Phillip mendengar suara Lesti. Saat dia meletakkan Dian di tempat tidur lagi dan sebelum dia bisa menyelimutinya dengan selimut, pintu telah terbuka."Perhatikan sikapmu. Jangan menakuti Dian. Dian mungkin hanya berpacaran. Dia nggak bersalah. Kamu nggak boleh mendengarkan rumor orang lain begitu saja dan nggak memercayai anakmu."Lesti terus membela Dian di sepanjang jalan. Dia sepertinya sangat memedulikan Dian. Hanya Fabian yang terlihat sangat marah. Dia tidak percaya orang-orang mengatakan putrinya tidak menghargai tubuhnya sendiri. Namun, ketika dia melihat semua foto di depannya, dia ragu apakah dia terlalu ketat terhadap anak-anaknya dulu. Jadi, sekarang Dian menjadi pembangkang dan ingin melampiaskannya dengan cara ini. Fabian tidak tahu jika Dian benar-benar menjadi seperti ini. Bagaimana dia akan menghadapi mendiang ibunya?Namun, ketika dia membuka pintu, dia tidak menyangka akan melihat orang yang tidak terduga. Seketika, ekspresi Lesti langsung menjadi masam."Kamu ... ke
Phillip mengangguk dengan pelan untuk mengungkapkan permintaan maafnya, "Paman, bisakah kita mencari tempat lain?""Ada hal-hal yang aku harap hanya kita berdua yang tahu."Lesti berkata dengan cemas, "Pak Phillip nggak baik melakukan ini, 'kan? Aku juga ibunya Dian. Ada beberapa hal yang harus aku ketahui. Aku ingin tahu kapan kamu dan Dian berpacaran?""Karena kalian berdua telah berpacaran, kenapa kalian nggak memberi tahu kami? Bagaimana kamu bisa begitu nggak bertanggung jawab?"Sebelum dia bisa menyelesaikan kata-katanya, Lesti disela oleh putrinya, "Bu, bisakah Ibu tutup mulut? Mereka hanya berada di satu ruangan, kapan mereka berpacaran? Bisakah Ibu mendengarkan kata-kata Kak Phillip dulu?""Kamu membuatku kesal!"Saat dia mendengar nama Ririn, Phillip tanpa sadar mengerutkan keningnya. Namun, saat ini dia merasa lebih penting untuk menjelaskan kepada Fabian apa yang terjadi."Baiklah, aku akan menanyakan soal ini. Kamu dan Ririn tunggulah di sini."Fabian berjalan ke ujung kor
Fabian mengangguk dengan wajah masam sambil berkata, "Aku tahu Pak Phillip orang yang membenci kebohongan, sama sepertiku. Kalau sampai kelak aku tahu kamu berbohong atas kejadian hari ini, aku nggak akan melepaskanmu."Phillip mengangguk sambil menjawab, "Aku terima."Entah apa yang dibicarakan kedua pria itu, Lesti terus memperhatikan mereka, tetapi tak sedikit pun pembicaraan mereka terdengar olehnya, dia terus berjalan bolak-balik di depan pintu kamar rawat Dian dengan cemas."Ibu sudah gila, ya? Kok bisa-bisanya Ibu mengirim Phillip ke kamar Dian?""Atau ada yang salah dengan pikiran Ibu? Jelas-jelas Ibu tahu, putrimu ini menyukai Phillip, kenapa kesempatan bagus ini malah Ibu berikan pada wanita sialan itu?"Ririn bertanya pada ibunya dengan wajah putus asa, "Mungkinkah Ibu sudah kecanduan menjadi ibu tiri? Apa Ibu benar-benar menganggap diri Ibu sebagai ibu dari wanita itu?""Sebenarnya apa yang ada di pikiran Ibu?"Ririn benar-benar putus asa. Membayangkan pria yang disukainya
Raut wajah Fabian sangat jelek. "Sudahlah, jangan banyak bicara lagi, kejadian ini nggak ada hubungannya dengan Phillip. Siapa pun yang membocorkan kejadian hari ini harus keluar dari kediaman Keluarga Sandiga. Ingat itu."Lesti seolah tidak mengerti, "Fabian, apa maksudmu?""Bukankah kita sekeluarga? Mana mungkin kami membocorkan kejadian ini? Kami bahkan nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi."Meskipun berkeringat dingin di bagian belakang lehernya, Lesti tetap melawan Fabian dengan keras kepala.Dia tahu dia tidak bisa menyerah sekarang. Begitu dia merasa bersalah, Fabian pasti akan menyalahkannya atas kejadian ini.Ririn bahkan membela ibunya, "Ayah, ucapan Ayah keterlaluan. Apa Ayah akan membuang ikatan keluarga yang sudah kita jalin selama ini?""Ucapan Ayah benar-benar menyakiti kami."Ibu-anak itu menangis tersedu-sedu, sementara Dian belum sadarkan diri, kepala Fabian sampai berdenyut."Sudahlah, apa belum cukup memalukan?""Nanti kita bicarakan di rumah saja."Melihat ekspre
