Dian berbicara dengan acuh tak acuh. 'Ririn menunjukkan niatnya dengan sangat jelas, apa dia nggak merasa malu?'Melihat mereka akan mulai bertengkar lagi, Lesti buru-buru angkat bicara. "Ya, benar. Setelah mereka pindah ke Malebo, sup apa saja dan makanan apa saja yang ingin mereka makan, Sri bisa menyiapkan hidangan-hidangan itu untuk mereka. Untuk apa kamu mengkhawatirkan mereka?""Sebaliknya, biarpun kamu nggak suka meminum sup itu, kamu harus minum sedikit lebih banyak. Kamu lihat saja sendiri, kamu sudah sangat kurus. Saking fokus belajar di sekolah, aku benar-benar sudah kurusan.""Nggak lama lagi Sri akan segera pergi, hargailah masakannya."Lesti menyendokkan kuah untuk putrinya. Namun, Ririn malah tidak menerima niat baik ibunya. Apa pun yang dikatakan enak oleh Dian, dia akan mengatakan tidak enak. Dia langsung mendorong mangkuk itu ke samping, sampai-sampai kuah di dalam mangkuk itu hampir tumpah.Melihat Fabian meliriknya, jelas-jelas sekujur tubuh Ririn terasa kaku, tetap
Dian sama sekali tidak memberi celah untuk Fabian, dia juga tahu apa hal yang paling penting bagi ayahnya. Benar saja, begitu dia mengungkit anak ayahnya yang belum lahir itu, Fabian langsung sangat bersemangat. Dengan sangat perhatian, dia menjepit sayuran dan lauk pauk untuk Lesti sebelum berkata, "Sekarang kamu juga harus makan sedikit lebih banyak, baik sayuran maupun daging, harus seimbang, ya.""Selesai makan, aku juga akan menemanimu berjalan-jalan santai. Sekarang aku juga nggak sesibuk itu lagi. Aku bisa menemanimu dan anak kita ini."Lesti tersenyum dan berkata, "Ah, kamu ini. Bagaimana mungkin aku benar-benar membiarkanmu menemaniku dua puluh empat jam penuh. Lagi pula, aku bukan nggak pernah mengandung, nggak semanja itu.""Itu karena kehidupanmu dulu nggak sebaik sekarang ini. Sekarang anak ini adalah putraku. Aku nggak akan membiarkannya menderita," ujar Fabian.Fabian menepuk-nepuk punggung tangan Lesti dan berkata, "Jangan khawatir, aku juga nggak akan membiarkanmu mend
Kalau bukan karena meja makan ini besar dan jarak antara dirinya dengan putrinya sedikit jauh, Lesti benar-benar ingin memukul putrinya sejenak, agar putrinya bisa sadar sedikit dan tidak membicarakan hal-hal tidak masuk logika itu lagi.Bukankah Ririn sama saja dengan mempermalukan dirinya sendiri saja? Dia sama sekali bukan apa-apa di mata Phillip, untuk apa dia sengaja menarik perhatian pria itu seperti itu?Ririn meminta pelayan untuk meletakkan sup tersebut di sana saja. Tidak terburu-buru untuk meminum sup, dia tersenyum dan berkata, "Kakak jangan merasa ucapanku nggak enak didengar. Aku hanya berbicara jujur.""Contohnya saja, hari ini Kak Phillip tiba-tiba datang. Ayah dan Ibu nggak mengetahui kedatangannya, kurang baik, bukan?""Hidangan untuknya saja baru disiapkan. Kalau sampai hal seperti ini sampai ke telinga orang lain, cara menjamu tamu Keluarga Sandiga pasti akan dikritik oleh orang lain.""Terlebih lagi, Kak Phillip juga bukan orang luar. Kakak, seharusnya kamu lebih p
Setelah Dian tumbuh dewasa, dia pun memilih kamar lain dan tidak sering memasuki kamar itu lagi.Namun, setiap hari libur besar, dia tetap pergi ke kamar itu dan berada di dalam selama beberapa jam. Kamar itu adalah ruang pribadi untuk dia dan ibunya, tidak ada yang bisa mengganggu mereka.Karena Fabian mengungkit tentang kamar ini, artinya dia menggunakan ibunya Dian untuk memperingatkan Dian agar Dian harus sering pulang dan mengingat bahwa dia adalah anggota Keluarga Sandiga.Namun, ayahnya mengungkit hal ini adalah sebuah hal, sedangkan sudah lain halnya jika ucapan ini keluar dari mulutnya Ririn. Apakah Ririn tidak mempertimbangkan posisinya di keluarga ini? Dia tidak memiliki hak untuk berbicara di keluarga ini.Dian pun berkata, "Ayah, tenang saja. Aku memang sudah menikah, tapi aku nggak akan sama sekali nggak pulang. Apalagi sekarang, bukankah aku lagi menemani Ayah makan di rumah?""Tapi, karena aku sudah menikah, menurutku, masih ada beberapa hal yang masih harus diperjelas,
