar adalah sebuah ruangan kelas atas, kedap suara dari hingar bingar bar yang riuh di lantai bawah. Dua lantai ini seperti dua dunia yang berbeda.Panggilan Pamela kepada Adsila tidak dijawab dan tidak ada yang tahu di mana ruangan dia berada.Manajer Uirel Bar melihat Pamela dan menyapanya dengan penuh hormat, "Nona Alister, apa nona mencari Tuan Marlon?"Pamela menggeleng pelan, lalu bertanya, "Apa kamu tahu di ruang mana nona dari Keluarga Andonis berada?"Manajer itu berkata, "Hari ini kami nggak menerima tamu anggota Keluarga Andonis."Adsila menyelinap masuk untuk menemui Agam tanpa melalui proses masuk yang normal.Pamela berpikir sejenak, lalu bertanya lagi, "Di ruang mana Agam berada?"Manajer menjawab dengan jujur, "Nona Alister, Pak Agam ada di ruang Snow."Ruang Snow adalah ruangan terbesar dan termewah di Uirel Bar, yang diperuntukkan bagi kalangan atas.Baru Pamela akan pergi ke ruang Snow untuk melihat apakah Adsila ada di sana, suara berisik Jovita terd
Ruangan ini memang disebut ruangan pribadi, tetapi sebenarnya bagian dalamnya lebih seperti rumah satu lantai yang sangat luas.Di dalam ruangan ini, lampunya remang-remang dan terdengar alunan musik yang dimainkan secara langsung oleh sebuah grup musik.Semua orang di dalam ruangan ini berpakaian indah. Mereka sedang minum-minum sambil bercanda tawa dengan kelompok teman mereka masing-masing.Tatapan Pamela menyapu kerumunan orang ini untuk mencari sosok Adsila.Tiba-tiba, seorang gadis dengan rambut berwarna merah muda berlari cepat ke arahnya. "Bi ...."Sebelum Adsila bisa memanggil Pamela dengan sebutan "bibi", Pamela langsung menahan jari telunjuknya di bibir Adsila sambil berkata, "Di luar, panggil namaku!"Adsila mengerutkan bibirnya dan berkata, "Baiklah! Lala ...."Pamela mengernyit sambil mengamati Adsila dari ujung kepala hingga ujung kakinya untuk memeriksa apakah Adsila terluka atau tidak. "Ada apa denganmu? Kenapa kamu menelepon dan meminta agar aku menyelamatkanmu?" tany
Felix tersenyum sambil menyodorkan sebuah alat pengocok dadu pada Pamela. "Dik, aku juga nggak akan main yang rumit-rumit supaya kamu nggak bilang aku menindasmu! Kita bandingkan saja poin siapa yang lebih besar. Tiga babak, oke?"Pamela menganggukkan kepalanya dan menjawab, "Oke, makasih, ya."Adsila yang berada di sampingnya mulai panik. "Lala, aku sudah bersalah, jangan main dengan mereka! Aku minum saja, berapa botol pun bisa kuminum!"Bagaimana mungkin Bibi bisa menang melawan tiga pria mesum itu? Kalau kalah, Bibi akan ditindas oleh mereka! Nggak ...' pikir Adsila.Pamela menepuk-nepuk tangan Adsila sambil berkata, "Shh! Diam saja, nggak apa-apa."Apanya yang tidak apa-apa?!Adsila ingin menelepon pamannya untuk meminta bantuan, tetapi ponselnya diambil oleh salah satu preman itu!Sebelum permainannya dimulai, mereka sudah dikerumuni oleh orang-orang yang datang menonton keramaian ini ....Pamela dan Felix masing-masing memegang sebuah pengocok dadu.Felix mengangkat tangannya da
Adsila berkata dengan malu, "Tapi ...."Pamela langsung menebak maksud Adsila. "Ada yang penting di ponsel itu?" tanya Pamela.Adsila pun menganggukkan kepalanya dengan malu.Dengan alis terangkat, Pamela berbalik dan bertanya pada Felix, "Apa lagi yang mau kamu mainkan?"Felix menatap Pamela dengan tatapan penuh harapan sambil menjawab, "Dik, kali ini, mari kita abaikan kalah atau menang! Kalau kamu memainkan rolet ini sekali saja denganku, ponsel ini akan kukembalikan pada kalian!"Pamela melihat rolet permainan di atas meja, tampaknya sangat membosankan."Baiklah, aku akan main denganmu!" kata Pamela.Felix tersenyum dengan bangga sambil berkata, "Peraturannya adalah, tutup mata dan hentikan roletnya. Aku akan melakukan apa yang kamu pilih, begitu pula sebaliknya!"Pamela mengernyit. Sepertinya dia kurang menyetujui peraturan ini. "Nggak bisa pilih sendiri saja?"Felix menggeleng dan menjawab, "Nggak seru kalau begitu!"Pamela pun menjawab dengan pasrah, "Ya sudah!"Kali ini, Felix