"Kamu tahu seberapa besar pengorbananku untuk keluarga ini, tapi sekarang kamu menyalahkanku atas semuanya hanya karena Dian.""Benar, nama belakangku bukan Sandiga, tapi dengan segala pengorbananku, apa aku masih belum layak dianggap sebagai anggota Keluarga Sandiga?"Fabian memeluk Lesti sembari menepuk punggungnya, "Sudahlah, aku yang salah bicara, aku nggak bermaksud seperti itu, aku hanya terlalu cemas. Ada orang luar di sini, beri muka untukku, oke?"Fabian menghiburnya lagi, Lesti pun berhenti menangis, tapi dia terlihat pucat dan lemah."Setelah mengantar Dian ke rumah sakit, kamu juga sekalian periksakan kesehatanmu, kamu terlihat pucat," kata Fabian. Setelah itu, dia menoleh ke arah Ririn sambil berkata, "Ririn, kemarilah, papah ibumu."Namun tak disangka, seluruh pikiran Ririn tertuju pada Phillip. Dia menatapnya dengan cermat, seolah takut ada ekspresi yang luput dari pengamatannya. Phillip tentu menyadari tatapan itu, tetapi memilih mengabaikannya.Tatapan Ririn membuatnya
"Lesti, katakan yang sejujurnya, apa kejadian hari ini ada hubungannya denganmu?"Jari-jari Lesti membeku di bahu Fabian. Dia ingin menarik kembali tangannya, tapi Fabian menangkapnya. Dia menjawab dengan senyuman canggung di wajahnya, "Apa maksudmu? Bukankah sebelumnya aku sudah menjelaskannya padamu?""Kenapa kamu masih menanyakannya?"Fabian mengamati wajahnya dengan cermat, tidak ingin ada ekspresi yang luput dari pengamatannya."Bagaimanapun juga Dian putriku, aku paling memahami karakternya, dia nggak mungkin melakukan hal seperti ini.""Sekalipun suka bersenang-senang, dia nggak akan main-main dengan tubuhnya, apalagi dokter mendeteksi adanya kandungan obat tidur dalam tubuhnya.""Setahuku kualitas tidur Dian sangat baik, sama sekali nggak ada gejala insomnia, lalu dari mana obat tidur ini berasal?"Lesti mengulurkan tangan, berlagak marah, "Berarti maksudmu, aku berbohong?""Dian, putrimu itu anak yang baik, dia nggak pernah melakukan kesalahan, aku yang mencelakainya!""Dia su
"Kalau tahu kamu di rumah sakit, aku pasti nggak akan membiarkan kamu menemaniku ke sini, ini bukan kabar baik, nggak perlu banyak orang mengetahuinya."Lesti membalikkan badannya, terlihat marah. Dia menyeka air matanya dalam diam, "Kalau aku memberitahumu, apa kamu akan percaya? Aku harus berulang kali menjelaskan sesuatu yang dapat diketahui dengan mudah. Intinya, kamu nggak percaya padaku.""Di hatimu, nggak ada yang bisa menandingi putri kandungmu.""Ya, aku tahu, ini urusan Keluarga Sandiga, aku yang orang luar nggak berhak ikut campur. Tapi aku sudah bertahun-tahun mengambil peran ibu tiri, setidaknya aku punya hak memperhatikan Dian, 'kan?""Kalau Pak Fabian bahkan nggak memberiku hak sekecil ini, aku benar-benar kehabisan kata-kata."Fabian menjawab, "Sudahlah, aku nggak pernah bilang begitu, bukankah kamu bicara seperti ini karena marah?""Hanya saja, saat melihat Dian sekamar dengan pria lain dalam keadaan berantakan, sebagai ayahnya, aku sangat terpukul. Seharusnya kamu mem
Dian yang belum sadarkan diri tidak mengetahui tindakan Fabian yang akan membuatnya tidak dapat menghadapi Phillip untuk waktu yang lama.Phillip yang masih memikirkan Dian setelah meninggalkan hotel juga tidak menyangka Fabian yang tidak disukainya akan membuat rencana untuk menjebaknya.Mungkin tanpa campur tangan Fabian, dia akan jatuh cinta pada Dian suatu hari nanti, tapi karena campur tangannya, mereka bahkan tidak bisa memulai secara normal.Dia benci dipaksa menikah oleh orang lain.Dia lebih membenci dirinya sendiri karena bisa dimanipulasi seperti ini.Dian kebingungan ketika terbangun, tidak tahu di mana dirinya berada.Dia perlahan menggerakkan jarinya, Fabian yang terus berada di sisinya langsung terbangun. Meski memilih memercayai Lesti untuk sementara, dia tetap bersikeras berjaga di sisi Dian dan meminta Ririn menemani ibunya pulang."Dian, akhirnya kamu sadar, kamu membuat Ayah takut setengah mati."Fabian menyeka wajah Dian, lalu segera membunyikan bel agar perawat ma