Mereka berdua juga tidak menunggu terlalu lama. Sebenarnya, proses penanganan luka Yessy cukup cepat, tetapi mengingat identitasnya sebagai publik figur, agar bisa menyamarkan bekas lukanya, dokter baru melakukan jahitan dengan lebih teliti lagi.Begitu keluar, Yessy langsung memanggil nama Phillip dengan keras. Phillip segera beranjak dari kursinya, menghampiri sisi ranjang pasien Yessy, lalu ikut mendorong wanita itu bersama staf medis lainnya ke dalam bangsalnya."Nona Yessy, bagaimana perasaanmu sekarang? Apa kamu masih merasa pusing?"Melihat pemandangan itu, Dian segera menghampiri mereka untuk membantu. Namun, begitu Yessy melihatnya, senyuman di wajah wanita itu langsung memudar, digantikan dengan ekspresi muram. "Kenapa kamu berada di sini?""Tentu saja aku harus berada di sini. Kamu sudah masuk rumah sakit, tentu saja aku harus datang untuk menjagamu. Bagaimanapun juga, Phillip adalah seorang pria, ada banyak hal yang nggak terbiasa dia lakukan dan nggak terpikirkan olehnya,
"Kamu nggak perlu berperilaku dibuat-buat seperti itu. Apa sebelumnya kamu juga berperilaku seperti itu untuk mengelabui Phillip? Aku peringatkan kamu, mungkin dia nggak mengerti, tapi aku sangat mengerti.""Kamu nggak perlu berpura-pura di hadapanku lagi. Sebenarnya, kamu sangat iri padaku, 'kan?""Aku sudah mengenalnya sangat lama, sedangkan kamu?""Kamu baru mengenalnya dalam kurun waktu beberapa bulan saja. Kamu sama sekali nggak memahaminya. Atas dasar apa kamu bersamanya? Kamu sama sekali nggak layak untuknya!"Phillip buru-buru menghentikan Yessy. "Yessy, dia adalah istriku. Kamu nggak boleh mengatainya seperti itu."Phillip mengerutkan keningnya, kelihatan sangat serius. Melihat reaksi pria itu, bulir-bulir air mata langsung bercucuran membasahi wajah Yessy. "Kamu nggak pernah membentakku seperti ini, tapi sekarang kamu malah membentakku demi seorang wanita sepertinya!""Ah, kepalaku terasa sangat sakit! Dokter ... cepat panggil dokter kemari!"Melihat kondisi wanita itu kurang
Dian menoleh, seulas senyum menyanjung masih menghiasi wajahnya. Namun, detik berikutnya, saat dia melihat nama penelepon di layar ponsel Phillip, ekspresinya langsung berubah menjadi muram. Melalui sudut matanya saja, Dian bisa melihat dengan sangat jelas nama ayahnya tercantum dengan jelas di layar ponsel Phillip. "Kenapa dia mencarimu lagi?""Nona Dian saja nggak tahu, bagaimana mungkin aku tahu? Seharusnya kamu pulang dan tanyakan pada ayahmu apa yang telah dilakukannya, sampai-sampai perusahaannya bisa mengalami penurunan yang begitu signifikan."Ekspresi mengejek tampak jelas di wajah Phillip."Kamu jangan menjawab panggilan telepon darinya lagi, dia pasti ingin meminta uang darimu lagi. Aku akan pulang dan membicarakan hal ini kepada ayahku. Situasi sebelumnya jelas-jelas sudah sangat kacau, tapi dia malah ingin membesarkan seorang putra lagi. Bukankah tindakannya itu sama saja dengan menghambur-hamburkan uang dengan semena-mena?"Setiap kalimat yang keluar dari mulut Dian, memb
Bisa-bisanya Ririn mengikuti marga orang lain.Setelah berpikir sejenak, Dian memutuskan untuk pulang ke rumah besok. Ada beberapa hal yang bisa dia tanyakan secara langsung pada Lesti.Untuk sementara waktu ini, dia tidak berencana memberi tahu ayahnya hal ini. Belakangan ini, sudah ada terlalu banyak hal yang terjadi. Terlebih lagi, sekarang Lesti sedang mengandung putra Fabian. Mungkin biarpun Dian memberi tahu Fabian hal itu sekarang, juga tidak ada gunanya.Dia harus selalu memegang kelemahan Lesti ini dan menggunakannya di saat yang paling tepat.Tidak peduli sebanyak apa pun masalah yang dihadapinya, hari-harinya tetap berlanjut. Dian hanya bisa fokus pada pekerjaannya. Setelah dia selesai melakukan penyelidikan kasus itu, dia sudah bertekad untuk merencanakan masa depannya.Selama bertahun-tahun ini, juga ada orang yang mengundangnya untuk masuk ke industri hiburan. Hanya saja, sebelumnya dia tidak menyukai industri itu. Ditambah lagi dengan identitasnya sebagai Nona Besar Kelu
