Seperti sedang memikirkan sesuatu, Fabian mengalihkan pandangannya dari Lesti dan berkata, "Baguslah kalau begitu. Jangan sampai aku mendapati kamu masih berhubungan dengan orang yang seharusnya sudah putus hubungan denganmu itu.""Kamu sendiri juga tahu jelas kala itu aku membawamu keluar dari tempat itu, seberapa besar tekadku. Kamu juga sudah berjanji padaku untuk nggak melihat kembali orang-orang maupun hal-hal yang sudah menjadi masa lalumu.""Aku merasa selama bertahun-tahun ini aku sudah memenuhi semua kewajibanku padamu dan putrimu. Apa pun yang kalian inginkan, bukankah selalu kupenuhi?""Aku nggak ingin kalian mengungkit masa lalu lagi. Terutama kamu, Dian. Jangan karena kamu adalah putriku, kamu bisa bertindak sesuka hatimu.""Kamu masih belum meminta maaf padaku mengenai tindakanmu tadi. Dari mana kamu belajar melempar alat makan seperti itu?""Dulu, saat masih berada di rumah, kamu sangat penurut. Mengapa setelah menjadi menantu Keluarga Sanders, kamu langsung berubah. Kal
Setelah masalah ini diungkit, Dian tidak bisa menahan diri lagi. Dia langsung beranjak dari kursinya dan berkata pada ayahnya, "Ayah, aku nggak pernah meminta apa pun darimu, 'kan? Sekarang aku hanya ingin meminta satu hal darimu, jangan mencari Phillip untuk meminta uang lagi.""Kalau kamu kekurangan sesuatu, aku akan memberikannya padamu. Terlebih lagi, setelah memperoleh dana bantuan sebelumnya, Keluarga Sandiga juga nggak membutuhkan uang lagi.""Untuk apa kamu meminta uang lagi darinya? Bisakah kamu sedikit saja mempertimbangkan harga diriku?"Fabian segera beranjak dari kursinya dan langsung melayangkan satu tamparan ke wajah Dian, menghentikannya untuk melanjutkan ucapannya. "Aku benar-benar sudah membesarkan seorang putri yang nggak berperasaan. Cih! Jangan bilang padaku, kamu sudah menyukai Phillip? Kamu sama sekali bukan apa-apa di matanya. Kamu nggak perlu berpura-pura di hadapanku.""Terlepas dari berapa pun uang yang kuminta darinya, itu adalah urusan antara aku dengannya.
"Apa aku sedang berbicara denganmu?" Phillip hanya menoleh, melirik Ririn sejenak. Dalam sekejap, kata-kata yang sudah sampai di ujung lidahnya, tiba-tiba terasa seperti tersangkut di tenggorokannya.Sorot mata pria itu seperti air dingin yang mengguyurnya, membuat kebahagiaan yang menyelimuti hatinya karena bisa bertemu dengan pria itu langsung berubah menjadi perasaan kecewa.Lesti menarik Ririn yang masih berdiri mematung di tempat dengan sedikit kecewa. Dia tahu putrinya sangat suka menjadi pusat perhatian. Namun, bisa-bisanya putrinya itu tidak membaca situasi dengan baik. Memangnya Phillip adalah orang yang bisa disinggung oleh Ririn?Siapa sangka, begitu melihat luka di wajah Dian, api amarah di mata Phillip seolah bisa menyembur kapan saja.Dalam situasi seperti itu, bisa-bisanya putrinya terburu-buru untuk maju membela Fabian, otaknya benar-benar tidak berfungsi. Namun, melihat ekspresi sedih putrinya, sebagai seorang ibu, tentu saja dia tidak tega. Bagaimanapun juga, Phillip
"Oke, kalau begitu aku akan meminta Bibi Sri untuk memasak beberapa hidangan andalannya. Menu andalan Bibi Sri adalah udang saus tiram, kamu harus mencicipinya!"Dian sudah melupakan rasa sakit di wajahnya. Ini adalah pertama kalinya Phillip datang makan di rumahnya dengan status sebagai suaminya. Walaupun kedatangan pria itu di momen yang kurang tepat, tetapi dia tetap berharap Phillip bisa mencicipi makanan kesukaannya.Phillip menganggukkan kepalanya dengan ekspresi sangat puas seolah merasa sangat dihargai. "Kedengarannya cukup enak."Melihat adanya celah dalam pembicaraan putrinya dengan menantunya itu, Fabian segera menyela, "Tentu saja. Sri sudah bekerja dengan Keluarga Sandiga sejak ibu Dian menikah denganku.""Dari kecil, Dian tumbuh besar dengan memakan masakan Sri. Tentu saja Sri sudah sangat memahami seleranya.""Kalau kamu suka, bagaimana kalau kalian bawa saja Sri bersama kalian. Dia bisa memasak untuk kalian setiap hari."Phillip tidak langsung menolak, melainkan mengali
