"Kak, seharusnya kamu nggak akan mempermasalahkan hal itu dengan 'bocah' sepertiku, 'kan?"Kuros memutar matanya. Kalau bukan karena Karina menepuk tangannya dengan lembut, dia sama sekali tidak ingin menghiraukan ibu dan anak itu."Sudah, sudah, lupakan saja hal-hal yang nggak menyenangkan. Kalau kalian berdua ingin menata diri di sini, setelah rambutku selesai ditata, aku akan meminta penata riasku untuk merias kalian, ya?""Aku yang akan menanggung semua biayanya."Dari awal hingga akhir, Karina tampak tersenyum. Tentu saja Lesti sangat senang. Hanya saja, untuk menunjukkan sikap sungkan dan sopannya, dia menyampaikan penolakan beberapa kali."Ya ampun, nggak perlu seperti itu.""Awalnya memang hanya ada sedikit kesalahpahaman antara kami, bagaimana bisa kami membiarkan Nyonya untuk menanggung biaya kami?"Lesti mengulurkan lengannya, hendak meraih dan menggandeng lengan Karina. Namun, diam-diam Karina menghindari uluran tangan Lesti. Dia hanya berkata, "Nggak masalah, nggak seberap
Kuros menghela napas, lalu berkata, "Kamu ini selalu saja berpikir banyak, kamu selalu beranggapan kamu akan merepotkan kami. Tapi, di saat kami menghadapi kesulitan, bukankah kamu akan berdiri di pihak kami, menjadi pendukung kami tanpa ragu?""Kala itu, kalau bukan berkatmu .... Mungkin sudah nggak ada Kuros yang sekarang.""Dian, terkadang kamu perlu menunjukkan kerentananmu, tapi itu bukan berarti kamu kalah. Apa kamu mengerti?""Kamu itu terlalu keras, karena itulah ibu dan anak itu bisa 'mengunggulimu'.""Ayahmu hanyalah seorang pria biasa. Seorang pria paling nggak sanggup menghadapi wanita seperti mereka.""Jadi, kupikir kamu perlu mengubah strategimu."Mendengar Kuros mengajarinya trik-trik jitu untuk menghadapi ibu dan anak itu dengan serius, Dian tertawa dan berkata, "Apa kamu pikir aku sedang memerankan adegan persaingan antara para wanita di istana? Nggak ada trik-trik jitu sebanyak itu.""Dengarkan saja ucapanku, hal-hal yang kuajari adalah hal-hal yang benar. Selama kamu
Saat Ririn dirias oleh penata rias Karina, ekspresi tidak puas masih tampak jelas di wajahnya. Dia sudah melakukan penyelidikan, dia tahu penata rias paling andal di studio ini adalah Kuros.Biarpun dia tidak puas melihat sikap penata rias yang satu itu, tetapi menurut informasi yang diperolehnya, keterampilan Kuros benar-benar tiada duanya. Dengan sentuhan dari tangan ajaibnya, Kuros bisa menjadikan seorang wanita yang terlihat biasa-biasa saja menjadi seorang wanita yang sangat cantik. Walaupun baginya dirinya sudah sangat cantik, tetapi dia juga ingin memberikan kejutan pada orang lain, membuat orang-orang terpana padanya.Terlebih lagi, selama ada Dian dalam hidupnya, di mata orang lain hanya ada wanita itu, tidak ada dirinya. Ririn benar-benar tidak tahan menghadapi situasi seperti itu lagi.Dia menginginkan pandangan semua pria hanya tertuju padanya."Ibu, Ibu suruh si Kuros itu untuk merias wajahku, oke?""Aku nggak ingin dirias oleh sembarang orang!"Penata rias itu baru saja h
"Sepanjang tahun, kami yang berkecimpung di industri ini pasti akan bertemu beberapa orang aneh. Aku juga sudah terbiasa. Kalau kamu nggak ingin dirias, tolong pergi dari sini. Aku masih punya tamu lainnya.""Kupikir Nyonya Karina memberikan kesempatan ini kepada kalian juga nggak ingin melihat kesempatan yang dia berikan kepada kalian malah kalian sia-siakan seperti ini."Saat berbicara, seulas senyum tetap tersungging di wajah wanita itu, seakan-akan dia hanya sedang berbicara santai tanpa tanda-tanda sedang kesal, marah, mengancam atau lain sebagainya. Sebaliknya, melihat reaksi wanita itu, Lesti terkejut bukan main. Dia langsung menepuk punggung tangan Ririn dan berkata, "Apa kamu menganggap tempat ini adalah rumahmu? Aku peringatkan kamu, sebaiknya kamu jangan berperilaku terlalu lancang."Selesai berbicara, dia mengalihkan pandangannya ke arah penata rias itu. Sambil tersenyum, dia berkata, "Aku benar-benar minta maaf. Aku sudah terlalu memanjakan putriku, jadi temperamennya kura