Namun, biarpun itu adalah utang, dia juga tidak bisa terima. Uang yang seharusnya menjadi milik Keluarga Sandiga, mengapa harus dikembalikan pada Phillip?!Dian tidak bersedia menjawab pertanyaan Fabian. Karena dia sudah memutuskan untuk membayar utang kepada Phillip, dia tidak akan membiarkan ayahnya mengacaukan rencananya.Tepat pada saat ini, sambil mengusap-usap perutnya, Lesti berjalan menuruni tangga dengan perlahan. Setelah turun ke lantai bawah, dia berkata, "Jarang-jarang putrimu pulang ke rumah, apa kamu mau mendesaknya untuk pergi? Hal apa yang nggak bisa dibicarakan secara baik-baik? Bagaimanapun juga, kalian adalah satu keluarga."Begitu melihat Lesti, Dian benar-benar ingin memutar matanya.Namun, karena nanti ada pertanyaan yang ingin dia tanyakan pada wanita sialan itu, jadi dia hanya bisa menahan gejolak emosinya untuk sementara waktu.Fabian menoleh dan berkata dengan ekspresi jijik, "Apa kamu tahu apa yang dia katakan? Dia ingin mengembalikan uang kepada Keluarga San
Dian menarik napas dalam-dalam. Sepertinya hari ini Lesti sudah melakukan persiapan yang matang, dia tidak tahu trik seperti apa yang akan dimainkan oleh Ririn di lantai atas sana.'Apa boleh buat, trik seperti apa pun yang mereka mainkan, aku harus siap untuk menghadapinya,' kata Dian dalam hati untuk menenangkan dirinya sendiri."Tok ... tok ... tok .... ""Ririn, Ayah memanggilmu segera turun untuk makan bersama. Ibumu sudah lapar."Begitu mendengar suara Dian, Ririn langsung merasa kesal setengah mati. "Oke, oke, aku sudah tahu. Kamu turun saja dulu."Dian tidak peduli apakah adik tirinya itu akan turun atau tidak. Setelah mendengar jawaban dari Ririn, dia segera turun ke lantai bawah.Melihat Dian berjalan memasuki ruang makan seorang diri, Lesti menatapnya dengan tatapan sedikit terkejut dan berkata, "Dian, bukankah aku memintamu untuk pergi memanggil Ririn? Mengapa Ririn belum turun juga?""Aku sudah memanggilnya, juga sudah mendapat jawaban darinya sebelum turun.""Oh ... apa b
"Kenapa ucapanmu begitu nggak enak didengar? Huh, orang sepertimu memang nggak akan pernah bisa mengucapkan kata-kata baik."Sambil menyilangkan tangannya di depan dada, Ririn menunjukkan ekspresi seolah sangat meremehkan Dian, seakan-akan setelah Dian menjadi menantu Keluarga Sanders, sudah berubah menjadi orang level lain.Dian terkekeh pelan dan berkata, "Hanya orang kampungan sepertimu yang bisa berpikir demikian."Ekspresi Ririn langsung berubah drastis. Dia paling benci orang lain mengatainya kampungan, apalagi orang yang mengucapkan kata itu adalah Dian."Kamu sedang mengatai siapa?""Aku hanya sedang berbicara fakta. Apa kamu nggak merasa dirimu kampungan? Lihatlah gayamu itu.""Kamu! Kamu!" Ririn benar-benar kesal setengah mati. "Memangnya kamu tahu apa? Aku adalah orang yang berpenampilan paling modis di sekolah, bahkan nona yang berasal dari keluarga terpandang di sekolahku itu sampai membutuhkan referensiku dalam membeli pakaian.""Orang yang benar-benar kampungan itu kamu.
Fabian juga menyetujui ucapan istrinya. Sementara itu, Dian dan Ririn menempati masing-masing dari sisi meja.Begitu duduk di meja makan, Ririn langsung menundukkan kepalanya, kelihatan bersedih.Fabian bertanya dengan santai, "Ada apa denganmu? Apa semalam kamu nggak beristirahat dengan baik."Saat mengangkat kepalanya, butiran-butiran bening tampak jelas di mata Ririn. 'Ckckck, akting ibu dan anak ini makin bagus saja, ya? Kenapa mereka nggak kepikiran untuk menjadi aktris saja, ya?' pikir Dian setelah menyaksikan pemandangan itu.Boleh dibilang akting Ririn lumayan bagus.Daripada adik tirinya itu menunjukkan kemampuan akting yang dimilikinya padanya, bukankah lebih baik ibu dan anak itu pergi menghasilkan uang dengan memanfaatkan kemampuan yang mereka miliki itu? Terkadang, dia sendiri bahkan harus ikut akting, mengikuti permainan ibu dan anak itu. Kalau tidak, dia benar-benar tidak bisa lolos dari dua "aktris" rumah ini.Dian fokus memakan makanannya sendiri. Sambil menyendok sayu