Dian menarik napas dalam-dalam. Sepertinya hari ini Lesti sudah melakukan persiapan yang matang, dia tidak tahu trik seperti apa yang akan dimainkan oleh Ririn di lantai atas sana.'Apa boleh buat, trik seperti apa pun yang mereka mainkan, aku harus siap untuk menghadapinya,' kata Dian dalam hati untuk menenangkan dirinya sendiri."Tok ... tok ... tok .... ""Ririn, Ayah memanggilmu segera turun untuk makan bersama. Ibumu sudah lapar."Begitu mendengar suara Dian, Ririn langsung merasa kesal setengah mati. "Oke, oke, aku sudah tahu. Kamu turun saja dulu."Dian tidak peduli apakah adik tirinya itu akan turun atau tidak. Setelah mendengar jawaban dari Ririn, dia segera turun ke lantai bawah.Melihat Dian berjalan memasuki ruang makan seorang diri, Lesti menatapnya dengan tatapan sedikit terkejut dan berkata, "Dian, bukankah aku memintamu untuk pergi memanggil Ririn? Mengapa Ririn belum turun juga?""Aku sudah memanggilnya, juga sudah mendapat jawaban darinya sebelum turun.""Oh ... apa b
"Kenapa ucapanmu begitu nggak enak didengar? Huh, orang sepertimu memang nggak akan pernah bisa mengucapkan kata-kata baik."Sambil menyilangkan tangannya di depan dada, Ririn menunjukkan ekspresi seolah sangat meremehkan Dian, seakan-akan setelah Dian menjadi menantu Keluarga Sanders, sudah berubah menjadi orang level lain.Dian terkekeh pelan dan berkata, "Hanya orang kampungan sepertimu yang bisa berpikir demikian."Ekspresi Ririn langsung berubah drastis. Dia paling benci orang lain mengatainya kampungan, apalagi orang yang mengucapkan kata itu adalah Dian."Kamu sedang mengatai siapa?""Aku hanya sedang berbicara fakta. Apa kamu nggak merasa dirimu kampungan? Lihatlah gayamu itu.""Kamu! Kamu!" Ririn benar-benar kesal setengah mati. "Memangnya kamu tahu apa? Aku adalah orang yang berpenampilan paling modis di sekolah, bahkan nona yang berasal dari keluarga terpandang di sekolahku itu sampai membutuhkan referensiku dalam membeli pakaian.""Orang yang benar-benar kampungan itu kamu.
Fabian juga menyetujui ucapan istrinya. Sementara itu, Dian dan Ririn menempati masing-masing dari sisi meja.Begitu duduk di meja makan, Ririn langsung menundukkan kepalanya, kelihatan bersedih.Fabian bertanya dengan santai, "Ada apa denganmu? Apa semalam kamu nggak beristirahat dengan baik."Saat mengangkat kepalanya, butiran-butiran bening tampak jelas di mata Ririn. 'Ckckck, akting ibu dan anak ini makin bagus saja, ya? Kenapa mereka nggak kepikiran untuk menjadi aktris saja, ya?' pikir Dian setelah menyaksikan pemandangan itu.Boleh dibilang akting Ririn lumayan bagus.Daripada adik tirinya itu menunjukkan kemampuan akting yang dimilikinya padanya, bukankah lebih baik ibu dan anak itu pergi menghasilkan uang dengan memanfaatkan kemampuan yang mereka miliki itu? Terkadang, dia sendiri bahkan harus ikut akting, mengikuti permainan ibu dan anak itu. Kalau tidak, dia benar-benar tidak bisa lolos dari dua "aktris" rumah ini.Dian fokus memakan makanannya sendiri. Sambil menyendok sayu
'Hah, aku nggak menyangka di mata ayahku aku sudah berubah menjadi orang seperti itu.' pikir Dian."Oke, karena kamu bilang aku melakukan kesalahan, coba katakan baik-baik sebenarnya di mana letak kesalahanku. Bagaimana aku sudah menyinggungmu, sampai-sampai kamu menunjukkan ekspresi sedih di hadapan ayahku untuk menuduhku?"Dian duduk bersandar di kursinya, mencondongkan bibirnya ke arah Ririn.Ririn melambaikan tangannya dan berkata, "Bukan begitu, aku nggak mengatakan apa pun. Ayah, Ayah benar-benar sudah salah paham. Kakak nggak melakukan apa pun. Semua ini salahku. Mungkin karena aku baru bangun tidur nggak lama, gejolak emosiku terlalu besar. Ini nggak ada hubungan dengan Kakak. Ayah jangan salah paham padanya lagi. Kakak juga jarang-jarang pulang ke rumah. Aku sangat merindukannya."Seulas senyum getir mengembang di wajah Lesti, sedangkan api amarah Fabian makin membesar."Kamu benar-benar hebat, ya. Sepertinya sekarang kamu sudah nggak menganggap serius siapa pun.""Berani-bera
