"Terlepas dari apakah jawaban ini bisa kuterima atau nggak, aku tetap ingin mengetahuinya."Dokter yang berada di samping pasien juga terus mendesak Phillip. "Tuan, tolong berikan jawaban untuknya. Kalau pasien nggak masuk ke dalam bangsal, bagaimana kami bisa menangani lukanya?""Pendarahan masih belum sepenuhnya berhenti, bagaimana pasien bisa memanfaatkan nyawa sendiri sebagai bahan bercanda?"Dokter sudah merasa sedikit kesal. Phillip menatap mata Yessy yang berlinang air mata sejenak. Pada akhirnya, dia menganggukkan kepalanya."Aku bisa memahami setiap pilihanmu. Semuanya sudah berlalu sangat lama, aku sudah lama memaafkanmu."Namun, begitu mendengar jawaban Phillip, alih-alih menghela napas lega, Yessy merasakan hatinya makin sakit.Saat sepasang kekasih bertengkar, kalau keduanya masih marah, masih kesal pada satu sama lain, itu artinya mereka masih belum bisa melepaskan satu sama lain.Namun, kalau berbagai emosi itu sudah menghilang dalam hati salah seorang dari pasangan itu,
Nada bicara Phillip terdengar sedikit tidak sabar. Saat sampai di telinga Dian, ucapan pria itu seperti sedang menyindir dirinya. Dia menjadi makin ragu untuk berbicara.Lupakan saja, anggap saja hal-hal yang dipikirkannya tadi hanyalah ilusinya belaka. Dia juga tidak perlu menanyakannya lagi."Apa ada hal lain yang ingin kamu tanyakan?"Melihat ekspresi Dian yang ragu untuk berbicara, Phillip tahu masih ada pertanyaan lain yang ingin diajukan oleh wanita itu padanya. Namun, siapa sangka, Dian malah menggelengkan kepalanya."Hari ini kamu sangat kelelahan, 'kan? Aku akan membelikan sebotol air mineral untukmu."Phillip tidak mengerti mengapa wanita itu terlihat begitu sedih. 'Eh? Jelas-jelas aku sudah bilang nggak ada hubungan apa pun antara aku dengan Yessy, sebenarnya apa yang dipikirkan olehnya?'Dian sangat sedih, dia lebih sedih lagi karena dia adalah anggota Keluarga Sandiga.Dia tidak mungkin bisa benar-benar memutuskan hubungan dengan Keluarga Sandiga, dia juga tidak memiliki i
Mereka berdua juga tidak menunggu terlalu lama. Sebenarnya, proses penanganan luka Yessy cukup cepat, tetapi mengingat identitasnya sebagai publik figur, agar bisa menyamarkan bekas lukanya, dokter baru melakukan jahitan dengan lebih teliti lagi.Begitu keluar, Yessy langsung memanggil nama Phillip dengan keras. Phillip segera beranjak dari kursinya, menghampiri sisi ranjang pasien Yessy, lalu ikut mendorong wanita itu bersama staf medis lainnya ke dalam bangsalnya."Nona Yessy, bagaimana perasaanmu sekarang? Apa kamu masih merasa pusing?"Melihat pemandangan itu, Dian segera menghampiri mereka untuk membantu. Namun, begitu Yessy melihatnya, senyuman di wajah wanita itu langsung memudar, digantikan dengan ekspresi muram. "Kenapa kamu berada di sini?""Tentu saja aku harus berada di sini. Kamu sudah masuk rumah sakit, tentu saja aku harus datang untuk menjagamu. Bagaimanapun juga, Phillip adalah seorang pria, ada banyak hal yang nggak terbiasa dia lakukan dan nggak terpikirkan olehnya,
"Kamu nggak perlu berperilaku dibuat-buat seperti itu. Apa sebelumnya kamu juga berperilaku seperti itu untuk mengelabui Phillip? Aku peringatkan kamu, mungkin dia nggak mengerti, tapi aku sangat mengerti.""Kamu nggak perlu berpura-pura di hadapanku lagi. Sebenarnya, kamu sangat iri padaku, 'kan?""Aku sudah mengenalnya sangat lama, sedangkan kamu?""Kamu baru mengenalnya dalam kurun waktu beberapa bulan saja. Kamu sama sekali nggak memahaminya. Atas dasar apa kamu bersamanya? Kamu sama sekali nggak layak untuknya!"Phillip buru-buru menghentikan Yessy. "Yessy, dia adalah istriku. Kamu nggak boleh mengatainya seperti itu."Phillip mengerutkan keningnya, kelihatan sangat serius. Melihat reaksi pria itu, bulir-bulir air mata langsung bercucuran membasahi wajah Yessy. "Kamu nggak pernah membentakku seperti ini, tapi sekarang kamu malah membentakku demi seorang wanita sepertinya!""Ah, kepalaku terasa sangat sakit! Dokter ... cepat panggil dokter kemari!"Melihat kondisi wanita itu kurang