Sikapnya Dian sangat tegas, sehingga ekspresi Fabian juga seketika menjadi masam. "Phillip saja belum bilang apa-apa, tapi kamu sudah begitu terburu-buru mau menyela ucapanku. Ini sikapmu sebagai putriku?"Ekspresi Dian tampak buruk. Jika Phillip tidak berada di tempat ini, dia bisa langsung berdebat dengan ayahnya, tetapi karena Phillip berada di tempat ini, dia tidak ingin membuat Phillip melihat pertengkaran ini.Dia berharap untuk segera menyelesaikan acara makan bersama ini dan pergi dengan Phillip.Saat dia makan di Kediaman Sanders, dia merasa sangat nyaman. Namun, di rumahnya sendiri, dia malah merasa sangat menderita. Mengapa suasana di dua keluarga ini bisa jauh berbeda?Fabian berkata lagi, "Lihatlah, putriku ini baru menikah beberapa hari, tapi dia sudah terus membela orang luar. Phillip, bagaimana kamu menipunya, sehingga dia begitu setia padamu?""Ayah, kapan dia menipuku? Keluarga Sandiga-lah yang terus-menerus mengambil uang dari Keluarga Sanders, tapi apakah dia pernah
Saat tidak ada lagi orang lain di sekitar, Ririn baru mendekati ibunya dan bertanya dengan suara rendah, "Ibu terlalu keterlaluan, deh. Bahkan kalau Ayah benar-benar nggak sengaja menampar Ibu, dia sudah minta maaf seperti itu, kenapa Ibu masih nggak memaafkannya?"Namun, Lesti malah berkata, "Tahukah kamu? Tadi, saat dia menamparku, aku teringat akan orang itu.""Siapa?" tanya Ririn dengan acuh tak acuh."Ayah kandungmu, orang yang dulu membuat kita berdua hidup di tempat yang gelap dan lembap itu," jawab Lesti.Lesti meraih tangannya Ririn sambil berkata, "Aku tahu kamu nggak mau mendengarku membahas masa lalu, tapi kamu juga harus tahu tentang orang itu.""Dulu, kalau pekerjaannya nggak lancar, di rumah, setiap dia minum-minum, dia akan memukulku. Pada saat seperti ini, aku bertemu dengan Fabian, makanya aku memutuskan untuk hidup dengan Fabian.""Hanya dia yang bisa menarikku keluar dari mimpi buruk itu. Tapi, tadi, dia malah menamparku. Apakah kamu bisa membayangkan perasaanku?""
"Apakah Ibu nggak sadar kalau hubungan mereka masih sangat canggung?""Aku hanya melihat bahwa mereka saling menyukai," kata Lesti dengan tidak berdaya."Jangan bohong. Aku tahu hubungan mereka sama sekali nggak melibatkan perasaan. Kalau Dian bisa menikah dengannya, kenapa aku nggak bisa?" kata Ririn.Lesti membuang napas dan berkata, "Kamu putriku, tentu saja aku merasa kalau kamu layak untuk pria mana pun.""Tapi, kamu harus melihat situasi sekarang. Ucapanmu di meja makan tadi sama sekali nggak cocok di situasi itu.""Bahkan ayahmu pun nggak bilang apa-apa, tapi kamu malah menyuruh Phillip untuk sering-sering datang ke rumah. Kalau hal ini tersebar ke luar, sungguh, kamu nggak akan bisa menikah lagi dengan pria lain seumur hidupmu!"Ririn langsung berseru, "Kenapa aku mau menikah dengan pria lain? Aku hanya perlu menikah dengan Phillip!""Ibu sudah hidup dengan terlalu baik, makanya Ibu melupakan penderitaan kita dulu, ya.""Hanya dengan menikah dengan Phillip, aku baru bisa mengal
"Kamu ini ....""Meskipun aku sangat nggak senang dengan perbuatan ayahmu, aku harus berterima kasih padanya."Mendengar ucapan Phillip, Dian pun bertanya, "Berterima kasih untuk apa? Bukankah kalian nggak cocok, ya?"Dia benar-benar tidak memahami maksud Phillip. Jika itu dia sendiri, dia pasti akan sangat kesal jika ada orang yang terus-menerus meminta uang darinya dan menyusun rencana untuk anaknya yang belum dilahirkan.Namun, Phillip malah tertawa. Apakah ini sikap seorang presiden direktur?"Aku berterima kasih padanya karena dia bersikeras untuk menikahkanmu pada keluargaku," jawab Phillip.Dian seketika terdiam, wajahnya juga langsung memerah. Jantungnya berdetak dengan kencang. Dia tidak berani memercayai ucapan Phillip. Begitu dia bertemu tatap dengan Phillip, dia langsung melihat ke luar jendela.Dian berkata, "Kamu ... jangan ucapkan kata-kata yang ambigu seperti ini. Aku akan membayar kembali uang yang sudah dipinjam ayahku. Kamu nggak perlu menggunakan trik seperti ini ..