Seperti sedang memikirkan sesuatu, Fabian mengalihkan pandangannya dari Lesti dan berkata, "Baguslah kalau begitu. Jangan sampai aku mendapati kamu masih berhubungan dengan orang yang seharusnya sudah putus hubungan denganmu itu.""Kamu sendiri juga tahu jelas kala itu aku membawamu keluar dari tempat itu, seberapa besar tekadku. Kamu juga sudah berjanji padaku untuk nggak melihat kembali orang-orang maupun hal-hal yang sudah menjadi masa lalumu.""Aku merasa selama bertahun-tahun ini aku sudah memenuhi semua kewajibanku padamu dan putrimu. Apa pun yang kalian inginkan, bukankah selalu kupenuhi?""Aku nggak ingin kalian mengungkit masa lalu lagi. Terutama kamu, Dian. Jangan karena kamu adalah putriku, kamu bisa bertindak sesuka hatimu.""Kamu masih belum meminta maaf padaku mengenai tindakanmu tadi. Dari mana kamu belajar melempar alat makan seperti itu?""Dulu, saat masih berada di rumah, kamu sangat penurut. Mengapa setelah menjadi menantu Keluarga Sanders, kamu langsung berubah. Kal
Setelah masalah ini diungkit, Dian tidak bisa menahan diri lagi. Dia langsung beranjak dari kursinya dan berkata pada ayahnya, "Ayah, aku nggak pernah meminta apa pun darimu, 'kan? Sekarang aku hanya ingin meminta satu hal darimu, jangan mencari Phillip untuk meminta uang lagi.""Kalau kamu kekurangan sesuatu, aku akan memberikannya padamu. Terlebih lagi, setelah memperoleh dana bantuan sebelumnya, Keluarga Sandiga juga nggak membutuhkan uang lagi.""Untuk apa kamu meminta uang lagi darinya? Bisakah kamu sedikit saja mempertimbangkan harga diriku?"Fabian segera beranjak dari kursinya dan langsung melayangkan satu tamparan ke wajah Dian, menghentikannya untuk melanjutkan ucapannya. "Aku benar-benar sudah membesarkan seorang putri yang nggak berperasaan. Cih! Jangan bilang padaku, kamu sudah menyukai Phillip? Kamu sama sekali bukan apa-apa di matanya. Kamu nggak perlu berpura-pura di hadapanku.""Terlepas dari berapa pun uang yang kuminta darinya, itu adalah urusan antara aku dengannya.
"Apa aku sedang berbicara denganmu?" Phillip hanya menoleh, melirik Ririn sejenak. Dalam sekejap, kata-kata yang sudah sampai di ujung lidahnya, tiba-tiba terasa seperti tersangkut di tenggorokannya.Sorot mata pria itu seperti air dingin yang mengguyurnya, membuat kebahagiaan yang menyelimuti hatinya karena bisa bertemu dengan pria itu langsung berubah menjadi perasaan kecewa.Lesti menarik Ririn yang masih berdiri mematung di tempat dengan sedikit kecewa. Dia tahu putrinya sangat suka menjadi pusat perhatian. Namun, bisa-bisanya putrinya itu tidak membaca situasi dengan baik. Memangnya Phillip adalah orang yang bisa disinggung oleh Ririn?Siapa sangka, begitu melihat luka di wajah Dian, api amarah di mata Phillip seolah bisa menyembur kapan saja.Dalam situasi seperti itu, bisa-bisanya putrinya terburu-buru untuk maju membela Fabian, otaknya benar-benar tidak berfungsi. Namun, melihat ekspresi sedih putrinya, sebagai seorang ibu, tentu saja dia tidak tega. Bagaimanapun juga, Phillip
"Oke, kalau begitu aku akan meminta Bibi Sri untuk memasak beberapa hidangan andalannya. Menu andalan Bibi Sri adalah udang saus tiram, kamu harus mencicipinya!"Dian sudah melupakan rasa sakit di wajahnya. Ini adalah pertama kalinya Phillip datang makan di rumahnya dengan status sebagai suaminya. Walaupun kedatangan pria itu di momen yang kurang tepat, tetapi dia tetap berharap Phillip bisa mencicipi makanan kesukaannya.Phillip menganggukkan kepalanya dengan ekspresi sangat puas seolah merasa sangat dihargai. "Kedengarannya cukup enak."Melihat adanya celah dalam pembicaraan putrinya dengan menantunya itu, Fabian segera menyela, "Tentu saja. Sri sudah bekerja dengan Keluarga Sandiga sejak ibu Dian menikah denganku.""Dari kecil, Dian tumbuh besar dengan memakan masakan Sri. Tentu saja Sri sudah sangat memahami seleranya.""Kalau kamu suka, bagaimana kalau kalian bawa saja Sri bersama kalian. Dia bisa memasak untuk kalian setiap hari."Phillip tidak langsung menolak, melainkan mengali