Dian menoleh, seulas senyum menyanjung masih menghiasi wajahnya. Namun, detik berikutnya, saat dia melihat nama penelepon di layar ponsel Phillip, ekspresinya langsung berubah menjadi muram. Melalui sudut matanya saja, Dian bisa melihat dengan sangat jelas nama ayahnya tercantum dengan jelas di layar ponsel Phillip. "Kenapa dia mencarimu lagi?""Nona Dian saja nggak tahu, bagaimana mungkin aku tahu? Seharusnya kamu pulang dan tanyakan pada ayahmu apa yang telah dilakukannya, sampai-sampai perusahaannya bisa mengalami penurunan yang begitu signifikan."Ekspresi mengejek tampak jelas di wajah Phillip."Kamu jangan menjawab panggilan telepon darinya lagi, dia pasti ingin meminta uang darimu lagi. Aku akan pulang dan membicarakan hal ini kepada ayahku. Situasi sebelumnya jelas-jelas sudah sangat kacau, tapi dia malah ingin membesarkan seorang putra lagi. Bukankah tindakannya itu sama saja dengan menghambur-hamburkan uang dengan semena-mena?"Setiap kalimat yang keluar dari mulut Dian, memb
Bisa-bisanya Ririn mengikuti marga orang lain.Setelah berpikir sejenak, Dian memutuskan untuk pulang ke rumah besok. Ada beberapa hal yang bisa dia tanyakan secara langsung pada Lesti.Untuk sementara waktu ini, dia tidak berencana memberi tahu ayahnya hal ini. Belakangan ini, sudah ada terlalu banyak hal yang terjadi. Terlebih lagi, sekarang Lesti sedang mengandung putra Fabian. Mungkin biarpun Dian memberi tahu Fabian hal itu sekarang, juga tidak ada gunanya.Dia harus selalu memegang kelemahan Lesti ini dan menggunakannya di saat yang paling tepat.Tidak peduli sebanyak apa pun masalah yang dihadapinya, hari-harinya tetap berlanjut. Dian hanya bisa fokus pada pekerjaannya. Setelah dia selesai melakukan penyelidikan kasus itu, dia sudah bertekad untuk merencanakan masa depannya.Selama bertahun-tahun ini, juga ada orang yang mengundangnya untuk masuk ke industri hiburan. Hanya saja, sebelumnya dia tidak menyukai industri itu. Ditambah lagi dengan identitasnya sebagai Nona Besar Kelu
Namun, biarpun itu adalah utang, dia juga tidak bisa terima. Uang yang seharusnya menjadi milik Keluarga Sandiga, mengapa harus dikembalikan pada Phillip?!Dian tidak bersedia menjawab pertanyaan Fabian. Karena dia sudah memutuskan untuk membayar utang kepada Phillip, dia tidak akan membiarkan ayahnya mengacaukan rencananya.Tepat pada saat ini, sambil mengusap-usap perutnya, Lesti berjalan menuruni tangga dengan perlahan. Setelah turun ke lantai bawah, dia berkata, "Jarang-jarang putrimu pulang ke rumah, apa kamu mau mendesaknya untuk pergi? Hal apa yang nggak bisa dibicarakan secara baik-baik? Bagaimanapun juga, kalian adalah satu keluarga."Begitu melihat Lesti, Dian benar-benar ingin memutar matanya.Namun, karena nanti ada pertanyaan yang ingin dia tanyakan pada wanita sialan itu, jadi dia hanya bisa menahan gejolak emosinya untuk sementara waktu.Fabian menoleh dan berkata dengan ekspresi jijik, "Apa kamu tahu apa yang dia katakan? Dia ingin mengembalikan uang kepada Keluarga San
Dian menarik napas dalam-dalam. Sepertinya hari ini Lesti sudah melakukan persiapan yang matang, dia tidak tahu trik seperti apa yang akan dimainkan oleh Ririn di lantai atas sana.'Apa boleh buat, trik seperti apa pun yang mereka mainkan, aku harus siap untuk menghadapinya,' kata Dian dalam hati untuk menenangkan dirinya sendiri."Tok ... tok ... tok .... ""Ririn, Ayah memanggilmu segera turun untuk makan bersama. Ibumu sudah lapar."Begitu mendengar suara Dian, Ririn langsung merasa kesal setengah mati. "Oke, oke, aku sudah tahu. Kamu turun saja dulu."Dian tidak peduli apakah adik tirinya itu akan turun atau tidak. Setelah mendengar jawaban dari Ririn, dia segera turun ke lantai bawah.Melihat Dian berjalan memasuki ruang makan seorang diri, Lesti menatapnya dengan tatapan sedikit terkejut dan berkata, "Dian, bukankah aku memintamu untuk pergi memanggil Ririn? Mengapa Ririn belum turun juga?""Aku sudah memanggilnya, juga sudah mendapat jawaban darinya sebelum turun.""Oh ... apa b