Untuk mencapai si malaikat maut, Pamela harus melewati Agam. Pamela tidak melihat Agam, tetapi dia bisa merasakan tatapan ambigu pria itu.Pamela berjalan dengan serius dan penuh perhatian, tetapi entah dari mana, seseorang mengulurkan kakinya dan membuat Pamela tersandung!Tak disangka, Pamela kehilangan keseimbangannya dan terjatuh ke pelukan Agam ....Para penonton di sekitar seketika terdiam, ruangan ini juga langsung sunyi senyap.Derry sangat senang menyaksikan keseruan seperti ini. Dia pun bersiul dan memecahkan keheningan ini!Semua orang mulai bergunjing ...."Berani sekali dia memilih Tuan Agam!""Berani sekali dia menyentuh orang seperti Tuan Agam!""Dia pasti sengaja, deh!""Bukannya sudah jelas, ya? Di Kota Marila, wanita mana yang nggak ingin menjalin hubungan dengan Tuan Agam?""Sepertinya Tuan Agam akan langsung menolaknya. Mana mungkin dia bisa memanfaatkan Tuan Agam semudah ini?"Pamela menengadah dan menatap Agam dengan tatapan canggung dan tidak berdaya. "Paman ....
Felix baru teringat, dia pun bergegas memanggil temannya untuk mengembalikan ponsel Adsila.Setelah mendapatkan kembali ponselnya, Adsila memelototi mereka dengan kesal sambil berkata, "Sudah kubilang, Agam Dirgantara adalah pamanku. Sudah percaya sekarang?""Sudah! Nona, kamilah yang nggak tahu diri! Kami sudah bersalah!""Pak Agam, kami nggak tahu kalau dia benar-benar keponakan Anda!""Maafkan kami! Kami benar-benar minta maaf!"Siapa sangka gadis dengan rambut berwarna merah muda yang menyelinap masuk ke tempat ini benar-benar adalah keponakannya Agam?! Mereka mengira bahwa dia adalah wanita bayaran yang mencari alasan untuk mendekati Agam!Untung saja masalah ini belum menjadi masalah besar!Ketiga pria itu mengambil inisiatif untuk membungkukkan badan mereka pada Adsila dan Pamela sambil meminta maaf. "Maaf! Semoga nona-nona cantik bisa melupakan kejadian ini dan memaafkan kami!"Adsila menjulingkan matanya dan menunjuk ke arah pintu masuk ruang Snow. "Pergi sana! Jangan sampai a
Dengan ekspresi datar, Agam berkata, "Awalnya, itu memang nggak perlu dilakukan. Tapi, selama kita masih menikah, aku nggak akan membiarkanmu berselingkuh. Jadi, ke depannya, kamu nggak boleh melewatiku dan pergi mencium pria lain."Pamela menjulingkan matanya dan menoleh untuk memandang jalanan di luar jendela mobil. Kemudian, dia berkata dengan sinis, "Paman saja nggak menjadi contoh yang baik bagiku, tapi mau menyuruhku berbuat seperti itu? Bukankah kamu juga bertemu dengan wanita lain di tempat umum?!"Agam memicingkan matanya dan menatap Pamela sambil bertanya, "Kamu cemburu, ya?"Pamela merasa absurd, dia pun mengernyit sambil menjawab, "Cemburu? Kita bukan pasangan suami istri asli! Aku marah karena Paman menciumku secara paksa tanpa aba-aba, membuatku hampir sesak napas!"Dengan alis terangkat, Agam berkata, "Kalau aku nggak salah ingat, saat kamu menciumku secara paksa sebelumnya, kamu juga nggak kasih aba-aba."Pamela seketika kehabisan kata-kata. Dia mengernyit dan berkata,