Dian berbicara dengan acuh tak acuh. 'Ririn menunjukkan niatnya dengan sangat jelas, apa dia nggak merasa malu?'Melihat mereka akan mulai bertengkar lagi, Lesti buru-buru angkat bicara. "Ya, benar. Setelah mereka pindah ke Malebo, sup apa saja dan makanan apa saja yang ingin mereka makan, Sri bisa menyiapkan hidangan-hidangan itu untuk mereka. Untuk apa kamu mengkhawatirkan mereka?""Sebaliknya, biarpun kamu nggak suka meminum sup itu, kamu harus minum sedikit lebih banyak. Kamu lihat saja sendiri, kamu sudah sangat kurus. Saking fokus belajar di sekolah, aku benar-benar sudah kurusan.""Nggak lama lagi Sri akan segera pergi, hargailah masakannya."Lesti menyendokkan kuah untuk putrinya. Namun, Ririn malah tidak menerima niat baik ibunya. Apa pun yang dikatakan enak oleh Dian, dia akan mengatakan tidak enak. Dia langsung mendorong mangkuk itu ke samping, sampai-sampai kuah di dalam mangkuk itu hampir tumpah.Melihat Fabian meliriknya, jelas-jelas sekujur tubuh Ririn terasa kaku, tetap
Dian sama sekali tidak memberi celah untuk Fabian, dia juga tahu apa hal yang paling penting bagi ayahnya. Benar saja, begitu dia mengungkit anak ayahnya yang belum lahir itu, Fabian langsung sangat bersemangat. Dengan sangat perhatian, dia menjepit sayuran dan lauk pauk untuk Lesti sebelum berkata, "Sekarang kamu juga harus makan sedikit lebih banyak, baik sayuran maupun daging, harus seimbang, ya.""Selesai makan, aku juga akan menemanimu berjalan-jalan santai. Sekarang aku juga nggak sesibuk itu lagi. Aku bisa menemanimu dan anak kita ini."Lesti tersenyum dan berkata, "Ah, kamu ini. Bagaimana mungkin aku benar-benar membiarkanmu menemaniku dua puluh empat jam penuh. Lagi pula, aku bukan nggak pernah mengandung, nggak semanja itu.""Itu karena kehidupanmu dulu nggak sebaik sekarang ini. Sekarang anak ini adalah putraku. Aku nggak akan membiarkannya menderita," ujar Fabian.Fabian menepuk-nepuk punggung tangan Lesti dan berkata, "Jangan khawatir, aku juga nggak akan membiarkanmu mend
Kalau bukan karena meja makan ini besar dan jarak antara dirinya dengan putrinya sedikit jauh, Lesti benar-benar ingin memukul putrinya sejenak, agar putrinya bisa sadar sedikit dan tidak membicarakan hal-hal tidak masuk logika itu lagi.Bukankah Ririn sama saja dengan mempermalukan dirinya sendiri saja? Dia sama sekali bukan apa-apa di mata Phillip, untuk apa dia sengaja menarik perhatian pria itu seperti itu?Ririn meminta pelayan untuk meletakkan sup tersebut di sana saja. Tidak terburu-buru untuk meminum sup, dia tersenyum dan berkata, "Kakak jangan merasa ucapanku nggak enak didengar. Aku hanya berbicara jujur.""Contohnya saja, hari ini Kak Phillip tiba-tiba datang. Ayah dan Ibu nggak mengetahui kedatangannya, kurang baik, bukan?""Hidangan untuknya saja baru disiapkan. Kalau sampai hal seperti ini sampai ke telinga orang lain, cara menjamu tamu Keluarga Sandiga pasti akan dikritik oleh orang lain.""Terlebih lagi, Kak Phillip juga bukan orang luar. Kakak, seharusnya kamu lebih p
Setelah Dian tumbuh dewasa, dia pun memilih kamar lain dan tidak sering memasuki kamar itu lagi.Namun, setiap hari libur besar, dia tetap pergi ke kamar itu dan berada di dalam selama beberapa jam. Kamar itu adalah ruang pribadi untuk dia dan ibunya, tidak ada yang bisa mengganggu mereka.Karena Fabian mengungkit tentang kamar ini, artinya dia menggunakan ibunya Dian untuk memperingatkan Dian agar Dian harus sering pulang dan mengingat bahwa dia adalah anggota Keluarga Sandiga.Namun, ayahnya mengungkit hal ini adalah sebuah hal, sedangkan sudah lain halnya jika ucapan ini keluar dari mulutnya Ririn. Apakah Ririn tidak mempertimbangkan posisinya di keluarga ini? Dia tidak memiliki hak untuk berbicara di keluarga ini.Dian pun berkata, "Ayah, tenang saja. Aku memang sudah menikah, tapi aku nggak akan sama sekali nggak pulang. Apalagi sekarang, bukankah aku lagi menemani Ayah makan di rumah?""Tapi, karena aku sudah menikah, menurutku, masih ada beberapa hal yang masih harus diperjelas,