"Ingat baik-baik, ya. Malam ini, kamu harus menunjukkan penampilan terbaikmu di hadapan orang-orang itu. Makin kamu bersikap patuh dan lembut, Dian makin terlihat nggak terkontrol. Saat itu tiba, aku malu lihat siapa yang berani menginginkan wanita itu!"Lesti memasang ekspresi bangga. Ririn ikut menimpali. "Ibu nggak perlu khawatir, bukankah aku selalu menunjukkan sisi penurutku di hadapan orang lain?""Terlebih lagi, menurutku sekarang Ayah lebih memihak pada kita. Jadi, kita nggak perlu terlalu mengkhawatirkan hal-hal kelak.""Walau dia punya kakek dan nenek, dia juga nggak kelihatan dekat dengannya. Mungkin saja hubungan mereka sama sekali nggak baik!""Apalagi ibunya sudah lama mati, nggak seberuntung aku yang memiliki Ibu yang baik.""Selama ada Ibu, Ibu adalah pendukungku selamanya."Lesti menyandarkan kepala putrinya ke bahunya."Sebelum kamu menikah dengan seorang pria yang memiliki status sosial yang setara dengan kita, aku tetap akan senantiasa waspada."Hal yang paling dikh
"Terima kasih banyak, ya. Kalau nggak, aku benar-benar nggak tahu harus pergi ke mana untuk mencari gaun."Kuros menanggapinya dengan santai. "Selama ada aku, apa kamu perlu pergi ke tempat lain lagi untuk mencari gaun?""Sudah kubilang, masalah pakaianmu serahkan saja padaku.""Sudah, sudah, jangan buang-buang waktu di sini lagi. Kalau kalian ingin mengambil foto, cepat lakukan. Kalau nggak, mungkin dia akan telat menghadiri perjamuan malam ini!""Oke ...."Staf-staf lainnya segera mengerumuni Dian, bahkan ada yang segera mengeluarkan ponsel untuk mengabadikan kecantikan Dian.Sejak Dian dan Kuros saling mengenal, setiap kali Dian muncul di studio ini, mereka pasti akan mengabadikan setiap momen bersinarnya sosok Dian dengan sempurna.Foto-foto itu bukan hanya sekadar foto-foto sebagai bentuk pengabadian momen-momen tertentu, foto-foto itu juga merupakan bahan pembelajaran yang sangat berharga bagi mereka.Dari mana sudut pandang penilaian Kuros? Bagaimana cara Kuros memadukan riasan
"Nona, kita sama saja. Jelas-jelas kamu yang salah, tapi kamu malah menyalahkan orang lain. Sepertinya tata kramamu juga biasa saja."Saat Dian sedang terlibat dalam pertengkaran dengan pria itu di depan pintu kediamannya sendiri, walaupun pelayan-pelayan lainnya tidak mengangkat kepala mereka, tetapi mereka jelas sedang menguping pembicaraan antara Nona Besar Keluarga Sandiga itu dengan pria misterius di hadapannya.Saat itu juga, wajah Dian tampak sedikit kemerahan, sehingga membuatnya makin memesona."Huh! Aku malas bertengkar denganmu, kembali saja sana ke tempat asalmu!"Sambil mengangkat gaunnya, Dian hendak berjalan memasuki kediamannya. Namun, siapa sangka pria itu tetap mengikutinya dari belakang.Saat mereka akan tiba di tempat untuk memperlihatkan undangan, tiba-tiba dia menghentikan langkahnya, lalu memelototi pria itu dengan tajam dan berkata, "Kamu juga nggak perlu mengikutiku seperti ini, 'kan?"Phillip membenarkan posisi bingkai kacamatanya dan berkata, "Maaf, tapi masi
Terkadang, dia merasa dirinya seperti sebuah benda yang dipajang di tengah-tengah aula, membiarkan orang-orang yang berlalu-lalang mengamatinya dari ujung kepala hingga ke ujung kaki.Namun, sekarang, mau tak mau dia harus melakukannya.Keluarga ini mengharuskannya untuk bertindak demikian, dia juga bukannya tidak bisa melakukannya.Sejak kecil, dia dibesarkan di sebuah keluarga terpandang, bagaimana mungkin dia benar-benar tidak tahu bagaimana caranya untuk berinteraksi dengan para tetua itu?Terlebih lagi, sebelum Dian berusia sepuluh tahun, ibunya akan secara pribadi membawanya untuk menghadiri acara-acara seperti ini. Setiap kali menghadiri acara, dia akan bergandengan tangan dengan ibunya dan menyapa para tetua kenalan ibunya.Tujuan ibunya sangat jelas, yaitu mengenalkan Dian kepada semua kenalannya dan meminta bantuan mereka untuk menjaga putrinya."Bibi Resa, lama nggak bertemu! Mengapa Bibi kelihatan makin muda saja?"Orang yang dipanggil Bibi Resa itu berbalik, meraih tangan